Chereads / saat cinta berakhir dalam darah / Chapter 5 - bab 6 : malam yang mengganggu

Chapter 5 - bab 6 : malam yang mengganggu

Alesya terlelap di kamar tamu, tubuhnya lemah dan wajahnya pucat. Meski tidur, pikirannya masih dihantui kejadian sebelumnya. Suara tangisnya yang tertahan kadang terdengar di sela napasnya.

Di kamar lain, Dava sedang berbaring, mencoba memejamkan mata, tetapi firasat buruk mengusik ketenangannya. Dia membuka matanya, menatap langit-langit, mendengarkan keheningan rumah yang terasa terlalu sunyi.

---

Adegan: Penyusup masuk

Toni, pria bertubuh besar dengan mata tajam, memimpin dua anak buahnya menyelinap masuk ke kamar tamu. Gerakan mereka cepat dan tenang seperti bayangan. Toni memberi isyarat kepada salah satu anak buahnya untuk mendekati Alesya.

Toni: (berbisik tegas)

"Lakukan cepat. Jangan buang waktu."

Salah satu pria itu mengeluarkan kain yang sudah dibasahi obat bius, mendekatkan kain itu ke wajah Alesya. Namun, tiba-tiba Alesya menggerakkan tangannya, menggumamkan sesuatu dalam tidurnya. Mereka terdiam, menahan napas, memastikan dia tidak terbangun.

Toni: (marah, masih berbisik)

"Jangan ragu! Cepat!"

Ketika pria itu hampir menutup mulut Alesya dengan kain, lantai kayu di kamar itu berderit pelan.

---

Adegan: Dava merasakan sesuatu

Di kamar lain, Dava membuka matanya, mendengar suara aneh. Ia duduk perlahan, memfokuskan telinganya.

Dava: (berbisik pada dirinya sendiri)

"Itu... dari kamar tamu?"

Dia segera bangkit, melangkah pelan keluar dari kamarnya. Tubuhnya tegang, dan firasat buruk semakin menguat seiring ia melangkah mendekati kamar tempat Alesya menginap.

---

Adegan: Konfrontasi di kamar tamu

Toni dan anak buahnya mulai mengangkat tubuh Alesya yang setengah sadar karena obat bius. Mereka hendak melangkah keluar kamar ketika Dava muncul di ambang pintu, matanya menatap tajam ke arah mereka.

Dava: (mengeraskan suaranya, penuh kemarahan)

"Siapa kalian?! Apa yang kalian lakukan?!"

Toni dan anak buahnya terkejut. Salah satu pria mencoba bergerak menyerang Dava, tetapi Dava dengan cepat menepis tangannya.

Toni: (dengan geram, memerintah anak buahnya)

"Singkirkan dia!"

Dava tidak mundur. Dengan sigap, ia menghindari pukulan pertama, lalu balas memukul pria itu hingga tersungkur. Anak buah lainnya mencoba menyerangnya dari belakang, tetapi Dava dengan cepat meraih vas bunga di meja dan menghantamkannya ke kepala pria tersebut.

Dava: (berteriak, memanggil orang tuanya)

"Mama! Papa! Cepat ke sini!"

---

Adegan: Clara dan suaminya muncul

Clara, ibu Dava, muncul dari kamar bersama suaminya. Clara memegang tongkat pel, sementara suaminya membawa tongkat golf. Wajah mereka panik, tetapi mereka segera bergabung dengan Dava di lorong.

Clara: (berteriak penuh keberanian)

"Lepaskan Alesya sekarang juga, atau kami telepon polisi!"

Toni menyadari situasi tidak menguntungkan. Ia memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mundur, tetapi sebelum pergi, ia menatap Clara dan Dava dengan tajam.

Toni: (menggeram, mengancam)

"Kalian belum menang. Kami akan kembali!"

Toni dan anak buahnya segera melarikan diri. Clara dan suaminya langsung berlari menghampiri Alesya, yang masih terkulai lemah di lantai.

---

Adegan: Setelah kejadian

Clara memeluk Alesya erat, menenangkan gadis yang gemetar ketakutan.

Clara: (dengan suara lembut, penuh kasih sayang)

"Kamu aman sekarang, sayang. Tidak ada yang akan menyakitimu lagi."

Dava duduk di sebelah Alesya, menggenggam tangannya. Wajahnya penuh rasa bersalah dan tekad.

Dava: (berbisik pelan, penuh emosi)

"Aku janji, nggak akan ada yang berani menyentuhmu lagi. Aku akan melindungimu."

Alesya menangis dalam pelukan Clara, air matanya bercampur antara ketakutan dan kelegaan. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada yang benar-benar peduli padanya.

Alesya duduk di sofa, masih gemetar. Clara membungkus tubuhnya dengan selimut, sementara Dava duduk di sebelahnya, wajahnya penuh kekhawatiran.

Dava: (menatap Alesya dengan serius)

"Kamu nggak apa-apa, kan? Aku nggak akan biarkan mereka menyentuh kamu lagi."

Alesya hanya mengangguk pelan, air matanya mengalir tanpa suara. Malam itu meninggalkan luka baru di hatinya, tetapi juga menegaskan bahwa Dava dan keluarganya adalah tempat yang aman baginya—untuk sementara.

"Ayah.. Salah alesya apa?!"

Alesa zeartha