Â
Part 1
Â
Di suatu desa yang dihuni oleh sekelompok manusia, bencana datang tanpa peringatan. Dari balik kabut malam, makhluk-makhluk mengerikan yang menyerupai sebuah reptil buas muncul. Mereka biasa dikenal dengan nama Lizarman. Dengan keganasan yang tak tertandingi, mereka mengayunkan senjata berlumuran darah ke para warga. Jeritan warga menggema, menyatu dengan heningnya malam. Tanpa belas kasih para pria ditebas, ternak disembelih, sementara wanita dan anak-anak diseret ke dalam kegelapan. Dalam satu malam yang mencekam, desa itu lenyap seakan tak pernah ada, menghilang ke dalam bayang-bayang malam yang penuh misteri.
Â
Di tempat lain di dalam sebuah ruangan di suatu Istana yang megah, seorang wanita berbalut pakaian kerajaan berdiri anggun, namun sorot matanya dipenuhi ketegangan. Mahkotanya berkilauan disinari cahaya lilin yang menyinari ruangan tersebut, tetapi pikirannya terjebak di dalam badai kekhawatiran. Di hadapannya, tumpukan kertas berserakan di atas meja besar, masing-masing membawa beban rahasia dan keputusan yang dapat mengubah takdir kerajaan. Di sisinya, seorang pria terlihat sedang menyusun berkas-berkas ke dalam rak buku. Keheningan di ruangan itu terasa berat, seperti pertanda badai yang akan segera datang.
Wanita itu: Penyerangan secara beruntun di tiga tempat yang berbeda. Apakah mereka mengajak kita untuk berperang?
Pria yang sebelumnya menyusun berkas kini melangkah mendekat. Saat jaraknya semakin dekat, ia menundukkan sedikit kepalanya kemudian meletakkan kedua tangannya di belakang pinggangnya. Sorot matanya tajam, menunjukkan kesetiaan yang tak tergoyahkan. Terlihat pria tersebut menunjukkan rasa hormat yang tinggi kepada wanita tersebut.
Pria itu: Sepertinya iya Yang Mulia. Mereka pasti ingin membalaskan dendam mereka 5 tahun yang lalu.
Wanita itu: Meski begitu, ada yang aneh. Mereka mampu melakukan penyerangan di tiga tempat yang berbeda dengan cepat. Selain itu jika ingin membalas dendam, mengapa mereka baru melakukannya sekarang? Huh.... Apa ini?
Pandangan wanita itu tiba-tiba jatuh pada sebuah laporan yang tergeletak di antara tumpukan kertas. Di atasnya, terdapat sketsa wajah seorang pria. Dengan gerakan cepat namun penuh kehati-hatian, ia meraih kertas tersebut.Â
Pria itu: Itu laporan yang kami dapat dari salah satu informan kami. Kabarnya pria itu tiba-tiba muncul di tengah-tengah peperangan antar suku Lizarman.
Wanita itu: Dia bukan salah satu orang yang disebut oleh Umar maupun tuan Ashkan. Apakah dia seorang pemimpin?
Pria itu: Tidak, dia hanyalah seorang prajurit biasa dari suku Taj.
Kedua mata wanita itu menyusuri setiap baris tulisan yang ada di laporan tersebut dengan seksama.
Â
Â
Backstory started
Dahulu kala Elf, Iblis, Naga, Avian, Catlan, Lizarman, Wolfkin, Qli, dan Manusia ditunjuk untuk menempati tanah suci Novus. Kesembilan ras itu bukan hanya bertugas untuk menghuni tempat tersebut tetapi juga ditugaskan untuk membangun peradaban yang harmonis, menjalin hubungan yang kokoh di atas perbedaan. Oleh karena itu demi menjaga perdamaian antar kesembilan ras, sebuah perjanjian agung pun dibuat. Perjanjian itu bukanlah sekadar tinta di atas kertas, melainkan janji yang terpatri dalam sejarah, mencakup pembagian wilayah, aturan lintas batas, perdagangan, dan hukum yang mengatur hubungan antar-ras.Â
Â
Selama ratusan tahun, perjanjian agung itu berjalan lancar, menciptakan keseimbangan yang tampak tak tergoyahkan. Namun, segalanya berubah ketika Iblis menemukan kekuatan kegelapan. Ketakutan mulai terlihat di muka ras-ras lain, membuat mereka menganggap ras iblis sebagai ancaman. Akhirnya mereka pun bersatu untuk menyegel ras iblis di dunia bawah, mengasingkan mereka dari dunia permukaan. Terisolasi di dunia bawah justru membuat Iblis semakin kuat. Meskipun tubuh mereka perlahan melemah, pengetahuan Iblis mengenai kekuatan kegelapan meningkat secara signifikan. Tidak lama, Iblis menemukan cara untuk keluar dari dunia bawah, Iblis kemudian menyatakan perang kepada semua ras yang ada di permukaan.
Â
Peperangan pun dimulai. Ras Naga, dengan keagungan dan kekuatan sihir cahaya mereka, terpilih sebagai pemimpin pertempuran. Singkat cerita, berkat sihir cahaya milik ras Naga, ras Iblis berhasil terpukul mundur ke dunia bawah. Untuk mencegah ras Iblis menuju ke permukaan, dibuatlah segel baru yang lebih kuat. Ras Naga kini berdiri di puncak kekuasaan. Namun, keagungan mereka segera berubah menjadi tirani. Dengan alasan menjaga keseimbangan, mereka memaksa ras-ras lain tunduk pada hukum dan aturan mereka. Kebanyakan dari ras lain merasa tidak sudi. Rasa syukur atas kemenangan berganti menjadi kebencian yang membara. Menolak belenggu yang dipaksakan kepada mereka, para ras lain menyatakan perang terhadap ras Naga.
Â
Pembantaian para Naga pun dimulai. Hanya bangsa Azerot yang masih setia berperang bersama ras Naga. Bangsa Azerot yang sejak dulu didiami oleh keturunan Yudha dan Astra telah bersumpah untuk bertempur bersama ras Naga hingga akhir hayat mereka. Namun takdir tidak berpihak kepada mereka. Meski mereka berjuang habis-habisan dengan seluruh jiwa raga, mempertaruhkan segalanya demi mempertahankan kehormatan dan jati diri mereka. Pada akhirnya, era para Naga berakhir. Ras Naga berhasil dimusnahkan. Para penguasa langit yang dulu diagungkan kini hanya menjadi abu yang ditiup angin, legenda yang terkubur dalam sejarah yang ditulis oleh para pemenang.
Â
Namun kehancuran itu bukan hanya milik para Naga. Bangsa Azerot, yang tersisa dari peperangan, bukannya bersatu dalam duka, melainkan tercerai-berai dalam perpecahan dan pengkhianatan. Mereka yang selamat saling menyalahkan atas kematian pemimpin mereka, hingga akhirnya Azerot terpecah menjadi empat, sebuah kerajaan Manusia dan tiga suku Lizarman. Kerajaan Azerot, tempat Manusia keturunan Yudha bernaung membenci Lizarman keturunan Astra, begitu juga sebaliknya. Namun beberapa hari yang lalu, di antara desas-desus yang beredar, terdengar kabar bahwa seorang manusia berhasil menyatukan suku-suku Lizarman yang telah lama tercerai-berai. Mungkinkah ini tanda akan lahirnya persatuan?
Backstory end
Â
Â
=Kediaman Suku Taj, Azerot=
Di sebuah ruangan yang berdinding batu dan beratapkan daun, beberapa Lizarman terlihat sedang menunggu kedatangan seseorang. Tiga di antaranya terlihat sebagai pemimpin kawanan mereka. Tidak lama, seorang manusia berambut hitam panjang terlihat memasuki ruangan tersebut. Tanpa ragu, manusia itu berjalan mendekati ketiga pimpinan Lizarman kemudian menundukkan tubuhnya seperti menunjukkan rasa hormat. Salah satu dari ketiga Lizarman meletakkan tangannya di pundak manusia tersebut sambil berbicara. Suaranya yang dalam dan penuh wibawa menggema ke seluruh ruangan.
Pimpinan Lizarman 1: Prajurit terhormat Suku Taj, Iwasaki, di sini kau berdiri sebagai perwakilan dari ketiga suku. Atas permintaan ratu Azerot, dan atas wewenang dari tiga kepala suku, kau ditunjuk sebagai tangan kanan kami penghubung kerajaan Azerot dengan suku Lizarman. Posisi ini akan kau pegang dengan nyawamu sendiri. Apakah engkau bersedia?
Manusia Itu: Saya bersedia.
Pimpinan Lizarman 1: Secara resmi dengan ini kau dinyatakan sebagai tangan kanan kami, dan kami berikan gelar adat ketiga suku padamu. Mulai hari ini kau diberi julukan Iwasaki si Cakar Perak, berdirilah!
Pria itu berdiri kemudian memberikan hormat kepada ketiga pimpinan Lizarman yang ada di hadapannya.
Â
=Odelia, Azerot=
Di sebuah kota yang berada di tengah hamparan gurun pasir terlihat Iwasaki yang berpakaian seperti pengembara berjalan melalui keramaian kota. Ia berjalan sambil melihat keramaian kota Odelia.
Iwasaki: (Jadi ini ibu kota Azerot.)
Ketika Iwasaki berjalan di antara keramaian, ia melihat banyak orang yang berbisnis dan menjalankan pekerjaan mereka masing-masing. Di keramaian tersebut, para pedagang meneriakkan harga dagangan mereka, suara emas yang berpindah tangan bergema di udara. Para pengrajin menempa besi di bengkel terbuka, dimana keringat mereka bercampur dengan debu yang beterbangan. Aroma rempah-rempah dan makanan panggang melayang di udara, bersaing dengan bau ternak yang berlalu-lalang. Meski matahari menggantung tinggi di langit, membakar tanah dengan kejam, tak satu pun dari mereka berhenti, seakan panas bukanlah musuh mereka, melainkan sekutu yang telah mereka taklukkan sejak lama.
Perhatian Iwasaki kemudian tersita oleh bangunan besar berbentuk segitiga yang berdiri kokoh di puncak bukit yang berada di tengah ibu kota.
