Chereads / SEMUA CERITA TENTANG KITA / Chapter 5 - SALAHKU?

Chapter 5 - SALAHKU?

Tok! Tok! Tok!

Teesha menghentikan kegiatannya ketika mendengar pintu kamarnya diketuk.

"Teesha, kamu udah siap?" Tanya Gavin dibalik pintu kamar.

"Aku masih siap-siap kak" jawab Teesha sambil kembali merapikan rambutnya.

"Cepetan, sarapan udah nunggu kamu di meja makan!"

"Bentar lagi aku turun!" Teesha segera memakai sepatunya, lalu menyambar tas sekolah yang ia simpan diatas tempat tidur dan berjalan cepat keluar dari kamar.

Setelah memastikan kamarnya terkunci, ia berlari kecil menuruni tangga menghampiri keluarganya yang sudah berkumpul di ruang makan. Meskipun rumah mereka tergolong rumah yang besar, keluarga Sanjaya lebih menyukai segala sesuatu yang minimalis. Hampir di setiap ruangan di dominasi oleh kaca besar sebagai penghubung antar ruangan, contohnya ruang makan mereka bergaya minimalis modern yang langsung menghadap taman belakang rumah lengkap dengan kolam renang. Terkadang baik Teesha maupun Gavin selalu memanfaatkan bangku taman untuk hal lainnya seperti membaca buku atau mengerjakan pekerjaan, padahal mereka mempunyai ruang kerja dan juga ruang keluarga yang sangat nyaman.

"Pagi." Teesha menempati tempat disebelah Gavin.

"Selamat pagi." Ayahnya membalas sapaannya. "Gimana sekolah kamu?"

Teesha mengambil sepotong sandwich, "Baik-baik aja, ayah." Ia mulai memakan sarapannya.

"Oh iya kak, aku hampir aja lupa." Gavin melirik Teesha dengan ekor matanya, "Kakak tahu kan aku bakalan pergi ke pelantikan selama dua hari? Kakak gak perlu jemput aku di hari Minggu, kayaknya aku nanti dianter Divinia."

"Hn." Balas Gavin singkat.

"Hari ini juga ga usah nganter aku ke sekolah, aku dijemput Divinia." Ucap Teesha saat ia ingat jika gadis bule itu bilang akan menjemputnya.

"Hn." balas Gavin.

Mereka kembali sarapan dengan tenang ditemani sedikit obrolan ayahnya dan Gavin yang membicarakan soal perusahaan mereka, sampai salah satu asisten rumah tangga menginterupsi perbincangan mereka.

"Maaf pak mengganggu, ada teman nona Teesha di depan. Katanya mau jemput."

"Suruh dia masuk." perintah ayahnya. Asisten rumah tangga itu pun langsung pamit meninggalkan ruang makan.

Teesha mempercepat acara makan nya, tidak mau membuat Divinia menunggu terlalu lama.

"Selamat pagi." Sebuah suara dingin mengudara, membuat semua perhatian tertuju pada pintu ruang makan.

"Uhuk! Uhuk!" Teesha tersedak susu yang diminumnya ketika melihat bukan Divinia yang datang, Gavin yang saat itu berada di sampingnya langsung menepuk punggung adiknya pelan.

Seorang wanita paruh baya menghampiri Teesha dengan tatapan khawatir, "Ya ampun sayang, pelan-pelan dong." tegurnya sambil memberikan tissue.

"William?" Ayahnya sedikit kaget melihat kedatangan pria yang satu minggu lalu dikenalkan sebagai kekasih dari putri nya itu.

"Aku mau jemput Teesha, om." Sambungnya dengan wajah dingin.

Pria paruh baya itu menghampiri William dan sedikit mengobrol, menanyakan kabar kedua orang tua William yang juga merupakan sahabatnya sejak lama. William menjawab pertanyaan ayah Teesha dengan sangat ramah.

Gavin masih tenang menyantap sarapannya, "Jadi itu temennya?" tanya Gavin, "Aku baru tahu Divinia berubah jadi laki-laki." sambungnya yang dibalas dengan senyuman kaku oleh Teesha.

Gadis itu sama terkejutnya seperti yang lain ketika melihat kedatangan William di rumahnya. Tadi pria itu bilang apa? Menjemputnya? Sepertinya ada yang tidak beres dengan William. Lagipula, darimana William tahu alamat rumahnya?

Buru-buru Teesha mengambil tas sekolah nya dan beranjak dari meja makan, "Aku pergi dulu ya." Pamit Teesha sambil mencium pipi kakak, ibu, dan ayahnya.

"Hati-hati."

Teesha mendorong William pergi dari ruang makan di iringi tatapan menyelidik dari Gavin.

