Sarah merasakan darahnya seolah membeku. Dengan tangan gemetar, ia mengambil note itu dan membacanya berulang kali, berharap ini hanya halusinasi. Tapi tulisan itu tetap ada, menantangnya dengan kata-kata mengerikan.
Ia segera meraih ponselnya, berusaha menghubungi Mike. Nada sambung terdengar, tapi tidak ada jawaban. Sarah mencoba berulang kali, namun hasilnya sama.
"Ini tidak mungkin terjadi," gumam Sarah pada dirinya sendiri, berusaha menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat.
Dengan tangan gemetar, Sarah mencari kontak Dr. Elena Reeves di ponselnya. Ia tahu ini masih sangat pagi, tapi situasinya sudah terlalu mendesak untuk menunggu.
Setelah beberapa kali nada sambung, akhirnya terdengar suara mengantuk di ujung telepon.
"Halo?"
"Dr. Reeves? Ini Sarah Connor dari Dark Whispers. Maaf mengganggu Anda sepagi ini, tapi saya butuh bantuan Anda. Ini darurat," Sarah berusaha menjelaskan dengan cepat.
Terdengar jeda sejenak sebelum Dr. Reeves menjawab, suaranya kini lebih waspada. "Ada apa, Sarah? Apa yang terjadi?"
Sarah menceritakan semua kejadian semalam dengan terbata-bata. Tentang rumah angker, boneka yang bergerak, dan kini hilangnya Mike.
"...dan sekarang saya menemukan note ini. Dr. Reeves, saya takut sesuatu yang buruk terjadi pada Mike," Sarah mengakhiri penjelasannya, suaranya bergetar menahan tangis.
Dr. Reeves terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru saja diterimanya. "Sarah, dengarkan aku baik-baik. Jangan bergerak dari tempatmu sekarang. Kunci semua pintu dan jendela. Aku akan segera ke sana. Mengerti?"
Sarah mengangguk, lalu sadar Dr. Reeves tidak bisa melihatnya. "Ya, saya mengerti."
"Bagus. Tetap di telepon denganku sampai aku tiba," instruksi Dr. Reeves.
Sarah melakukan apa yang diperintahkan. Ia mengunci semua pintu dan jendela, lalu duduk di sofa ruang tamu, ponsel masih menempel di telinganya. Dr. Reeves terus berbicara, berusaha menenangkan Sarah.
Sekitar 30 menit kemudian, terdengar ketukan di pintu apartemen Sarah.
"Dr. Reeves?" Sarah memanggil ragu-ragu.
"Ya, ini aku, Sarah. Buka pintunya," jawab suara dari balik pintu.
Sarah perlahan berjalan ke pintu dan membukanya. Dr. Elena Reeves, seorang wanita paruh baya dengan rambut perak pendek, berdiri di hadapannya. Wajahnya menunjukkan keprihatinan mendalam.
"Masuklah," Sarah mempersilakan.
Dr. Reeves melangkah masuk, matanya dengan cepat menyapu seisi ruangan. "Ceritakan lagi padaku, Sarah. Setiap detail, sekecil apapun."
Sarah kembali menceritakan kejadian semalam, kali ini dengan lebih terperinci. Dr. Reeves mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk atau mengerutkan dahi.
"Ini lebih serius dari yang kukira," ujar Dr. Reeves setelah Sarah selesai bercerita. "Entitas yang kalian temui di rumah angker itu sepertinya sangat kuat dan berbahaya. Kita harus bertindak cepat untuk menemukan Mike."
Sarah merasakan jantungnya berdebar kencang. "Apa yang harus kita lakukan, Dr. Reeves?"
Dr. Reeves berpikir sejenak. "Pertama, kita perlu kembali ke rumah itu. Tapi kali ini, kita harus lebih siap. Aku akan menghubungi beberapa kolegaku yang ahli dalam hal-hal supernatural. Kita butuh bantuan mereka."
"Apakah itu aman?" tanya Sarah ragu-ragu.
"Tidak sepenuhnya," jawab Dr. Reeves jujur. "Tapi ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan Mike. Entitas itu telah memilihnya untuk suatu alasan, dan kita harus mencari tahu apa itu sebelum terlambat."
Sarah mengangguk, merasakan campuran antara ketakutan dan tekad. "Baiklah. Apa yang bisa saya lakukan untuk membantu?"