Iwasaki: (Jika dilihat-lihat bangunan segitiga besar itu sepertinya bangunan yang dimaksud, agar tidak salah jalan lebih baik aku tanya terlebih dahulu.)
Iwasaki menghampiri seseorang yang tampak seperti ksatria.
Iwasaki: Permisi apakah bangunan yang di sana itu istana kerajaan Azerot?
Tangan kanan Iwasaki menunjuk ke sebuah bangunan megah berbentuk segitiga yang berdiri di puncak bukit di tengah kota.
Ksatria itu: Heh, orang mana kamu ini? Sudah jelas bangunan sebesar itu adalah istana.
Ksatria itu menjawab Iwasaki dengan kesal.
Iwasaki: Ooh.. terimakasih banyak.
Ksatria itu: Orang aneh.
Iwasaki berjalan meninggalkan orang tersebut. Tiba-tiba ia menabrak seorang gadis yang sedang membawa sejumlah ember.
BRUKK
Gadis itu: Hei kalo jalan lihat-lihat dong!
Iwasaki: Maaf-maaf.
Gadis itu: Lihat apa yang telah kau perbuat!
Ember-ember yang dibawa gadis tersebut telah tumpah akibat kecerobohannya Iwasaki. Gaun yang dipakai gadis tersebut pun menjadi basah akibat terkena tumpahan ember.
Gadis itu: Kamu harus ganti rugi, 50 Rial!
Iwasaki: (Gawat aku bahkan tidak diberi mata uang Rial sepeser pun. Aku tidak yakin orang Azerot menerima Yak).... Anu begini, bagaimana jika aku bantu kamu untuk mengambil air ini lagi?
Gadis itu: Heh, aku ini sudah memberikan kau solusi yang mudah, bagaimana sih?
Iwasaki: (Apa maksudnya solusi yang mudah?)
Gadis itu: Tapi jika kau memaksa ya sudah, kau bawa ini!
Gadis itu menyodorkan 2 buah ember ke Iwasaki. Iwasaki pun membawa ember-ember tersebut dengan kedua tangannya. Tanpa pertanyaan, tanpa keluhan, ia mengikuti langkah gadis itu, berjalan menuju sebuah sungai yang mengalir tenang di samping sebuah toko tua. Di tepi sungai, seorang pria tampak sibuk mengurus pipa-pipa yang terhubung dengan sungai itu. Terlihat tangannya cekatan mengutak-atik pipa-pipa besar yang menjulur ke dalam air, sedangkan wajahnya berkerut karena sedang berkonsentrasi. Begitu sampai di tepi sungai, Iwasaki dan gadis itu meletakan ember-ember yang mereka bawa di dekat pria itu.
Pria itu: Eh Luna, kamu datang lagi mengambil air?
Gadis itu: Tidak pak Farhan, Orang ini menumpahkan ember yang tadi kubawa.
Farhan: Oh begitu, 50 Rial!
Pak Farhan menyodorkan tangannya seperti ingin menagih.
Iwasaki: (Sekarang aku tau kenapa membayarnya tadi akan lebih mudah)
Iwasaki: Anu, apakah 5 Yak cukup?
Iwasaki mengeluarkan lima buah kulit kerbau dari tasnya dan menyodorkannya ke pak Farhan.
Farhan: Hah, kau pikir ini barter apa? Aku tidak butuh kulit-....
Tiba-tiba suara bantingan pintu memecah ketenangan sungai. Seorang pria keluar dari toko sebelah sungai sambil dikejar oleh seorang wanita tua. Pria tersebut berpakaian seperti petarung, tetapi tangan kanannya mencengkeram erat sebuah karung yang jelas bukan miliknya. Sedangkan wanita tua yang sedang mengejarnya berpakaian seperti pembuat roti lengkap dengan penggiling adonan di tangan kirinya. Wajahnya terlihat penuh dengan amarah.
Wanita itu: BERHENTI KAU PENCURI!
Iwasaki: (Pencuri?)
Pria yang keluar dari toko tersebut ternyata adalah seorang pencuri. Pencuri tersebut terus berlari tanpa ada seorang pun yang datang memberhentikannya.
Iwasaki: Sebentar ya paman!
Iwasaki segera berlari ke depan pencuri itu.
Farhan: .....kulit hewan seperti ini..... HEI AKU BELUM SELESAI BICARA!
Pencuri itu: Menyingkir kau! Aku tidak ingin membagi harta ini ke siapa-pun.
Iwasaki: Kembalikan harta yang kamu curi SEKARANG!
Pencuri itu: Heh, mau apa kau? Berniat jadi pahlawan?
Iwasaki mengeluarkan sebuah pedang machete dari sarung pedang yang ia bawa.
Pencuri itu: Cih!!
Pencuri itu terlihat kesal. Ia segera mengeluarkan sebuah pisau dari dalam sakunya. Ia kemudian memegang pisau tersebut dengan kedua tangannya.
Pencuri itu: LINK SWORD!!
WUUSH
Begitu pisau itu berada dalam genggamannya, sesuatu yang ganjil terjadi. Cahaya terang berpendar dari bilahnya, berdenyut seperti detak jantung, lalu dalam sekejap pisau tersebut berubah menjadi sebilah pedang cahaya yang berkilauan. Dengan percaya diri, pencuri tersebut tersenyum sambil menggenggam pedang tersebut di tangan kirinya.
Iwasaki: (Jadi ini elemen Link.)
Pencuri itu: HEEAA....
Dengan satu tarikan napas, pencuri itu melesat ke depan, pedangnya terangkat tinggi, siap menebas tanpa ragu. Namun, dalam hitungan detik, Iwasaki sudah bereaksi. Tanpa membuang waktu, ia menunduk secepat kilat, tangannya meraih machete yang selalu ia bawa. Dengan satu ayunan yang presisi, ia melemparkan machetenya ke belakang si pencuri kemudian menariknya sesuai gerakan tangan kanannya yang telah dialiri listrik. Terlihat seperti ada aliran listrik dari tangan kanannya yang merambat ke machete tersebut. Machete yang melayang di udara itu terlihat seperti dikendalikan oleh tangan kanannya Iwasaki.
KLANG
Machete yang Iwasaki lempar dengan keras mengenai pedang yang digenggam si pencuri, membuat pedang si pencuri terjatuh dan menancap ke tanah berubah kembali menjadi sebuah pisau kecil seperti semula. Machete yang semula melayang di udara berputar kembali ke tangan Iwasaki dengan mulus, seolah terpanggil oleh pemiliknya. Dengan cepat, Iwasaki menyarungkan kembali machetenya, meskipun matanya masih terkunci pada lawannya. Pencuri itu kemudian bergegas mengambil sebuah kayu besar yang berada di dekatnya, menggenggamnya dengan erat dengan kedua tangannya kemudian berlari dan hendak memukul Iwasaki dengan kayu tersebut. Namun, Iwasaki dengan mudah menangkap kayu yang dipakai si pencuri lalu menariknya ke belakang tubuhnya, membanting tubuh pencuri itu ke tanah. Terlihat sepintas tubuh si pencuri melayang di udara akibat perlawanan yang diberikan oleh Iwasaki.
GUBRAKK
Saat pencuri itu masih terbaring kesakitan, Iwasaki dengan mudah merebut karung yang tadi dirampas oleh si pencuri. Namun pertarungan belum berakhir, pencuri tersebut segera bangkit, menggeret gadis yang sebelumnya bersama dengan Iwasaki kemudian menodongnya dengan pistol yang ia bawa.
Gadis itu: LEPASKAN!!
Pencuri itu: DIAM!! SERAHKAN TAS ITU ATAU GADIS INI AKAN TERLUKA!!
Iwasaki kemudian menyadari bahwa sarung tangan yang dikenakan si pencuri dilapisi oleh logam. Sebuah rencana terbentuk dalam benaknya. Dengan cepat, percikan listrik muncul dari tangan kanannya, merambat di udara, mencari jalannya menuju sarung tangan si pencuri. Iwasaki kemudian menggerakkan tangan kanannya ke kanan menjauhi tubuhnya. Tangan kanan pencuri tersebut seketika mengikuti pergerakan tangan Iwasaki, seolah ditarik oleh kekuatan tidak terlihat. Pistol yang tadinya terarah ke kepalanya si gadis kini berubah arah. Sadar akan hal itu, pencuri tersebut dengan panik segera menembakkan pistolnya.
DORR
Tembakannya mengenai sebuah tiang kayu. Beberapa orang di sekitar terlihat kaget dan segera meninggalkan tempat kejadian.
Pencuri itu: S-Sial.
Tanpa membuang waktu, Iwasaki melesat ke arah si pencuri kemudian mengayunkan machetenya ke atas, mengenai tangan kanan si pencuri dan menjatuhkan pistol yang dipegang pencuri itu ke tanah. Iwasaki segera mengibaskan machetenya ke tangan kiri pencuri kemudian menarik si gadis dengan tangan kirinya untuk menjauhkannya dari si pencuri.
Pencuri itu tersentak, tubuhnya sedikit goyah, kedua tangannya bergetar akibat luka di tangan kirinya yang kini mengalirkan darah. Dengan cepat, Iwasaki menodongkan machetenya ke muka pencuri tersebut. Mata mereka bertemu, tatapan dingin Iwasaki menusuk ke dalam jiwa si pencuri, membuatnya terdiam ketakutan. Pencuri itu kemudian mengalihkan pandangannya ke wanita tua yang telah ia curi hartanya.
Pencuri itu: Brengsek kau.... kali ini aku maafkan.
Dengan langkah terburu-buru, pencuri itu memilih melarikan diri, meninggalkan karung yang berisi hasil curiannya. Akibat tebasannya Iwasaki, setiap langkahnya meninggalkan jejak merah di tanah. Napasnya terengah-engah, namun ia terus berlari, berharap bisa menghilang dari kejadian yang baru saja terjadi. Iwasaki tetap berdiri tegap, mengawasi kepergian pencuri itu. Ia kemudian mengambil karung yang ditinggalkan pencuri itu dan melihat isi karung tersebut yang penuh dengan uang. Kira-kira sekitar 6000 Rial, jumlah yang tidak sedikit.
Wanita itu: Hei kau, kembalikan uangku!
Iwasaki: Ini aku kembalikan.