.

.

Sepanjang perjalanan baik Teesha maupun William tidak ada yang memulai percakapan. Suasana di dalam mobil Toyota 86 itu sangat hening, pria itu fokus menyetir sedangkan Teesha fokus memikirkan apa yang harus ia katakan pada William.

"Wil—"

Drrrt... Drrrt

Getaran ponsel menginterupsi Teesha. Gadis itu menepuk keningnya pelan ketika ia melihat nama Divinia yang muncul di layar ponselnya. Ia lupa mengabari gadis itu.

"Teesha kamu dimana?! Aku udah nyampe rumah kamu tapi katanya kamu udah pergi duluan dijemput laki-laki. Dijemput siapa?! Kenapa gak ngabarin aku?!"

Teesha sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya ketika mendengar Divinia berteriak.

"Sorry, aku lupa ngabarin kamu. Abis ini buru-buru banget sih."

"Dijemput siapa?" Tanya Divinia di sebrang sana.

Teesha melirik William yang masih fokus menyetir, "William." Jawaban Teesha membuat William menoleh sekilas.

Dan berbagai pertanyaan langsung dilontarkan Divinia tanpa henti, membuat Teesha harus menurunkan volume telpon nya karena suara gadis itu sangat keras.

"Div, aku ceritain nanti ya. Bye."

PIP

.

.

"William!" Teesha mengejar pria itu setelah turun dari mobil milik William. Yang dipanggil tidak menghentikan ataupun memperlambat langkahnya. Teesha sedikit berlari untuk mengimbangi langkah William, sambil terus memanggil pria itu.

"William, tunggu!" Setelah berhasil mengimbangi langkahnya, Teesha memandang William tepat dimatanya. Namun William tetap acuh dan kembali melangkah. Sepertinya ia sangat marah padamu karena kejadian kemarin, Teesha.

Merasa kesal karena di acuhkan, Teesha menggenggam pergelangan tangan William dan berhasil membuat pria itu berhenti.

"Apa?" tanya pria itu penuh penekanan. Nyali Teesha sedikit menciut apalagi ketika William memberikannya tatapan tajam. Teesha sedikit bingung, kemana menguapnya sikap ramah yang baru saja pria itu tunjukan pada ayahnya tadi?

"Aku minta maaf soal yang kemarin. Aku bener-bener gak sengaja." Ingin rasanya ia mengatakan hal ini di perjalanan menuju sekolah tadi, tapi sepanjang perjalanan mereka tidak berbicara sedikitpun.

"Itu aja?" Sial! Sepertinya es sudah mengalir di setiap nadinya. Dingin sekali pria itu. Lagipula apa salahnya jika ingin meminta maaf?

"Astaga, kenapa mau minta maaf aja harus sesulit ini sih?" Teesha menjambak rambutnya frustasi dan mulai mengoceh tidak jelas.

William memandang Teesha heran dan kembali melangkahkan kaki meninggalkannya. Pria itu tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika ia ingat sesuatu, ia menyeringai.

"Myria." panggilnya, membuat Teesha menoleh padanya dengan pandangan malas, gadis itu tahu jika pria itu pasti akan menyuruhnya melakukan sesuatu, "Aku mau roti." Benar kan!

Teesha menghela nafas, "Oke. Kamu tunggu disini, aku ke kantin."

.

.

Teesha kembali dari kantin dengan sebungkus roti kemasan isi daging, karena se ingatnya pria itu tidak suka sesuatu yang manis. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru tempat parkir karena ia tidak melihat William ditempat mereka sebelumnya. Kemana pria itu?

Dengan cepat ia mengambil ponselnya, mencari kontak William dan langsung menghubungi nya.

"Kamu dimana?!" tanya Teesha tidak sabar ketika telpon nya terhubung, "Hah? Ruang OSIS? Kenapa gak ngasih tau sebe—"

PIP

Sambungan telpon dimatikan oleh William sebelum Teesha kembali menyelesaikan perkataannya. William, pria itu memang benar-benar menyebalkan. Apa susahnya mengabari sebelumnya jika ia sudah pindah tempat?

Merasa kesal, dengan langkah cepat Teesha berjalan menuju ruang OSIS.

.

.

Teesha segera menghampiri William yang kini tengah duduk santai di meja rapat. Entah apa yang sedang pria itu kerjakan karena kelihatannya ia sedang sangat serius.

"Silahkan dimakan, tuan William."

William memandang Teesha sekilas lalu mengambil rotinya. Dibukanya kemasan plastik itu.

"Jus tomatnya mana?" Tanya William sambil menggigit rotinya.

