Teesha berjalan gontai menuju ruangan OSIS. Sudah satu minggu sejak pertemuannya dengan William di pesta yang mereka hadiri. Sudah satu minggu pula Teesha menjadi pesuruh William. Semangat masa-masa SMA yang gadis itu idamkan lenyap sudah karena kebodohannya sendiri. Otaknya tidak bisa berpikir jernih hanya karena panik saat itu.
Padahal ia sudah membayangkan bertemu dengan seorang pangeran tampan dan bisa menjalani masa-masa cinta monyet di SMA. Tetapi yang ia dapatkan malah bertemu dengan raja iblis yang membuat dia menderita.
Kasihan sekali kau, Teesha. Tapi, bukankah raja iblis yang kau maksud itu juga tampan, ya?
"Selamat pagi, Teesha!" Sapa salah satu anggota OSIS ketika Teesha membuka pintu. Gadis itu tidak menanggapi sapaannya, ia terus berjalan menuju meja rapat tanpa mempedulikan orang-orang di dalam ruangan.
"Astaga, Devian!" Teriak Teesha saat pria berambut pirang menarik kursi yang diduduki Teesha sampai kursi itu tertarik ke belakang.
"Haha maaf-maaf. Abis kamu gak jawab sapaan aku sih. Kamu kenapa?" Teriakan Teesha sempat membuat anggota OSIS yang lainnya menoleh sesaat padanya, tetapi kemudian mereka kembali fokus pada kegiatan masing-masing. Masih pukul setengah delapan pagi, masih ada waktu setengah jam lagi untuk kelas pertama.
"Aku cape. Kadang aku pengen ngutuk orang yang bikin design sekolah ini. Kenapa sih gerbang masuk sama gedung sekolahnya lumayan jauh? Belum lagi ruangan OSIS yang ada di pojokan gini." Teesha memijit betisnya yang terasa sedikit pegal.
"Jangan nyalahin orang lain, kamu aja yang kurang olahraga." Mendapat lirikan sinis dari gadis disebelahnya ini membuat pria bernama Devian itu terkekeh pelan sambil mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya.
"Selamat pagi semuanyaaaa..." Teesha menghela nafas panjang saat melihat teman satu kelasnya berteriak dari pintu masuk.
"Selamat tinggal pagi yang tenang." Teesha beranjak dari kursi dan berjalan menuju lantai dua.
"Loh, kamu mau kemana?" Tanya Divinia yang masih berdiri di depan pintu masuk.
"Jangan pada naik ke atas ya! Aku butuh ketenangan nih sebelum menghadapi pelajaran matematika." Teesha sengaja menghindari kedua teman nya itu. Ia terlalu lelah menghadapi mereka yang berisik di pagi hari.
.
.
"Teesha, tugas yang kemarin udah selesai?" tanya Adrea yang mengikuti Teesha ke lantai dua, begitu juga dengan Devian dan Divinia yang mengikuti jejak Adrea. Gadis pemilik nama depan Myria itu langsung menghela nafas pasrah. Ia memang tidak akan pernah mendapat ketenangan jika masih berada disekitaran mereka.
Seharusnya kau pergi ke perpustakaan Teesha, bukan ke ruang OSIS.
"Belum, hari ini aku kumpulin. Aku mau periksa sekali lagi." Hari Teesha memang berniat untuk menyelesaikan tugas yang diberikan gurunya minggu lalu sebelum ia lupa. Lagipula hanya tinggal sedikit lagi yang belum selesai.
Sejak tiga puluh menit lalu ponsel dalam tas nya terus bergetar, dan ketika dilihat notifikasi dari grup OSIS lah yang terus masuk tanpa henti. Ada empat puluh pesan dari grup yang belum terbaca. Teesha malas membaca dari atas, ia langsung membaca pesan terbaru.
Divinia : Kamu yang sabar ya, Sa. Si Dev emang cowok paling ga peka sejagad raya.
Devian : Jangan ngada-ngada, Div!
Adrea : Dasar cowok gak gentle. Sana temuin dia langsung dong jangan cuma pas rapat OSIS aja diliatnya.
Daniel : Iya bener, aku juga capek dengerin curhatan dia terus soal Sasa.
Sekarang Teesha mengerti, mereka sedang menggoda Devian yang diketahui memang sedang menyukai siswi kelas satu yang juga merupakan anggota OSIS bernama Risya, atau biasanya dipanggil Sasa.