Tanpa ragu, Iwasaki menyerahkan karung yang berhasil ia rebut ke wanita itu. Namun, wanita itu hanya menatapnya dengan mata yang penuh kebingungan.
Wanita itu: Lhoh.... kamu....
Iwasaki: Ada apa nyonya?
Farhan: Di sini apabila harta curian berhasil direbut kembali tanpa campur tangan sang pemilik maka harta tersebut menjadi milik orang yang berhasil merebutnya.
Iwasaki terdiam sejenak. Ia terlihat kaget setelah mendengar peraturan yang aneh itu.
Iwasaki: .... Ambil saja semuanya nyonya!
Wanita itu: Kau tidak....
Iwasaki: Harta itu kan memang milik nyonya jadi kuserahkan seluruhnya kepada nyonya.
Wanita itu terdiam sejenak. Ia tampak masih kebingungan.
Wanita itu: Terima kasih banyak sebagai tanda terimakasih akan ku beli semua kulit kerbau yang kamu punya itu.
Iwasaki: Semuanya?
Wanita itu mengangguk.
Wanita itu: Iya, akan kubeli 150 Rial per buah.
Iwasaki: Deal!
Iwasaki menyerahkan 5 buah Yak ke wanita itu dan wanita itu menyerahkan 750 Rial ke Iwasaki.
Wanita itu: Oh ya, jika kamu mampir ke toko rotiku. Kamu akan ku beri diskon.
Iwasaki: Terimakasih banyak.
Wanita itu kembali masuk ke dalam tokonya.
Farhan: Hei, kamu jadi bayar tidak?
Pak Farhan melihat Iwasaki dari kejauhan dengan kesal.
Â
Setelah membayar Farhan, Iwasaki dan si gadis berjalan bersama di tengah kota sambil membawa ember-ember yang berisi air.
Iwasaki: Maaf soal yang tadi.
Gadis itu: Tidak apa-apa sebenarnya aku bisa melindungi diri sendiri kok. Tapi ternyata.... kamu ini orangnya baik juga. Tidak kusangka kamu malah mengembalikan harta yang telah kamu rebut. Kebanyakan orang pasti akan mengambilnya.
Iwasaki: Mau bagaimana lagi harta itu sebenarnya milik ibu itu kan. Memang benar aku merebutnya tanpa campur tangan ibu itu.
Gadis itu: Lalu kenapa kamu tidak mengambilnya?
Iwasaki: Menurutku aturan seperti itu sangat tidak adil bayangkan jika hartamu dicuri lalu berhasil direbut orang lain dan menjadi milik orang tersebut tanpa sepengetahuanmu. Aturan seperti itu membuat orang yang merebut harta itu tidak berbeda dengan pencuri.
Gadis itu terlihat tersenyum.
Gadis itu: Ngomong-ngomong namaku Luna, Luna Fahmi.
Iwasaki: Iwasaki.
Gadis itu: Iwasaki ya.... Terimakasih sudah menolongku.
Â
Flashback Started
Di depan Iwasaki, seorang anak perempuan terlihat sedang menangis tanpa henti. Tubuh mungilnya gemetar, tangannya mengepal erat di depan matanya, seolah sedang berusaha menahan kepedihan yang terlalu berat untuk usianya. Iwasaki menatapnya dengan sorot mata yang lembut, lalu perlahan-lahan mengusap kepala anak itu dengan tangan kanannya.
Iwasaki: Sudah-sudah jangan menangis.
Anak itu tetap menangis.
Iwasaki: Apa yang kamu lakukan itu tindakan yang baik, aku yakin mereka pasti hanya salah paham. Lain kali kamu jangan keluar sendirian.
Anak itu mulai berhenti menangis.
Iwasaki: Jika ada masalah segera panggil kakak ya, kakak pasti akan segera menolongmu. Nih kakak buatkan kue mangkok kesukaanmu.
Iwasaki menyodorkan 2 buah kue mangkok ke anak itu.
Anak itu: Hiks.. hiks.. Terimakasih kak.
Anak itu perlahan mengusap tangisannya sambil berusaha tersenyum. Tiba-tiba, terdengar suara seorang gadis memanggil nama 'Iwasaki'. Suara itu terdengar familiar namun bukan berasal dari anak perempuan itu.
Flashback End
Â
Luna: Iwasaki!! Iwasaki!!
Iwasaki tersadar dari lamunannya.
Luna: Ada apa Iwasaki?
Iwasaki: Tidak apa-apa. Aku hanya terpikir dengan ibu yang membeli kulit kerbauku tadi. Aku jadi merasa bersalah soalnya kulit-kulit yang kujual itu bau sekali.
Luna: Hihi
Luna berusaha menutup tawa kecilnya.
Â
Iwasaki dan Luna kemudian tiba di sebuah kedai dengan papan kayu tua yang bertuliskan 'Kedai & Penginapan Bulan Sabit'. Mereka masuk ke dalam kedai itu sambil membawa ember.
Begitu pintu terbuka, aroma khas rempah-rempah, roti panggang, dan daging yang baru dimasak langsung menyergap indra penciuman. Suara tawa, obrolan riuh, dan dentingan gelas beradu terdengar memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang hangat meski penuh hiruk-pikuk. Para pelanggan kedai tampak menikmati makanan dan minuman mereka, beberapa terlihat sedang bermain kartu di sudut ruangan, sementara yang lain asyik berbincang, tenggelam dalam cerita masing-masing.
Tidak lama, dari sudut ruangan, seorang pemuda bergegas menghampiri Luna, menerobos keramaian di kedai tersebut.
Pemuda itu: Luna dari mana saja kau ini?
Pemuda tersebut melihat Iwasaki yang sedang membawa ember bersama Luna.
Pemuda itu: (bisik) Luna siapa orang yang di sebelahmu itu?
Luna: Oh, dia.... namanya Iwasaki dia tadi membantuku mengambilkan air.
Pemuda itu: CIH, hanya karena membantunya mengambil air, jangan percaya kamu bisa dekat-dekat dengan Luna ya!!
Pemuda itu tampak kesal. Terlihat para pengunjung tengah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing sehingga tidak menghiraukan percakapan mereka di pintu masuk kedai.
Iwasaki: (bisik) Dia siapa?
Luna: Dia temanku Harun dia memang agak begitu.
Seorang wanita keluar dari pintu masuk belakang kedai. Ia kemudian segera menghampiri Iwasaki dan Luna.
Wanita itu: Eh, Luna kau sudah pulang.
Luna: Ibu!
Luna dan wanita itu sejenak berpelukan.
Ibunya Luna: Tadi Harun khawatir jika sesuatu terjadi padamu, dia baru saja ingin pergi mencarimu.
Luna: Harun, bukankah sudah kubilang kan kamu tidak perlu melindungiku terus, aku bisa kok menjaga diriku sendiri. Lagi pula bukankah aku yang mengajarimu caranya menggunakan Link?
Harun: Humph!
Harun terlihat masih kesal. Ibunya Luna baru menyadari kehadiran Iwasaki yang masih membawa ember.
Ibunya Luna: Oh, teman barunya Luna ya?
Iwasaki: Maaf perkenalkan nama saya Iwasaki. Saya tadi membantu anak anda mengambil air, maaf karena saya Luna jadi terlambat.
Ibunya Luna: Tidak apa-apa kami memang sedang kekurangan orang, jadi memang wajar jika ada keterlambatan seperti ini.
Iwasaki: Oh, ibu yang punya tempat ini?
Ibunya Luna: Iya, saya sudah mendirikan kedai ini sebelum Luna lahir.
Iwasaki melihat jam yang ada di dinding kedai.
Iwasaki: Maaf sepertinya waktu saya di sini sudah habis, saya permisi dulu.
Iwasaki menaruh ember yang ia bawa ke atas sebuah meja kemudian bergegas berjalan keluar melewati pintu depan kedai.
Ibunya Luna: Langsung pergi ya, kapan-kapan datang lagi!
Luna: Datang lagi ya Iwasaki!
Iwasaki keluar dari kedai tersebut sambil tergesa-gesa.
Ibunya Luna: Harun, tolong bawa ember-ember itu ke dapur!
Harun: Baik.
Luna dan ibunya pergi ke belakang kedai, salah satu pengunjung kedai terlihat menghampiri Harun dan menepuk pundaknya.
Pengunjung itu: Sepertinya kau kalah menarik, Harun.
Harun: DIAM!!
Â
Di depan Istana Azerot, sebuah bangunan megah berbentuk segitiga yang menjulang kokoh di puncak bukit tengah Kota Odelia, terlihat Iwasaki sedang berlari menuju gerbang istana. Empat penjaga berdiri tegap di depan gerbang istana, tombak mereka bersilang setelah melihat Iwasaki hendak memasuki istana. Dua di antara mereka segera melangkah maju, menatap Iwasaki dengan sorot mata penuh kewaspadaan. Salah satu dari mereka mengangkat tangannya, menghentikan laju pria itu. Iwasaki pun berbicara dengan salah satu penjaga.
Penjaga: Berhenti!! Ada kepentingan apa Anda datang kemari?
Iwasaki: Saya ingin menemui Baginda Ratu. Ini surat yang saya terima dari Baginda.
Iwasaki tidak menunjukkan tanda-tanda gentar. Dengan gerakan tegas, ia mengeluarkan sebuah surat berbentuk gulungan kertas dari balik jubahnya. Ia lalu menyerahkannya kepada salah satu penjaga. Mata sang penjaga menyipit curiga, namun ketika ia membuka dan membaca isi surat itu, ekspresi kaget segera menyelimuti wajahnya. Ia kemudian buru-buru membalikkan badan dan bergegas masuk ke dalam istana sambil membawa surat yang diberikan oleh Iwasaki.
Salah satu penjaga yang tersisa terlihat sedang mengamati Iwasaki dengan seksama, matanya tak lepas dari Iwasaki, mengamati setiap gerak-geriknya dengan teliti. Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar dari dalam. Penjaga yang sebelumnya masuk ke dalam istana kembali dengan napas sedikit tersengal, lalu memberi isyarat kepada rekan-rekannya. Gerbang istana pun dibuka.
Penjaga: Kau boleh masuk. Yang Mulia sudah menunggumu.