"Untuk saat ini, cobalah untuk mengingat setiap detail dari pengalaman kalian di rumah itu. Setiap petunjuk bisa jadi sangat berharga," kata Dr. Reeves sambil mengeluarkan sebuah buku catatan dari tasnya. "Aku akan mulai menghubungi orang-orang yang kita butuhkan. Kita akan berkumpul di sini nanti sore untuk menyusun rencana."
Saat Dr. Reeves sibuk dengan teleponnya, Sarah duduk di sofa, memejamkan mata dan berusaha mengingat setiap detail dari malam yang mengerikan itu. Ia tahu bahwa nasib Mike bergantung pada apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Dengan tekad yang kuat, Sarah bertekad untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk menyelamatkan rekannya, bahkan jika itu berarti harus kembali menghadapi teror supernatural yang telah menghantuinya.
Sarah tersentak dari lamunannya ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal muncul di layar:
"Jika kau ingin melihat Mike lagi, kembalilah ke rumah itu. Sendirian. Malam ini."
Jantung Sarah berdegup kencang. Ia melirik Dr. Reeves yang masih sibuk menelepon. Haruskah ia memberitahunya? Tapi bagaimana jika itu membahayakan Mike?
Dengan tangan gemetar, Sarah membalas: "Siapa ini? Apa yang kau inginkan?"
Beberapa detik kemudian, balasan datang: "Kau tahu siapa aku. Datang sendirian, atau Mike mati."
Sarah menelan ludah. Ia tahu ini mungkin jebakan, tapi ia tidak bisa mengambil risiko. Mike adalah sahabatnya.
"Baiklah," ketiknya. "Aku akan datang."
Dr. Reeves akhirnya selesai menelepon. "Sarah, aku sudah menghubungi beberapa ahli. Mereka akan tiba besok pagi. Kita akan menyusun rencana..."
Sarah memaksakan sebuah senyum. "Itu bagus, Dr. Reeves. Um, saya rasa saya butuh istirahat sebentar. Boleh saya pulang dulu?"
Dr. Reeves mengerutkan kening. "Tentu, tapi berhati-hatilah. Jangan pergi ke mana-mana sendirian."
"Pasti," Sarah berbohong, merasa bersalah.
Begitu keluar dari kantor Dr. Reeves, Sarah bergegas menuju rumah angker itu. Langit mulai menggelap, dan angin dingin bertiup kencang seolah memperingatkannya.
Setibanya di depan rumah tua itu, Sarah merasakan ketakutan yang luar biasa. Namun, bayangan Mike membuatnya memberanikan diri. Dengan tangan gemetar, ia mendorong pintu yang berderit terbuka.
"Aku di sini!" serunya ke dalam kegelapan. "Di mana Mike?"
Tiba-tiba, pintu di belakangnya menutup dengan keras. Sarah berbalik, mencoba membukanya, tapi sia-sia. Ia terjebak.
Suara tawa mengerikan bergema dari dalam rumah. "Selamat datang kembali, Sarah," bisik suara itu. "Kau sangat berani... dan sangat bodoh."
Sarah merasakan kehadiran sesuatu di belakangnya. Perlahan, ia berbalik...
Sarah berbalik perlahan, jantungnya berdegup kencang. Di hadapannya, sosok gelap menjulang tinggi. Cahaya remang-remang dari jendela kotor menyinari sebagian wajahnya yang terdistorsi - setengah manusia, setengah sesuatu yang lain. Matanya berkilat merah dalam kegelapan.
"Kau..." Sarah tergagap, suaranya bergetar. "Kau bukan manusia."
Makhluk itu menyeringai, memamerkan deretan gigi tajam. "Pintar sekali, Sarah. Memang bukan. Aku adalah penjaga rumah ini, dan kau telah mengganggu kami terlalu lama."
Sarah mundur perlahan, mencari jalan keluar. "Di-di mana Mike? Apa yang kau lakukan padanya?"
Makhluk itu tertawa, suaranya bergema di dinding-dinding tua. "Mike? Oh, dia baik-baik saja. Untuk saat ini. Tapi kaulah yang harus khawatir sekarang."
Tiba-tiba, suara-suara bisikan mulai terdengar dari segala arah. Bayangan-bayangan bergerak di sudut-sudut ruangan. Sarah menyadari mereka tidak sendirian.
"Apa yang kalian inginkan?" tanya Sarah, suaranya gemetar.
Makhluk itu melangkah maju. "Kami ingin kau bergabung dengan kami, Sarah. Selamanya."
Saat itulah Sarah melihat sekilas sosok Mike di lantai atas, terikat dan ketakutan. Ia harus menyelamatkannya, tapi bagaimana?