Teesha melirik ke arah Devian yang sedang mengoceh sebal kepada Adrea, yang hanya ditanggapi dengan tawa ringan olehnya. Okay, Teesha. Kau mau ikut bergabung dalam drama mereka? Saatnya balas dendam kepada Devian si pria paling berisik itu.
Teesha : Bener tuh kata Adrea, Dev. Samperin aja langsung daripada cuma mandangin fotonya aja di wallpaper handphone kamu.
CIEEEEEEE
Para anggota OSIS yang berada di lantai bawah langsung menggoda Devian habis-habisan. Devian langsung melotot sambil menendang pelan kursi yang diduduki oleh Teesha. Gadis itu membalasnya dengan senyuman kemenangan.
Divinia : Hah? Serius?
Daniel : Pantes aja tiap aku mau pinjem handphone nya dia suka bilang abis batre.
Divinia dan Daniel mulai memanas-manasi. Anggota OSIS yang berada satu ruangan dengan mereka pun terkekeh pelan membaca chat di layar ponsel masing-masing.
Teesha : Aku serius. Sampe dia tidur pun masih bisa nyebut nama Sasa dong.
"Teesha! Kamu berlebihan!" Devian menatap kesal gadis disampingnya. Teesha tidak mempedulikan Devian yang kini menatapnya tajam, ia dan teman-temannya yang terlibat dalam chatting itu tertawa tertahan.
Sasa : Kita kan tiap hari ketemu di ruang OSIS, Dev :)
CIEEEEE
Kata-kata itu menggema dalam ruangan dikhususkan untuk Devian. Pria itu pun menjadi salah tingkah apalagi setelah ia lihat Risya membalas chatting itu. Meskipun mereka tahu yang dikatakan Teesha tidak benar-benar terjadi, tapi mereka cukup terhibur dengan kebohongan untuk kesenangan yang mereka dapat.
"Tunggu aja ya pembalasan dari aku, Teesha."
"Dengan senang hati aku tunggu, Devian." Teesha masih tidak bisa menghentikan tawanya.
Teesha, kurasa kau harus lebih berhati-hati.
.
.
Jam istirahat seperti ini biasanya digunakan para siswa melakukan hal yang mereka inginkan, seperti mengisi perut kosong di kantin, tidur siang walaupun hanya sebentar, mendengarkan permainan musik di ruang musik, atau bahkan bermain di ruang olahraga.
Seperti yang dilakukan Rey, ia mengisi waktunya dengan bermain bola basket bersama teman-teman OSIS nya yang lain di lapangan luar. Sebenarnya pria itu tidak benar-benar memainkannya, Rey hanya berdiri di pinggir lapangan mendribble bola itu. Ia tidak mau berkeringat saat mengikuti pelajaran selanjutnya.
"Rey, kamu ikut pelantikan tahun ini kan?" Tanya seorang pria berkacamata.
Rey terdiam sesaat sebelum menjawab, "Aku gak tahu, Dit."
"Anak OSIS kelas tiga yang bertanggung jawab buat acara sekarang. Aku denger mereka bakalan ngadain beberapa game olahraga juga." Ucap pria berkulit pucat. Pria itu terlihat menyobek beberapa lembar kertas dari buku note yang dibawanya dan menggulungnya sampai berbentuk bulat.
"Rey!" Alvin, si pria pucat itu melemparkan gulungan kertas tadi pada Rey. Dengan sigap Rey menangkapnya, "Aku harap kamu ikut tahun ini." Alvin tersenyum.
Rey memandang gulungan kertasnya lalu mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang terbuka di lantai dua yang merupakan kantin sekolah.
Rambut acak-acakan, lengkap dengan wajah kusut menjadi penampilan utama Teesha di jam makan siang kali ini. Bagaimana tidak, tiga jam mata pelajaran matematika dilanjut dengan pelajaran fisika berhasil membuat baut di otaknya sedikit kendor. Mari ucapkan terima kasih kepada orang yang sudah membuat jadwal pelajaran yang sangat membantu sekali.
Sebenarnya Teesha tidak ada masalah dengan dua mata pelajaran itu, hanya saja setelah sedikit pusing dengan berbagai rumus matematika, otaknya dipaksa untuk kembali menerima rumus-rumus dari fisika. Sudahlah lupakan kedua mata pelajaran itu, mari kita ke kantin untuk sedikit mendinginkan pikiran.