Iwasaki masuk ke dalam Istana. Ia diawasi dan diarahkan oleh dua orang penjaga ke ruang singgasana melewati sebuah lorong panjang yang diterangi cahaya redup dari lentera-lentera yang berayun lembut. Dinding lorong tersebut dihiasi oleh berbagai macam ornamen dan lukisan yang menggambarkan sejarah panjang Azerot.
Sambil berjalan, Iwasaki melihat beberapa lukisan, salah satunya adalah lukisan seorang raja yang sedang memangku seorang gadis kecil di pangkuannya. Tatapan lembut sang raja dan senyum kecil putri itu tertangkap dalam sapuan kuas yang penuh emosi, membuat lukisan itu tampak begitu hidup.
Setelah melewati lorong yang seolah tiada akhir, mereka tiba di ruang singgasana. Ruangan itu membentang luas dengan pilar-pilar yang menjulang tinggi. Di ujungnya, di atas singgasana megah yang berhiaskan batu permata, duduklah seorang wanita. Wanita itu adalah Ratu Azerot. Cahaya temaram lilin menciptakan bayangan di wajahnya, menambah aura keanggunan sekaligus ketegasan yang terpancar dari sorot matanya. Mahkotanya berkilau di bawah cahaya, sementara jubah kerajaan membalut tubuhnya dengan wibawa yang tak terbantahkan.
Iwasaki dan para penjaga yang mengantarnya berhenti di hadapan wanita tersebut.
Ratu Azerot: Penjaga, kalian boleh pergi.
Penjaga (serentak): Baik Yang Mulia!!
Para penjaga membungkuk hormat, lalu berbalik dan melangkah keluar ruangan, menutup pintu besar ruang singgasana di belakang mereka. Pintu besar itu tertutup dengan bunyi menggelegar. Kini, hanya ada dua orang di ruangan itu. Iwasaki dan sang ratu. Keheningan menekan udara, seolah menanti siapa yang akan berbicara terlebih dulu.
Iwasaki: Ruangan kosong seperti ini bukannya sangat tidak menguntungkan Anda. Apakah Yang Mulia tidak takut apabila terjadi suatu kejadian yang tidak diinginkan?
Ratu Azerot: Tidak sedikit pun.
Tiba-tiba, udara di sekitar Iwasaki terasa bergetar. Sebuah kilatan emas melintas di sudut matanya, dan sebelum ia sempat bereaksi, tiga tombak bercahaya telah melayang di belakangnya, mengancamnya dengan ujung-ujung tajam yang berkilauan. Tombak-tombak tersebut bukanlah tombak biasa melainkan tombak yang dibuat menggunakan manifestasi sihir Link. Mereka bergetar halus karena siap untuk menerjang dan menembus Iwasaki kapan saja.Â
Iwasaki: Ternyata benar. Berbeda dengan para Lizarman, pemimpin kerajaan Azerot memanglah sangat kuat.
Ratu Azerot: Tuan Iwasaki, Manusia yang berhasil menyatukan tiga suku, menghentikan pemberontakan Lizarman, dan mendapatkan julukan cakar perak.... Kau bahkan berhasil menggagalkan aksi pencurian di hari pertama kau datang kemari.
Iwasaki: Bagaimana Anda bisa tau?
Ratu Azerot: Kedatanganmu di sini sudah diawasi sejak kamu menginjakkan kaki di kota ini, surat yang kamu bawa tadi telah dipasang sihir Link untuk mencatat segala kejadian di sekitarmu selama kamu berada di kota ini.
Iwasaki: ....
Ratu Azerot: Ngomong-ngomong apakah kamu sudah mengetahui apa tujuanmu dipanggil kemari?
Iwasaki: Tidak sama sekali.
Ratu Azerot: Aku ingin kamu bekerja kepada kerajaan Azerot.
Iwasaki: Bagaimana kalau saya menolak?
Ratu Azerot: Bukankah kamu tidak memiliki pilihan lain.... Biar kutebak para kepala suku memperbolehkan kamu datang kemari asalkan kamu bersedia menjadi mata-mata bukan?
Iwasaki: (Dia..Dia bahkan sudah tau misiku dari awal.)
Ratu Azerot: Para Lizarman semestinya tidak tertarik dengan urusan kami, tentu pasti ada sesuatu yang ingin kau cari di kerajaan ini.
Iwasaki hanya bisa terdiam. Ia tidak dapat berkata-kata karena semua yang dikatakan Ratu Azerot adalah kebenaran yang tidak dapat dipungkiri olehnya.
Ratu Azerot: Tenang saja kami tidak berniat menjadikanmu mata-mata ganda.
Iwasaki: Apa maksud dan tujuan Anda? Mengapa Anda tidak memilih salah satu kesatria terbaik Anda saja?
Ratu Azerot: Karena ada pihak yang selalu mempengaruhi rakyatku selama ini untuk menentang keputusan kami. Sedangkan untuk maksud dan tujuan kami, kamu tidak perlu tahu.
Iwasaki: Sekecil itukah harapan kerajaan ini hingga sang ratu menyuruh orang asing bekerja kepadanya?
Ratu Azerot: Aku tidak tahu orang seperti apa kamu tapi nyawa para Lizarman juga sedang dalam bahaya.
Iwasaki: Kau..kau sedang mengancamku ya?
Ratu Azerot: Tidak sama sekali.
Iwasaki terdiam, tenggorokannya terasa tercekat. Kata-kata yang diucapkan Ratu Azerot menggema di kepalanya. Tak ada celah untuk menyangkal, tak ada ruang untuk menghindar. Matanya sedikit meredup, rahangnya mengatup rapat. Ia ingin melawan, tetapi tidak yakin kalau dirinya akan menang. Pada akhirnya, dengan berat hati, ia menghela napas panjang dan menundukkan kepala. Tak ada pilihan lain. Mau tak mau, ia harus mengikuti kemauan Ratu Azerot.
Iwasaki: Baik, akan saya lakukan.
Ratu Azerot: Pilihan yang bagus, sekarang beristirahatlah sejenak, kau sudah menempuh perjalanan jauh. Untuk tempat tinggalmu sudah kami siapkan. Besok akan ada orang yang datang menemuimu.
Â
Part 2
Â
=Odelia, Azerot=
Keesokan harinya di sebuah kamar yang berdinding dan beralaskan kayu, terlihat Iwasaki terbaring gelisah di atas tempat tidur. Napasnya memburu, dahinya basah oleh keringat yang mengalir deras, membasahi bantal di bawah kepalanya. Tubuhnya bergerak tak menentu, seakan terperangkap dalam jeratan mimpi yang mencekiknya tanpa ampun.
Â
Di dalam mimpinya Iwasaki:
Seorang anak perempuan yang pernah dilamunkan Iwasaki muncul di depan Iwasaki. Kepala dan lengannya penuh dengan perban meski begitu ia tetap terlihat tersenyum.
Anak perempuan itu: Kakak janji akan pulang lebih awal kan?
Mimpi itu kemudian berubah. Bayangan sang gadis memudar, digantikan oleh sosok pria berambut hijau yang mengenakan tudung yang ia robek bagian dalamnya. Ia berdiri di sebuah pijakan yang tinggi, angkuh dan penuh wibawa. Sorot matanya tajam, seakan memandang rendah orang-orang di depannya termasuk Iwasaki.
Pria itu: Kalian semua hanyalah sampah!
Tiba-tiba, mimpinya berubah lagi. Kini, dihadapannya, seorang kepala suku Lizarman berlutut ke tanah di hadapan Iwasaki seolah baru saja dikalahkan oleh seseorang. Namun ia berlutut bukan karena kepasrahan melainkan karena ketidakrelaan. Ekspresi marah terlihat jelas di wajahnya. Sorot matanya membara, dipenuhi amarah dan harga diri yang terluka.Â
Lizarman itu: JIKA KAU MENGERTI RASANYA DIBUANG LALU KENAPA KAU MENENTANG KAMI HAH?!
Â
Iwasaki terbangun dengan napas tersengal. Wajahnya kaget seperti baru melihat malaikat maut. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, membasahi leher dan punggungnya.
Iwasaki: (AAH!)....
Iwasaki duduk sejenak di atas ranjang, nafasnya terengah-engah, mencoba menenangkan diri.
Iwasaki: (Dimana aku?)
Iwasaki memperhatikan sejenak ruangan dimana ia berada sambil mengingat-ingat kejadian di malam sebelumnya. Perlahan, ingatannya mulai kembali.
Iwasaki: (oh ya tadi malam)
Â
Flashback started
Langit malam membentang kelam di atas kota Odelia, hanya diterangi cahaya redup dari lentera yang bergelantungan di depan toko-toko yang mulai sepi. Angin malam berembus pelan, membawa aroma rempah dan kayu bakar dari kedai-kedai yang masih bertahan. Iwasaki berjalan di samping seorang prajurit Azerot menyusuri pusat kota. Mereka berjalan melewati belasan toko dan kedai. Terlihat sedikit orang yang lalu lalang pada waktu itu.
Iwasaki: Apakah tamu diharuskan menginap di tengah kota seperti ini?
Prajurit: Tidak, ini permintaan Baginda Ratu sendiri. Baru pertama kali ini Yang Mulia memilih sendiri penginapan untuk tempat menginap tamunya.
Si prajurit dan Iwasaki terus melangkah, menyusuri kota yang terasa semakin sunyi. Setelah beberapa saat, langkah mereka berhenti di depan sebuah kedai.
Prajurit: Untuk sementara waktu, Anda akan tinggal di sini.
Prajurit itu mengangkat tangannya, menunjuk ke arah kedai di depannya.
Iwasaki: (Loh ini kan..)
Kedai yang ditunjuk si prajurit memiliki papan kayu yang bertuliskan 'Kedai & Penginapan Bulan Sabit'. Si prajurit dan Iwasaki kemudian masuk ke dalam kedai. Di dalamnya hanya ada Luna yang tampak sibuk membersihkan meja-meja di kedai tersebut.
Luna: Maaf kami sudah tutup datang lagi be.... Iwasaki?!
Luna tampak kaget dengan keberadaannya Iwasaki di kedai tersebut mengingat hari sudah malam dan kebanyakan orang sudah pulang ke rumahnya masing-masing.
Iwasaki: Hi Luna!
