Chereads / Rumah tua angker / Chapter 4 - bab 4

Chapter 4 - bab 4

Dan di dalam, makhluk-makhluk terkutuk itu berbisik dalam kegelapan, merindukan kehadiran baru untuk menambah kekuatan mereka. Mereka merasakan getaran dari kehadiran Sarah dan Mike, dan itu membuat mereka semakin lapar.

Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya mereka mencapai kota kecil yang terpencil. Lampu-lampu jalan berkelap-kelip, memberikan sedikit rasa aman di tengah malam yang kelam. Mike dan Sarah melangkah ke sebuah toko kelontong yang masih buka.

"Selamat malam," sapa pemilik toko, seorang pria paruh baya dengan tatapan ramah. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Kami butuh beberapa perlengkapan," jawab Sarah. "Senjata, mungkin? Dan beberapa bahan lain."

Pria itu mengangguk, menunjukkan ke bagian belakang toko di mana ada beberapa alat pertanian dan alat-alat lain. "Kami tidak punya banyak senjata, tapi ada beberapa alat yang bisa dipakai."

Mereka mulai memilih beberapa barang: sekop, kapak, dan beberapa botol bahan kimia yang bisa digunakan untuk menciptakan perlindungan. Sarah juga mengambil beberapa ramuan herbal yang bisa membantu menguatkan energi mereka.

"Berapa totalnya?" tanya Mike setelah mereka selesai mengumpulkan barang-barang yang diperlukan.

Setelah menghitung, pemilik toko memberi harga yang wajar. Mike mengeluarkan uang dari sakunya dan membayar, merasa bersyukur bahwa mereka memiliki cukup untuk membeli semua yang mereka butuhkan.

"Saya harap kalian hati-hati," kata pria itu saat mereka siap pergi. "Ada cerita aneh tentang hutan itu. Banyak yang hilang di sana."

Sarah menatap Mike, dan mereka tahu bahwa cerita itu tidak hanya sekadar rumor. "Kami akan berhati-hati," janji Sarah, dan mereka melangkah keluar dari toko.

Setelah memastikan bahwa tidak ada yang mengawasi, mereka menemukan tempat yang sepi di belakang toko untuk beristirahat sejenak. "Kita perlu merencanakan langkah kita selanjutnya," kata Sarah sambil mengeluarkan barang-barang yang mereka beli.

Mereka duduk di bangku kayu, merencanakan strategi. Sarah mulai menggambar simbol-simbol pelindung di tanah, menjelaskan kepada Mike tentang cara menjalankan ritual untuk melindungi diri mereka sebelum masuk kembali ke rumah itu.

Setelah berjam-jam mempersiapkan diri, mereka merasa siap untuk menghadapi tantangan berikutnya. Namun, sebelum mereka berangkat, Sarah merasa ada sesuatu yang tidak beres. "Mike, kau merasa itu juga?" tanyanya dengan nada waspada.

Mike mengangguk, merasakan getaran aneh di udara. "Sepertinya ada yang mengawasi kita."

Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki mendekat. Dalam sekejap, dua sosok muncul dari kegelapan, wajah mereka tersembunyi di balik bayangan.

"Siapa kalian?" tanya Mike, bersiap dengan kapak yang dipegangnya.

Sosok-sosok itu tertawa, suara mereka dingin dan menakutkan. "Kami datang untuk mengingatkan kalian," salah satu dari mereka berkata dengan nada mengancam. "Hutan itu bukan tempat untuk kalian. Kembali saja sebelum terlambat."

Sarah dan Mike saling berpandangan, mengetahui bahwa ancaman itu nyata. "Kami tidak takut," jawab Sarah dengan tegas. "Kami akan menghentikan kutukan itu."

Sosok-sosok itu tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Kalian tidak tahu apa yang kalian hadapi. Semua yang masuk ke rumah itu tidak pernah kembali. Dan kami akan memastikan kalian tidak akan kembali."

Dengan itu, mereka melangkah mundur, melarikan diri ke dalam bayang-bayang malam. Sarah dan Mike merasa jantung mereka berdegup kencang, tetapi mereka juga merasa lebih bertekad untuk melanjutkan misi mereka.

"Apapun yang terjadi, kita harus pergi ke rumah itu sekarang," kata Mike, menatap penuh semangat.

Sarah mengangguk, menguatkan tekadnya. "Ya, kita tidak bisa mundur. Kita akan menghentikannya, bersama-sama."

Dengan langkah mantap, mereka menuju kembali ke hutan, siap menghadapi apa pun yang menunggu mereka di dalam rumah terkutuk itu.