Dan sekarang disinilah mereka, menempati salah satu meja di kantin sekolah yang luar biasa seperti apa yang pernah Gavin katakan. Kantin ini menyediakan berbagai macam makanan berat sampai ringan dan minuman dengan menu yang berbeda setiap harinya agar para siswa tidak merasa bosan.
"Gak usah maksain diri Teesha, tugas matematika tadi gak harus dikerjain hari ini kok." Adrea meneguk milk tea nya setelah sebelumnya diaduk perlahan menggunakan sedotan yang disediakan.
"Gak bisa. Aku termasuk tipe orang yang gampang lupa, jadi kalau ada sesuatu yang harus dikerjain, ya, harus aku kerjain saat itu juga. Lagian lebih cepat lebih baik kan." Teesha memakan sup ayam di hadapannya dengan lahap, membuat Divinia terkekeh pelan.
"Wow, kayaknya kamu habis mikir keras ya? Kamu keliatan berantakan, Teesha." mendengar suara pria yang sangat dikenalinya membuat Teesha mau tak mau menoleh ke arahnya. Devian datang bersama William, orang yang sebenarnya malas Teesha temui apalagi saat jam makan siang seperti ini. Nafsu makan nya bisa menghilang begitu saja melihat pria itu.
Ah, yang benar?
William masih tidak melepaskan pandangannya dari Teesha. Alisnya saling bertautan, entah kenapa ia sedikit terhibur melihat gadis di hadapannya kembali makan dengan sangat lahap tanpa memperhatikan sekitarnya. Yang ia tahu, biasanya para wanita selalu menjaga cara makan nya di hadapan pria.
Menyadari itu, Adrea menendang pelan kaki Teesha membuat si caramel head menoleh perlahan lengkap dengan tatapan tajamnya. Ia sedikit kesal karena acara makan nya kembali terganggu. Dengan kode lirikan mata dari Adrea, Teesha langsung menyadari jika pria yang duduk di sebelah Devian itu memandanginya heran. Buru-buru ia mengambil tissue dan langsung mengelap bibirnya yang masih tersisa kuah sup yang ia makan tadi. Adrea dan Divinia terkekeh pelan, begitu juga dengan William yang tersenyum tipis.
Tak lama kemudian, Daniel bersama para anggota OSIS yang lain datang dan menempati meja yang sama dengan Devian.
"Kenapa sih kalian seneng banget makan satu meja sama aku? Cari tempat lain sana." Teesha mengusir Daniel dan beberapa anggota OSIS yang lain saat mereka duduk. Tidak bisakah ia menikmati makan siang nya dengan tenang?
"Woah, galak amat sih Teesha. Kita ga kebagian tempat nih, berbagi tempat ga ada rugi nya kali." Daniel mulai melahap makanannya.
"Ga usah di dengerin, kayaknya dia lagi dateng bulan." Bisik Devian tetapi masih terdengar oleh Teesha.
"Heh! aku deng—"
PLUK!
Teesha menghentikan ucapannya ketika sebuah bola kertas mendarat di atas kepalanya dan jatuh di atas meja. Semua teman yang berada satu meja dengannya terdiam, begitu juga dengan Teesha yang masih terdiam memandangi bola kertas yang kini ada di genggamannya. Teesha berdiri dan berjalan menuju jendela yang tepat berada di belakangnya untuk melihat siapa pelakunya.
"Wah, masuk! Kamu hebat Rey!" Adit dan yang lainnya memandang Rey kagum. Pria itu masih terdiam memandang jendela kantin, sampai sosok Teesha terlihat dari atas sana memegang kertas yang ia lemparkan sambil menatap bingung ke arahnya.
"Hei, itu Rey kan?" tanya Adrea. Teesha masih terdiam menatap Rey dibawah sana. Pria itu tersenyum dan mengangkat tangannya menyapa Teesha.
"Aku rasa benih-benih cinta bakalan tumbuh nih." Teesha menyikut perut Daniel pelan, ia tersenyum pada Rey dan berjalan kembali ke mejanya sambil memikirkan sesuatu.
Apa yang kau pikirkan Teesha? Coba bisikan padaku.
.
.
To be continued.