Prajurit: Maaf bisa saya berbicara dengan pemilik tempat ini?
Luna: Sebentar ya!
Luna berjalan memasuki dapur. Beberapa saat kemudian ibunya Luna keluar dari dapur diikuti dengan Luna yang berdiri di belakangnya dengan raut wajah penasaran.
Ibunya Luna: Saya pemiliknya, ada keperluan apa prajurit kerajaan datang malam-malam seperti ini?
Prajurit: Mohon maaf mengganggu waktunya nyonya, Baginda Ratu memiliki pesan khusus untuk Anda.
Si prajurit menyerahkan sebuah gulungan kertas ke ibunya Luna. Ibunya Luna membaca isi dari kertas tersebut.
Ibunya Luna: Di sini tertulis bahwa kerajaan menunjuk penginapan ini sebagai tempat menginap sementara tuan Iwasaki.
Prajurit: Benar nyonya.
Ibunya Luna membaca isi dari kertas tersebut yang tersisa. Setelah membaca surat tersebut, wanita itu terlihat tersenyum.
Ibunya Luna: Haah Yang Mulia putri.... baik kami bersedia, sungguh kehormatan bagi kami ditunjuk oleh Yang Mulia.
Prajurit: Jadi berapa biaya yang diperlukan?
Ibunya Luna: Gratis.
Prajurit: Baik akan saya samp.... Eh?
Prajurit itu tampak kaget.
Ibunya Luna: Tuan Iwasaki adalah kenalan kami dan kami tidak ingin membebankan keperluan tuan Iwasaki kepada pihak kerajaan. Lagi pula di surat ini tertuliskan untuk diterapkan biaya termurah.
Prajurit: Kalo begitu terimakasih atas kerja sama Anda.
Iwasaki: (Ini kerajaan kere apa ya?)
Ibunya Luna: Tapi sebagai gantinya Iwasaki juga harus bekerja di sini untuk sementara waktu.
Prajurit: Kalo begitu kami tidak masalah.
Iwasaki: Eh?
Prajurit: Bagaimana tuan Iwasaki, apakah Anda keberatan?
Iwasaki: Tidak-.. tidak sama sekali.
Ibunya Luna: Kalo begitu Luna tolong antarkan Iwasaki ke kamarnya!
Luna: Baik bu.
Luna bergerak mendekati tangga.
Luna: Ayo Iwasaki!
Iwasaki: Terimakasih.
Terlihat Iwasaki mengucapkan rasa terimakasih ke ibunya Luna.
Flashback end
Â
Di kamar sebelumnya Iwasaki terlihat sedang memikirkan sesuatu, ia kemudian berdiri dari dalam ranjang, memakai baju. Seekor kadal kecil dengan lincah merayap keluar dari sakunya menuju bahu kanan Iwasaki. Iwasaki mengelusnya dengan jari-jemarinya, kadal itu pun tampak senang. Kadal itu kemudian menyelinap ke lengan baju Iwasaki, bersembunyi di bagian pergelangan tangan kiri Iwasaki. Iwasaki lalu melangkah keluar dari kamar, dan memasuki sebuah lorong penginapan. Tiba-tiba suara seorang pria meminta tolong terdengar menggema dari ujung lorong penginapan. Iwasaki pun bergegas menuju ke sumber suara.
???: Siapapun tolong!!
Suara itu terdengar dari dalam sebuah gudang tua yang terletak di ujung lorong dekat dengan kamarnya Iwasaki. Iwasaki segera menghampiri gudang tersebut dan membukanya dengan hati-hati. Terlihat seseorang tertimpa puluhan barang hingga tidak terlihat satu pun bagian tubuhnya. Sulit untuk mengenal identitas dari orang tersebut karena banyaknya barang-barang yang menimpa wajah dan badan orang itu.
???: Tolong!!
Iwasaki: (Apa yang sedang terjadi di sini?).... Kamu tidak apa-apa kan, bertahanlah!
Tanpa pikir panjang, Iwasaki mulai mengangkat barang-barang yang menimpa orang tersebut satu per satu. Kardus, kain, perkakas, hingga akhirnya, sebuah panci besar yang menutupi seluruh kepala orang tersebut. Tampak wajah orang itu dan ternyata orang itu adalah Harun.
Harun: Loh kau kan.... KAU KAN ORANG YANG BERSAMA LUNA. APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI?!
Iwasaki: Untuk sementara waktu, aku menginap dan bekerja di sini. Kamu Harun temannya Luna kan?
Iwasaki terlihat masih memindahkan barang-barang yang menimpa Harun dengan perlahan
Harun: PERGI KAU, BANTU ORANG LAIN SANA!!
Iwasaki: Oh ya sudah
Iwasaki meletakan kembali panci ke kepala Harun lalu hendak pergi
Harun: OII JANGAN TINGGALKAN AKU SEPERTI INI!!
Iwasaki pun kembali membantu Haru. Tidak lama kemudian Iwasaki berhasil membantu Harun keluar dari timbunan barang. Harun tampak sudah terbebas dan dapat berdiri tanpa masalah.
Iwasaki: Sudah bisa berdiri?
Harun: Iya tapi jangan anggap kau ini sudah menang ya!
Iwasaki: Aku tidak ingat kalo aku ikut suatu kompetisi.
Harun: CIH, meski kau telah membantuku aku tetap tidak akan memperbolehkanmu dekat-dekat dengan Luna.
Iwasaki: Terserah kamu saja lah, aku ada kepentingan yang lebih penting ketimbang mengurus kamu dan Luna. Memangnya apa yang kamu pikir sehingga kamu anggap aku sedang mengincar Luna?
Harun: Wajahnya dan tingkah lakunya.... Ia tidak pernah sebaik itu ke orang asing tau!
Iwasaki: Termasuk kamu?
Harun: ....
Harun tampak kesal.
Iwasaki: Lebih baik kamu urus urusanmu yang lain saja. Lagi pula aku tidak tinggal begitu lama di kota ini kok.
Harun: AAAAH yaudah. Kau sebaiknya tidak membicarakan percakapan ini kepada Luna ya.
Iwasaki: Ya ya. Ngomong-ngomong di kedai kalian apakah ada kamar mandi?
Harun: Ada kamar mandi umum, tempatnya di ujung lorong dekat dengan tangga.
Harun dan Iwasaki terlihat masih berduaan di gudang. Mereka terlihat berdiri saling berhadapan dengan canggung.
Harun: Ada apa? Kenapa kau masih disini?
Iwasaki: Aku rasa ada yang kurang berterimakasih pagi ini.
Harun: Yaudah.... Terimakasih.
Iwasaki: Sama-sama.... Kepala panci.
Harun: Brengsek kau.... Jangan pikir urusan kita sudah selesai ya!
Iwasaki: Tenang saja aku hanya bercanda kok. Kamu ini mudah tersinggung.
Iwasaki pun keluar dari gudang meninggalkan Harun. Ia kemudian bergegas memasuki kamar mandi. Beberapa saat kemudian, Iwasaki keluar dari kamar mandi. Di luar kamar mandi, Iwasaki bertemu dengan Luna.
Luna: Iwasaki, Ibu sedang mencarimu di bawah.
Iwasaki: Baik, aku akan segera ke sana.
Iwasaki kemudian turun ke lantai dasar. Ia melihat isi kedai masih kosong dan hanya ada Ibunya Luna yang terlihat sedang menunggu kedatangan seseorang.
Ibunya Luna: Iwasaki, kamu terlihat cukup bugar pagi hari ini.
Iwasaki: Iya, terimakasih ini semua berkat fasilitas di kedai Anda.
Ibunya Luna: Ohoho, tidak perlu berterima kasih. Kamu sudah siap bekerja pada hari ini?
Iwasaki: Ya, saya siap.
Ibunya Luna: Kalo begitu sebentar ya, duduk dulu!
Iwasaki duduk di sebuah kursi. Ibunya Luna masuk ke dapur mengambil sepiring kari dan semangkuk bubur ayam.
Ibunya Luna: Salah satu menu spesial di kedai kami adalah kari ini, makanlah tapi sebelumnya kamu cicipi dulu bubur ini!
Iwasaki mencicipi sesendok bubur.
Ibunya Luna: Bagaimana?
Iwasaki: Bagaimana mengatakannya ya....
Ibunya Luna: Tidak apa-apa, aku ingin kamu mengkritik bubur ini.
Iwasaki: Menurutku bubur ini terasa tawar, ayamnya belum matang sempurna, dan bubur ini terasa kurang berbumbu.
Ibunya Luna: Menurutmu apa yang bisa ditambahkan untuk membuat bubur ini tambah enak?
Iwasaki: Untuk bubur seukuran ini semestinya membutuhkan 4 atau lebih bawang putih, selain itu bubur ini juga kekurangan rempah seperti lada. Jahe juga bisa di tambahkan untuk membuat bubur ini lebih enak.
Ibunya Luna: Penilaianmu bagus sekali. Bubur itu memang belum pantas disajikan ke pelanggan. Luna lupa memasukkan bahan-bahan yang kamu sebut tadi. Kalo begitu sekarang coba kari ini!
Iwasaki mencicipi sesuap kari, lalu memakannya dengan lahap.
Ibunya Luna: Bagaimana enak?
Iwasaki: Enak, terimakasih atas makanannya.
Ibunya Luna: Bagaimana jika kamu yang bertugas memasak akan aku ajari cara membuatnya.
Iwasaki: Sungguh?
Ibunya Luna menyerahkan sebuah celemek kepada Iwasaki kemudian pergi ke dapur. Iwasaki mengikutinya dari belakang sambil mengenakan celemek yang diberikannya.
Â
Di dapur kedai yang dipenuhi rempah dan peralatan memasak, ibunya Luna tampak dengan sabar mengajari Iwasaki berbagai macam resep yang ada di menu, Iwasaki berulang kali mencoba untuk membuat masakan-masakan yang diajarkannya, tangannya terampil namun penuh kehati-hatian saat mengolah bahan-bahan. Wajahnya serius, keringat mengalir di pelipisnya saat ia terus berusaha menyempurnakan setiap hidangan. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya ia berhasil membuat sepiring kari yang aromanya begitu menggoda, diikuti oleh beberapa masakan lain yang diajarkan oleh ibunya Luna. Ibunya Luna mencicipi masakan Iwasaki kemudian memberikan tanda isyarat jempol yang menunjukkan masakan Iwasaki pantas untuk dijual.