Saat Mike dan Sarah memasuki hutan, suasana berubah menjadi lebih mencekam. Pepohonan yang menjulang tinggi seolah menutup jalan, menciptakan bayangan panjang yang menakutkan. Suara-suara malam—desir angin, suara binatang liar, dan suara tak dikenal—membuat jantung mereka berdegup semakin cepat.

"Mari kita tetap dekat," kata Sarah, suaranya bergetar. "Kita tidak tahu apa yang bisa terjadi di sini."

Mike mengangguk, menggenggam erat kapak yang ia bawa. Mereka melangkah perlahan, berusaha tidak membuat suara. Setiap langkah terasa berat, seperti ada sesuatu yang mengawasi mereka dari dalam kegelapan.

Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya mereka melihat siluet rumah tua itu muncul di antara pepohonan. Rumah itu terlihat lebih besar dan lebih menakutkan dari yang mereka ingat. Jendela-jendela hitamnya menatap mereka seolah sedang menunggu.

"Kita sudah sampai," kata Mike, berusaha menenangkan diri. "Kita harus segera masuk dan menemukan artefak itu."

Sarah mengangguk, meskipun wajahnya tampak tegang. "Ingat, kita harus tetap fokus. Jangan biarkan ketakutan menguasai kita."

Mereka mengambil napas dalam-dalam dan melangkah ke arah pintu depan. Sarah merogoh tasnya dan mengeluarkan beberapa ramuan yang telah ia siapkan. "Aku akan membuat lingkaran perlindungan di depan pintu. Ini akan melindungi kita dari makhluk-makhluk yang ada di dalam."

Sambil Sarah menyiapkan ramuan, Mike mengawasi sekeliling, merasakan bahwa sesuatu yang buruk sedang mengintai mereka. Setelah selesai, Sarah melangkah ke depan dan melukiskan simbol-simbol pelindung di tanah. Sebuah cahaya lembut muncul, menyelimuti mereka dalam kehangatan.

"Mari kita masuk," kata Mike, berusaha menegaskan keberanian. Mereka membuka pintu dan melangkah ke dalam rumah. Suara pintu berderit menambah kesan angker.

Di dalam, suasana semakin mencekam. Udara terasa dingin, dan debu tebal menutupi semua permukaan. Mereka bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak terlihat, mengintai di balik bayangan.

"Artefaknya harus ada di sini," kata Sarah, suaranya bergetar. "Kita perlu menemukan ruang bawah tanah."

Mereka mulai menjelajahi lantai pertama, memeriksa setiap ruangan. Di salah satu ruangan, mereka menemukan dinding yang dipenuhi dengan simbol-simbol aneh dan gambar-gambar ritual. Sarah merasa terhubung dengan simbol-simbol itu, tetapi juga merasakan getaran negatif yang kuat.

"Wah, ini aneh," kata Mike sambil mengamati dinding. "Sepertinya ada sesuatu yang lebih besar di sini."

Sarah menyentuh simbol-simbol itu, merasakan aliran energi. "Aku bisa merasakan kekuatan kutukan ini. Kita harus cepat sebelum makhluk-makhluk itu menyadari kita di sini."

Setelah beberapa lama mencari, mereka menemukan sebuah pintu kecil yang mengarah ke ruang bawah tanah. Mike mendorong pintu itu, dan suara berdecit keras memenuhi ruangan. Mereka berdua melangkah masuk, dan suasana menjadi lebih gelap dan lebih dingin.

Di dalam ruang bawah tanah, mereka menemukan banyak benda kuno, tetapi satu benda menarik perhatian mereka: sebuah patung kecil yang terbuat dari batu hitam, dikelilingi oleh lilin-lilin yang sudah padam.

"Itu dia," bisik Sarah, mendekati patung itu. "Itu pasti artefak yang kita cari."

Namun, saat Sarah mengulurkan tangan untuk mengambilnya, tiba-tiba suasana berubah. Angin kencang berhembus, lilin-lilin menyala kembali, dan suara bisikan mengisi udara.

"Kau tidak seharusnya ada di sini," suara itu menggema, membuat tubuh mereka bergetar.

Mike dan Sarah saling menggenggam tangan, merasakan ketakutan menyelimuti mereka. "Kita harus menghancurkannya!" teriak Mike, berusaha tetap tenang.

Sarah mengangguk, dan mereka bersiap untuk melakukan ritual perlindungan sambil berusaha menghancurkan artefak itu. "Bantu aku, Mike! Kita harus melakukannya bersama."

Mereka mulai mengucapkan mantra yang telah dipersiapkan, mencoba mengeluarkan semua energi positif yang mereka miliki. Dalam sekejap, cahaya terang muncul, dan patung itu mulai bergetar.

"Jangan berhenti!" teriak Sarah.