Teesha menoleh cepat pada pria itu, "Kamu gak minta tadi, Wil."

"Harusnya kamu inisiatif. Kamu beliin aku makanan tapi gak beliin aku minuman? Kalau aku mati tersedak gimana? Kamu udah siap jadi tersangka?"

Teesha bersumpah jika ada kesempatan ia akan memberikan racun pada William si makhluk paling menyebalkan sejagad raya. Kenapa pria itu tidak memintanya sekalian tadi? Atau ia memang sengaja mengerjai Teesha?

William melirik jam tangan mewahnya, masih tersisa sepuluh menit sebelum mereka berangkat menuju vila Devian.

"Lima menit ya." Mata Teesha terbelalak mendengar ucapan William, "Kita gak punya waktu banyak." lanjutnya.

"Kamu bercanda?!"

"Tik.. Tok.. Tik.. Tok.."

Teesha mengusap wajahnya kasar, "Oke! Tunggu aku disini, Wil. Jangan coba-coba pindah tempat tanpa ngasih tahu sebelumnya atau aku bakalan menggonggong kayak anjing galak setiap lihat kamu!" Teesha berlari meninggalkan William yang kini menyeringai.

"Akan aku buat kamu menggonggong setiap ketemu sama aku, Myria." Bisik William pada angin.

Katakan padaku kau tidak serius mengatakan itu William! Hei, kau mau kemana? Tetap duduk disitu!

.

.

Sepuluh menit kemudian, Teesha berlari dari kantin menuju ruang OSIS membawa segelas jus tomat. Ia berlari secepat mungkin karena ia sudah melewati batas waktu yang diminta William.

"Wil, maaf bikin kamu nunggu lama. Aku harap kamu—" Teesha menemukan ruang OSIS dalam keadaan kosong, tidak terlihat pria dingin itu di sudut manapun. Adik Gavin itu berjalan naik ke lantai dua dan memeriksa diatas sana. Tidak ada juga.

"Dasar si raja iblis itu ya." Teesha mengepalkan tangannya dengan ekspresi kesal.

"Siapa yang kamu sebut raja iblis?" Teesha membalikan badannya dan mendapati William sedang berjalan kearahnya. Pria itu baru saja keluar dari toilet, "Kamu udah ngabisin waktu aku sepuluh menit. Kamu lupa kalau kita harus berangkat, nona?"

Teesha memutar kedua matanya, "Antrian di kantin lumayan panjang. Kamu lupa kalau aku lagi menuhin tugas dari kamu, tuan?" Teesha memberikan jus tomatnya, pria itu menerimanya dengan senyum tipis.

Sepertinya jus tomat kali ini tidak ada masalah karena William meneguknya tanpa protes seperti sebelumnya.

"Soal perjanjian kita kemarin..." Teesha membuka suara, "Aku harap kamu gak mikir yang aneh-aneh ya, Wil."

William melirik Teesha sekilas, "Lain kali kamu mikir dulu sebelum bertindak. Aku harap ini yang terakhir kamu bikin masalah sama aku." Sahut William.

Teesha menolehkan kepalanya, "Apa kamu bilang?"

"Gak ada siaran ulang." William berdiri dan mulai melangkahkan kaki. Spontan Teesha menarik tangan kiri pria itu.

"Denger ya, Wil. Aku harap kamu gak salah paham. Dari awal aku gak bermaksud cari masalah sama kamu. Kejadian di pesta kemarin juga itu refleks karena kamu kebetulan ada disana. Jangan mikir aku lagi nyari alesan buat deketin kamu. Lagian kamu kan dapet bayarannya dari permintaan aku kemarin, kamu bisa nyuruh-nyuruh aku seenaknya."

"Emang aku bilang kamu lagi deketin aku?" Perkataan William membuat Teesha bingung harus menjawab apa, "Kamu inget gak aku sempet nolak permintaan kamu sebelumnya? Siapa yang maksa? Kamu sendiri kan yang bikin penawarannya kemarin, jadi salah aku kalau sekarang aku ambil bayarannya?"

Teesha kembali terdiam mencerna perkataan William.

"Bisa kamu lepasin tangan aku?" William melirik tangannya yang masih dicengkram oleh Teesha, "Kamu keliatan kayak mau ngambil jam tangan aku." Gadis itu pun langsung melepaskan genggamannya.

"Jangan terlalu banyak buang waktu. Yang lain udah nunggu di tempat parkir." Ucap William sambil berjalan turun menuju pintu keluar, meninggalkan Teesha yang masih terdiam memandang punggung William kesal.

Tidak ada ucapan terima kasih sama sekali? Ah kau jahat sekali William.

.

.

To be continued