Kedai kemudian dibuka. Pelanggan berdatangan memesan segala macam minuman dan makanan. Iwasaki dan ibunya Luna memasak di dapur, sementara Luna menjadi pelayan, dan Harun mengurus penginapan. Terlihat banyak pelanggan di kedai yang sedang menikmati masakan Iwasaki dan ibunya Luna. Ketika melihat Iwasaki memasak, ibunya Luna menyadari sesuatu di wajahnya Iwasaki.
Ibunya Luna: Kamu terlihat bersemangat sekali. Seperti orang yang baru menemukan kembali keceriaan dalam hidupnya.
Iwasaki: Iya bi, sudah lama sekali saya tidak memasak.
Ibunya Luna: Sudah aku duga kalau kamu punya bakat memasak. Bibi jadi tertolong.
Iwasaki: Sama-sama. Ngomong-ngomong kenapa bibi cepat sekali memperkerjakan orang asing seperti saya?
Ibunya Luna: Luna sudah bercerita apa yang kau lakukan kemarin. Orang baik sepertimu sudah jarang terlihat di Azerot. Sejak kekuasaan raja Yaksin, kebanyakan orang lebih memilih untuk mengerjakan urusan mereka masing-masing dan tidak peduli dengan orang lain.
Iwasaki: Oh, saya kira bibi mempercayakan saya karena saya diamanatkan oleh ratu.
Ibunya Luna: Itu juga salah satu alasan. Bibi sudah kenal Yang Mulia sejak Yang Mulia masih kecil. Dulu kedai ini tidak sebagus yang sekarang. Berkat bantuan dari pihak kerajaan, kedai ini akhirnya bisa bersaing dengan kedai-kedai lain yang dibangun oleh orang luar Azerot.
Iwasaki: Mohon maaf bi, apakah bibi selalu sendirian ketika memasak di dapur?
Ibunya Luna: Iya tetapi bibi tidak keberatan. Selain kamu, hanya bibi yang bisa memasak. Dulu bibi pikir kedai ini bisa kuwariskan kepada Luna, namun hingga kini ia bahkan tidak tahu caranya memasak. Selama ini ia tidak melanjutkan sekolahnya karena ingin sekali membantu ibunya.
Iwasaki: Lalu bagaimana dengan Harun?
Ibunya Luna: Harun itu orang yang pekerja keras meski begitu bibi tidak ingin membebaninya dengan pekerjaan yang banyak. Harun merupakan anak dari teman dekatku. Ia bekerja di sini sejak kedua orang tuanya tiada. Mereka berdua adalah prajurit kebanggaan kerajaan Azerot. Dulu sebelum ditugaskan keluar kerajaan mereka selalu berpesan kepadaku untuk menjaga Harun apabila suatu saat mereka tidak kembali, bibi tidak mengira bahwa suatu saat hal itu akan menjadi kenyataan.
Setelah mendengar perkataan ibunya Luna, Iwasaki terpikirkan sesuatu.
Â
Flashback started
Di tengah kepulan asap dan kobaran api yang masih menyala, seorang wanita dewasa berambut pirang duduk bersimbah darah. Napasnya tersengal, tubuhnya gemetar, namun matanya tetap terbuka, menatap kekacauan di sekelilingnya. Ledakan demi ledakan mengguncang tanah di sekitar sekitarnya, suara tembakan menggema tanpa henti. Di sampingnya, terdapat seorang anak laki-laki sedang menggenggam tangannya sambil menangis.
Wanita itu: Tolong jaga adikmu!
Wanita itu perlahan menutup matanya, sedangkan anak laki-laki di sampingnya terus berteriak berusaha membangunkan wanita tersebut. Meski begitu, pendengarannya mulai sirna sehingga ia tidak dapat mendengar apa yang dikatakan anak laki-laki tersebut. Wanita itu hanya tersenyum tipis, senyum yang samar, lemah, namun penuh dengan kehangatan terakhir yang bisa ia berikan.
Flashback end
Â
Tiba-tiba Luna datang ke dapur.
Luna: Iwasaki, ada seseorang yang mencarimu.
Iwasaki terlihat sungkan meninggalkan dapur.
Ibunya Luna: Tidak apa-apa, pergilah! Aku akan menggantikanmu di dapur.
Iwasaki: Terimakasih bi.
Iwasaki melepaskan celemeknya, melipatnya dengan rapi sebelum meletakkannya di atas meja dapur. Ia menghela napas sejenak, lalu melangkah keluar menuju kedai.
Di sana, pandangannya langsung disambut oleh suasana ramai. Terlihat banyak pelanggan yang mengunjungi kedai pada hari itu. Mereka duduk menyantap makanan sambil mengobrol tentang topik pembicaraannya masing-masing. Namun, di tengah riuhnya kedai, sepasang mata tajam menatapnya.
Seorang pria yang duduk sendirian di meja tengah mengangkat tangannya, memberikan isyarat kepada Iwasaki. Tidak ada senyum di wajahnya, hanya ekspresi yang sulit ditebak. Kursi kosong di seberangnya seolah menantang Iwasaki untuk mendekat. Tanpa ragu, Iwasaki melangkah, mendekati pria tersebut.
Pria itu: Yo!
Iwasaki: Apakah saya mengenal Anda?
Pria itu: Duduklah!
Iwasaki terdiam sejenak kemudian duduk berhadapan dengan pria itu. Pria itu mengeluarkan selembar kertas dan pena dari dalam sakunya kemudian meletakkannya di atas meja.
Pria itu: Umar.... Namaku Umar.
Pria itu berbicara, namun tangannya mulai bergerak di atas selembar kertas, menuliskan sesuatu di atasnya. Meski sedang menulis, tatapannya tak pernah lepas dari mata Iwasaki. Tulisan yang ia tulis tidak seperti tulisan biasanya.
Iwasaki: (Ini-..ini kan huruf Lizarman)
Iwasaki tampak mengerti arti dari tulisan tersebut. Arti dari tulisan tersebut adalah "Namamu?"
Iwasaki: Iwasaki.
Umar: Ah ternyata kamu cukup kenal dengan pedalaman ya. Sungguh menarik bisa bertemu pelayan sepertimu di pagi hari ini.
Umar berbicara sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. Ia menulis "Ratu menyuruhku menemuimu". Umar kemudian menaruh di atas meja sebuah anting-anting yang mirip seperti yang dipakai Ratu Azerot ketika bertemu Iwasaki.
Iwasaki: (Anting-anting ini)... Maaf saya punya pertanyaan.
Umar mengangguk, ia meletakan pena yang ia pakai di atas meja, kepalanya menunjuk ke arah kertas seakan ia menyuruh Iwasaki untuk menuliskan pertanyaannya di atas kertas.
Iwasaki: Apa Anda sudah memesan makanan?
Iwasaki berbicara sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. Ia menulis "Mengapa kita berkomunikasi seperti ini?" Seperti Umar, matanya tidak perlu mengikuti gerakan tangannya untuk bisa menuliskan pertanyaannya.
Umar: Saya sudah memesan, tunggu sebentar lagi, lagi pula sekarang masih ada lalat.
Umar berbicara sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. Ia menulis "Seseorang menguping pembicaraan ini."
Iwasaki: Aku yakin Anda pasti senang dengan pelayanan kami.
Iwasaki berbicara sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. Ia menulis "Aku mengerti apa yang kamu bicarakan."
Umar tersenyum.
Umar: Ini bukan pertama kalinya saya ke sini, saya selalu terpukau dengan pelayanan yang kalian berikan.
Umar berbicara sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. Ia menulis "Lebih baik mencegah apabila itu tidak terjadi."
Iwasaki: Lalu apa makanan yang Anda pesan?
Iwasaki berbicara sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. Ia menulis "Langsung ke intinya saja!"
Umar: Ayam-.. ayam panggang yang besar. Ngomong-ngomong ada panggung di tengah kota baru-baru ini, aku ingin kamu juga ikut melihatnya.
Umar berbicara sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. Ia menulis "Ada penghianat di antara para menteri, ratu ingin menangkapnya."
Iwasaki: Apa menariknya panggung itu?
Iwasaki tidak menuliskan apa-apa.
Umar: Banyak orang bilang isinya tidak menarik tapi jika kamu lihat atraksi utamanya kamu pasti akan terpukau.
Umar berbicara sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. Ia menulis "Orang itu penyebab penyerangan suku Khar". Tiba-tiba Luna datang ke meja itu sambil meletakkan sepiring ayam panggang besar di atas kertas tersebut.
Luna: Satu ayam panggang dengan ukuran spesial,.... Oh, Iwasaki kamu yang memesan ini ya?
Umar: Makanlah bersamaku Iwasaki, tidak mungkin saya bisa menghabiskan ayam panggang sebesar ini.
Iwasaki tersenyum.
Iwasaki: Dengan senang hati.
Â
Â
Part 3
Â
=Odelia, Azerot=
Di tengah keramaian yang ada di kedai itu, seorang wanita misterius berambut oranye duduk di sudut kedai, nyaris tak menarik perhatian. Tudung yang ia kenakan menutupi sebagian besar wajahnya, namun ia tetap dapat mengamati setiap gerakan Iwasaki dan Umar dari kejauhan.Â
Di depannya, semangkuk kari yang masih utuh dengan uap yang perlahan menghilang, menandakan bahwa kari itu sudah lama dibiarkan dingin karena ia tidak menyantapnya satu sendok pun. Ia di sini bukan untuk makan. Ia di sini untuk menunggu.... mengawasi.... dan menilai seseorang.
Wanita Itu: (Apa yang mereka bicarakan? Aku tidak bisa melihat dengan jelas isi kertas yang di bawa oleh orang itu. Apa mungkin aku harus menggunakan potion ini?)
Wanita itu memperlihatkan sebotol ramuan di sakunya.
Wanita Itu: (Tapi jika dia menyadariku bisa gawat, aku harus menunggu waktu yang tepat untuk bergerak.)
Setelah menyantap hidangan bersama Iwasaki, Umar bangkit dari mejanya kemudian melangkah pergi. Sebelum melangkah pergi, ia menekan pundak Iwasaki seakan mengirimkan pesan tak terucapkan, lalu meninggalkan kedai dengan langkah pasti. Tak lama kemudian, Iwasaki terlihat menghampiri Luna, berbisik lirih kepadanya, sebelum akhirnya mereka berdua menyelinap ke dapur dalam percakapan yang mendesak dan penuh kekhawatiran. Setelah melihat keadaan meja yang mulai sepi, si wanita misterius pun perlahan mendekati meja yang tadinya ditempati oleh Umar dan Iwasaki.
Wanita Itu: (Sekarang saatnya!)
Wanita misterius itu berjalan mendekati meja tersebut. Dengan langkah yang hampir tanpa suara, matanya menyapu permukaan meja hingga tertumbuk pada selembar kertas terbalik. Wanita misterius itu mengambil kertas tersebut dan membaliknya untuk melihat apa isinya.
Wanita Itu: (Tic-tac-toe, Apa-apaan ini?)
Kertas yang dipegang wanita itu ternyata hanya berisikan sebuah hasil permainan tic-tac-toe, goresan tanda X dan O di kertas itu seolah mengejeknya. Wanita tersebut dengan kesal meremas kertas tersebut dengan tangannya. Ia segera memeriksa apa yang ada di bawah meja. Di sana, tersisa abu kertas yang terbakar, sisa-sisa misteri yang menuntut jawaban. Wanita tersebut kemudian melihat Iwasaki dan Luna yang keluar dari dapur dan menuju ke penginapan yang berada di lantai dua.
Wanita Itu: (Jika aku tidak bisa mendapatkan informasi dari percakapan tadi. Aku harus mendapatkannya dari orang itu.)
Wanita misterius itu memasukkan kertas yang telah ia remas ke dalam sakunya, lalu dengan langkah senyap ia mengikuti Iwasaki dari kejauhan sambil menutup salah satu matanya. Wanita tersebut sepertinya dapat melihat gerak-gerik Iwasaki dari kejauhan seolah-olah dinding-dinding di kedai tersebut sudah menjadi jendela matanya. Benar saja sebuah mata cahaya muncul di antara dinding-dinding kayu yang lapuk. Mata itu berpindah ke berbagai perabotan kayu dan dinding kayu, menyerap setiap gerak-gerik Iwasaki dengan detail yang menakutkan. Mata itu menyaksikan Iwasaki masuk ke dalam kamarnya kemudian menutup pintu kamarnya dari dalam kamar.
Tanpa membuang waktu, wanita misterius itu segera menghampiri kamar Iwasaki. Ia perlahan meletakkan telinganya di dekat pintu kamar Iwasaki kemudian menjulurkan jarinya untuk menyentuh gagang pintu besi. Namun di saat memegang gagang pintu yang terbuat dari besi tersebut, aliran listrik yang kuat menghentak tubuhnya, membuatnya tersetrum dan terhuyung mundur, tangannya lepas dari gagang pintu itu.
Wanita Itu: AAAARH
Di tengah kekacauan itu, Iwasaki muncul dengan sigap keluar dari kamarnya sambil membawa sebilah machete di tangannya.
Iwasaki: HAAAAAAAH
Dengan cepat, Iwasaki menodongkan machetenya yang sudah dialiri listrik ke leher wanita tersebut.
Wanita Itu: (Dia-..dia sudah tau kalo aku membuntutinya) Link Scythe!
Wanita itu dengan cepat mengeluarkan mantra di tangannya. Dalam sekejap, dua sabit bercahaya muncul di udara, melayang di belakang Iwasaki dan hendak memotong badan Iwasaki menjadi dua bagian. Iwasaki dengan cepat merunduk untuk menghindari serangan mematikan tersebut. Karena serangan itu, wanita itu berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Iwasaki. Tak butuh waktu lama, dua sabit cahaya kembali muncul lagi di belakang Iwasaki. Saat sabit itu hendak mengenai Iwasaki, tiba-tiba Luna keluar dari salah satu kamar dan segera mengarahkan kedua tangannya ke arah Iwasaki.
Luna: Link Shield!
Tiba-tiba sebuah perisai cahaya membentang mengelilingi Iwasaki. Sabit-sabit itu pun malah mengenai perisai cahaya tersebut, menyababkan perisai cahaya tersebut hancur seketika. Berkat perisai cahaya milik Luna, Iwasaki berhasil selamat dari serangan tersebut.
Wanita Itu: (Sial, ini sangat tidak sesuai dengan rencana)
Tanpa pikir panjang, wanita misterius itu melemparkan sebuah bom ke lantai. Bom itu meledak, memuntahkan asap pekat yang menyelimuti ruangan. Asap dari bom tersebut berhasil mengganggu penglihatan dan sistem pernapasan Iwasaki, membuka celah bagi wanita itu untuk melarikan diri.
Iwasaki: UHUK.... UHUK....
Wanita misterius itu pun langsung berlari menuju jendela penginapan sambil mengeluarkan sebotol ramuan dari dalam sakunya kemudian membuka penutupnya dan hendak meminumnya. Kebetulan Harun yang baru saja selesai memperbaiki tembok sedang berjalan ke arah berlawanan wanita itu. Terlihat ia sedang membawa sebuah palu dan beberapa bongkah kayu di tangannya.
Harun: Hei, kalo jalan hati-hati dong!
Luna: HARUN, HENTIKAN WANITA ITU!!
Harun: Baiklah HYAAAAT TERIMA INI!!
Harun melempar palunya ke wanita misterius itu dan berhasil mengenai kepala wanita tersebut. Ramuan yang dibawa wanita itu jatuh kemudian pecah. Tubuh wanita itu jatuh terkapar di lantai.
Wanita Itu: (Aku tidak boleh... ga..gal)
Wanita tersebut perlahan menutup matanya hingga akhirnya ia pingsan, tidak sadarkan diri.
Â
Flashback started
=Tarbath, Azerot=
Pada sore hari di dapur sebuah rumah yang sederhana, seorang wanita berambut oranye terlihat sedang mengiris sayuran dengan penuh konsentrasi. Wanita tersebut adalah wanita yang sama dengan wania yang menguping pembicaraan Iwasaki dan Umar. Celemek yang dikenakan wanita tersebut terlihat sedang ditarik-tarik oleh seseorang.
Wanita Itu: Ada apa sayang?
Seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahun terlihat sedang menarik-narik celemek wanita tersebut sambil tersenyum riang. Wanita itu tampak tidak menghiraukan perilaku anak tersebut.
Anak Itu: Mama, temani Ali main lagi dong mah.
Wanita Itu: Nanti sayang, sekarang mama sedang memasak, tunggu sebentar lagi papa nanti juga akan pulang.
Tiba-tiba terdengar suara seorang pria dari depan rumah.
???: Papa pulang.
Seorang pria masuk ke dalam rumah itu dari pintu depan. Anak kecil tadi langsung berlari keluar dari dapur menghampiri pria tersebut.
Anak Itu: PAPA!
Anak itu memeluk kaki pria tersebut.
Anak Itu: Selamat datang papa.
Pria Itu: Ali dari tadi sudah menunggu papa ya?
Anak Itu: Humph.
Anak tersebut tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
Wanita Itu: Ali sangat senang karena kamu pulang cepat hari ini.
Pria Itu: Hahaha.... Hari ini papa baru saja naik jabatan jadi bisa pulang cepat.
Ali: Papa-papa!.... tadi Ali dan Mama membuat sesuatu yang menakjubkan.
Pria Itu: Oh ya apa itu?
Ali mengambil sebuah kertas dari atas meja kemudian menunjukkannya ke pria tersebut. Terlihat isi kertas tersebut adalah gambar anak kecil itu bersama kedua orang tuanya.
Pria Itu: Wah bagus sekali, tidak kusangka anak papa ternyata bakat menggambar.
Ali: Tadi mama mengajarkan Ali cara mencampur-campur warna. Papa mau lihat?
Pria Itu: Ya pastilah. Tapi sebelumnya kita makan dulu. Papa sudah lapar sekali ini.
Pria itu duduk di kursi yang berada di samping meja makan bersama dengan Ali.
Wanita Itu: Masakan sudah siap. Malam ini kita makan sayur labu, hati goreng dan kentang.
Ali: ASIIK SAYUR LABU!!
Â
Setelah makan malam, meja makan yang dipakai oleh keluarga tersebut sudah kosong. Wanita yang sebelumnya memasak terlihat sedang mencuci piring di dapur sedangkan suaminya tampak sedang melihat anaknya yang tertidur pulas sambil menutup pintu kamar anaknya secara perlahan. Ia kemudian datang menghampiri istrinya yang sedang mencuci piring di dapur.
Pria Itu: Tadi komandan datang menemuiku untuk menyampaikan pesan dari pak menteri
Wanita Itu: Memang apa pesannya?
Pria Itu: Pesan itu menunjuk prajurit teratas untuk langsung bekerja di bawah kementerian.... dan salah satu dari prajurit itu adalah kamu
Wanita itu berhenti mencuci piring
Wanita Itu: Bukankah sudah ku bilang bahwa aku sudah berhenti. Mengapa mereka masih menginginkanku bekerja lagi
Pria Itu: Kemungkinan besar itu karena kemampuan linkmu yang di atas rata-rata. Orang tanpa darah bangsawan jarang memiliki kemampuan sehebat dirimu
Wanita Itu: Meski begitu aku juga punya hak untuk memberhentikan diri dan menjalani kehidupan normal sebagai seorang ibu
Pria Itu: Sudah kuduga kamu akan berkata seperti itu
Pria itu memeluk istrinya dengan erat dari belakang
Pria Itu: Aku senang pada hari itu kamu memutuskan untuk tetap di rumah bersama Ali. Aku tidak ingin sesuatu terjadi kepada kalian berdua. Kalianlah harta yang paling berharga bagiku
Wanita Itu: Tenang saja sampai kapan pun aku dan Ali akan selalu berada di sisimu, aku juga tidak ingin sesuatu terjadi kepadamu dan Ali, aku yakin Ali juga menginginkan hal yang sama
Wanita itu terdiam menatap ke luar jendela dapur.
Wanita Itu: Kamu tahu besok adalah hari ulang tahun Ali kan? Aku ingin kamu berada di sisinya sama seperti hari ini.
Pria Itu: Iya, besok aku akan pulang lebih awal. Mungkin aku akan membawakan kado untuk Ali.
Wanita Itu: Aku yakin apa pun yang kamu bawa, Ali pasti akan menyukainya.
Â
Besoknya di sore hari di rumah yang sama, terlihat wanita tersebut bersama anaknya. keduanya sedang duduk di kursi yang ada di meja makan.
Ali: Mama kapan papa akan datang?
Wanita Itu: Tunggu sebentar ya nak, mungkin papa masih ada keperluan di jalan.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari depan rumah.
Wanita Itu: Ah itu pasti papa.
Ali: PAPA!
Terlihat keceriaan dari wajahnya Ali. Ia segera berlari mendekati pintu depan rumah. Wanita Itu dengan sabar berjalan mendekati pintu itu kemudian membukanya dengan tangan kanannya, namun yang di balik pintu itu bukanlah suaminya melainkan seorang wanita yang merupakan tetangga dari wanita tersebut. Keceriaan dari wajahnya Ali terlihat mulai sirna.
Wanita Itu: Bu Nadia, ada apa datang sore-sore seperti ini?
Tetangganya terlihat membisikkan sesuatu kepada wanita tersebut. Ekspresi kaget muncul seketika dari wajah wanita itu.
Wanita Itu: Tolong jaga Ali sebentar untukku!
Ali: Ma, papa mana?
Wanita Itu: Tunggu di sini sebentar ya Ali!
Wanita itu segera memakai jubah bertudung kemudian menunggangi kuda ke salah satu pos keamanan di ujung kota. Ia melihat pos tersebut sudah terbakar habis. Di sekitarnya terlihat sekumpulan prajurit sedang memeriksa dan mengamankan tempat kejadian dari kerumunan orang-orang yang ingin melihat. Sepintas, terdengar pembicaraan dari orang-orang yang berada di sekitar pos keamanan tersebut.
??? 1: Serangan bandit kah?
??? 2: Tidak, kudengar suku Zur menyerang pos keamanan tanpa alasan.
??? 1: Para kadal itu sampai kapan kita harus tetap seperti ini?
Wanita itu segera turun dari kudanya dan menghampiri seseorang yang terlihat seperti atasan dari para prajurit.
Wanita Itu: Komandan, apakah Komandan melihat Anwar?
Atasan itu hanya terdiam mendengar pertanyaannya Amira. Ia sepertinya tidak tega menyampaikan sebuah berita buruk kepadanya.
Wanita Itu: Dia-.. dia pasti selamat kan?
Komandan: Amira.... sayangnya tidak ada korban yang selamat pada kejadian ini.
Muncul air mata di wajah wanita tersebut. Kedua kakinya seketika ambruk ke tanah. Ia kemudian terlihat menangis tersedu-sedu.
Wanita Itu: Tidak-.. tidak mungkin. Ini pasti tidak benarkan? Tidak-.. tidak mungkin.
Beberapa saat kemudian, di sebuah ruangan militer terlihat wanita sebelumnya duduk sendirian di di antara deretan meja dan kursi yang ada di ruangan tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang prajurit datang sambil membawa sebotol minuman. Ia meletakan minuman itu di atas meja dekat wanita tersebut. Prajurit tersebut kemudian duduk di kursi yang berada di seberang wanita tersebut.
Prajurit Itu: Amira.... Aku turut berduka. Maaf, andai saja aku mengajak Anwar bersamaku....
Amira: Tidak kamu tidak salah, Hassan. Jika aku bisa mengembalikan waktu aku pasti juga akan melakukan hal yang sama.
Hassan bangkit dari meja kemudian hendak keluar dari ruangan tersebut. Terlihat di pintu masuk ruangan, ada prajurit lain yang memanggilnya. Ia sepertinya disuruh keluar dari ruangan itu.
Hassan: Maaf Amira, aku harus pergi. Tapi sebelumnya ada orang yang ingin menemuimu.
Hassan bergegas keluar dari ruangan tersebut. Beberapa saat kemudian, sebuah siluet hitam menyerupai seorang pria masuk ke dalam ruangan.
Flashback end
Â
Terlihat Amira, wanita yang sebelumnya membuntuti Iwasaki sedang duduk tidak sadarkan diri di sebuah kursi yang terletak di tengah ruangan yang redup. Ia berada di suatu ruangan bersama dengan Iwasaki, Umar, dan seorang pria tua yang sedang memegang kepala Amira seperti sedang membaca ingatannya. Tiba-tiba, tanpa peringatan, aliran listrik menyambar dari tubuh Amira disertai dengan kobaran api yang mengamuk di dadanya, menciptakan pemandangan yang menyeramkan. Pria tua yang sebelumnya sedang membaca ingatan Amira segera menyingkirkan tangannya dari Amira.
Pria Tua: Gawat!
Dalam hitungan detik, dari mulut dan hidung Amira mengalir darah, seolah setiap hela nafasnya tercekik dan dadanya tertekan oleh kekuatan yang tak terlihat. Perlahan, listrik dan api yang sempat menggelegar di tubuhnya mulai meredup, meninggalkan keheningan yang mencekam. Dan akhirnya, Amira terbaring tidak bernyawa.
Iwasaki: Apa yang terjadi?
Pria Tua: Segel Budak. Jika seseorang dengan segel ini melanggar perintah atau larangan dari si pembuat segel maka ia akan menerima hukuman. Tapi tidak kusangka hukumannya akan sesadis ini.
Umar: Memberikan segel budak pada bawahannya sendiri, kejam sekali orang ini.
Pria Tua: Dia memanfaatkan mantan prajurit kerajaan sebagai pionnya. Sepertinya orang yang kamu cari mempunyai data-data dari semua prajurit kerajaan.
Umar: Kalo boleh tahu Rudger, siapa sebenarnya wanita ini?
Rudger: Amira Bhagwat, warga kota Tarbath sekaligus mantan Janissary.
Umar: Amira ya, kalo begitu aku tunggu laporan lengkap darimu, Rudger.
Rudger: Baik.
Umar dan Iwasaki berjalan keluar dari ruangan menuju jalanan kota meninggalkan Rudger sendirian. Terlihat hari sudah malam. Iwasaki dan Umar berjalan-jalan di pusat kota yang sepi sambil disinari sinar rembulan.
Umar: Iwasaki sebelumnya aku ingin memberikan sesuatu padamu.
Umar mengeluarkan sebuah lencana dari dalam sakunya. Ia memberikan lencana tersebut kepada Iwasaki. Iwasaki menerima lencana itu kemudian mengamatinya sejenak.
Iwasaki: Apa ini?
Umar: Lencana itu sebagai tanda kalo kamu berada di pihak kami. Kamu bisa tunjukan itu jika kamu disergap oleh bandit atau prajurit kerajaan.
Iwasaki: Akan aku ingatkan lagi bahwa aku melakukan ini bukan untuk kerajaan.
Umar: Aku tahu.
Iwasaki: Terimakasih.
Umar melihat Iwasaki memasukkan lencana itu ke dalam sakunya.
Umar: Tidak masalah jika kau tidak ingin menggunakannya. Setelah urusanmu di sini selesai kamu boleh menyimpan itu sebagai kenang-kenangan.
Iwasaki: .... Umar aku ingin bertanya sesuatu.
Umar: Silakan.
Iwasaki: Jika elemen Link dapat membaca memori dan pikiran orang, kenapa kalian tidak melakukannya kepada para menteri?
Umar: Kami sudah melakukan cara tersebut. Dan para menteri tidak menunjukkan ingatan yang mencurigakan.
Iwasaki: Lalu kenapa kalian mencurigai para menteri sebagai dalangnya?
Umar: Ini bukan pertama kalinya ada menteri yang berkhianat. Menteri pertambangan sebelumnya Abbas Mustafa berkhianat pada kerajaan Azerot pada masa raja Yaksin dan anehnya ia tidak mengingat satu pun memori yang menunjukkan bahwa ia berkhianat kepada kerajaan.
Iwasaki: Apa kalian yakin kalau ini bukan perbuatan orang dari luar kerajaan?
Umar: Adanya campur tangan orang dari luar atau tidak, faktanya relasi orang dalam, dan data-data rahasia kerajaan tidak semestinya dimiliki oleh orang biasa. Juga jika ada orang yang ingin menggulingkan kekuasaan ratu, beberapa menteri pasti juga akan terlibat.
Iwasaki: Mengapa begitu?
Umar: Karena Ratu menolak melenyapkan para Lizarman.
Setelah beberapa menit berjalan di keheningan malam, Iwasaki dan Umar melihat segerombolan prajurit yang berkumpul rapat mengerumuni sesuatu. Iwasaki dan Umar segera menghampiri kerumunan tersebut. Di tengah kerumunan tersebut, pandangan mereka terhenti oleh pemandangan yang menakutkan. Mereka dikejutkan dengan sebuah mayat telanjang dengan berbagai macam pisau yang menancap dalam di tubuhnya.
Iwasaki dan Umar: !!!
Â
Di atap suatu rumah dekat kejadian sebelumnya, tampak siluet seorang prajurit dan siluet hitam yang terlihat seperti di ingatan Amira sedang mendiskusikan sesuatu.
Siluet Prajurit: Khi Khi Khi Khi.
Siluet Hitam: Kau benar-benar tidak bisa menyembunyikan kotoranmu ya.
Siluet Prajurit: Justru inilah yang aku inginkan, melihat jiwa-jiwa yang penakut dan tidak berdaya. Aku suka ekspresi yang mereka buat, bahkan orang yang kamu maksud juga menunjukkan ekspresi yang sama.
Siluet Hitam: Terserah kau saja. Yang penting jangan lupa kau ditugaskan untuk melenyapkan perwakilan Lizarman itu. Lakukan dengan hati-hati, jangan membuat keributan seperti ini lagi.
Siluet Prajurit: Heh, seenaknya saja kamu memerintahku, aku melakukan ini atas perintah nona Alice semata.
Siluet Prajurit itu memegang benda yang terlihat seperti tengkorak.
Siluet Prajurit: Untuk itu lihat saja hasil karyaku nanti.
Â