Chereads / THE TREE OF KALPATARU / Chapter 16 - FAKTA YANG SEMAKIN JELAS II

Chapter 16 - FAKTA YANG SEMAKIN JELAS II

Act 1 : Terbang

Kembali ke mojokerto, kota yang terkenal dengan keindahan candinya, menjadi saksi bisu kejadian misterius di Candi Minak Cinggo. Para petugas yang merasakan gempa kecil di seluruh bagian candi menjadi panik, meninggalkan jejak kekhawatiran di wajah mereka.

Dan didalam pusat candi, Yuanyun dan Rendi tertegun melihat Maya yang diselimuti cahaya emas. Mata mereka terbuka lebar, seolah-olah menatap ke dalam jiwa. Guncangan kuat mengguncang seluruh candi, patung-patung bergetar, dan suara gemuruh menggema, membuat hati mereka berdebar.

Cahaya emas yang memancar dari tubuh Maya semakin terang, membuat Yuanyun dan Rendi terpesona. Mereka berusaha mendekati Maya, tapi terlalu berbahaya. Guncangan semakin kuat, membuat mereka hampir terjatuh. Debu dan pasir beterbangan, menutupi pandangan.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti jam, guncangan akhirnya berhenti. Cahaya emas memudar, dan Maya berdiri tenang. Wajahnya kembali normal, tapi matanya masih terlihat dalam. Yuanyun dan Rendi, lega melihat Maya telah kembali normal.

"Kita harus keluar dari sini, sekarang! Sebelum ada yang melihat kita." ucap Yuanyun yang tergesa gesa

"Benar! Ayo, Maya!" jawab Rendi sembari mengajak Maya

Maya mengikuti mereka tanpa kata, langkahnya lembut.

Setelah mereka melangkah keluar dari candi, Maya menarik napas dalam-dalam, seolah-olah melepaskan beban yang telah lama tertahan. Cahaya matahari memancar di wajahnya, membuatnya terlihat lebih tenang.

Maya memandang Yuanyun dan Rendi dengan mata yang berkilauan. "Aku melihatnya," katanya dengan suara lembut. "Ingatan para Mishmar terdahulu, termasuk ingatan Mishmar sebelumku yaitu Minak Jingo. Semua terlihat sangat jelas ketika aku memegang relic itu."

Yuanyun mengangguk dengan tenang, seolah-olah sudah mengetahui apa yang sedang terjadi. Sementara itu, Rendi terlihat khawatir, matanya memperhatikan Maya dengan cermat.

Rendi mendekati Maya, memeriksa kondisinya. "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir.

Maya tersenyum lembut. "Aku baik saja, Ren. Innerji di dalam tubuhku terasa semakin kuat dan hangat. Aku merasakannya!."

Lalu Rendi dan Yuanyun mengajak Maya berjalan menuju tempat yang sepi, terletak di balik semak-semak lebat sebuah padang rumput yang cukup luas. Langkah mereka terdengar jelas di antara kesunyian. Rendi menatap Maya dengan rasa ingin tahu yang besar. "Jadi, kamu benar-benar reinkarnasi Minak Jingo?"

Maya mengangguk dengan senyum lembut, mata bersinar. Yuanyun menyela, "Jadi, apa kamu merasakan sesuatu yang berbeda sekarang?"

"Iya! Sekarang aku merasa bisa melakukan ini!" Maya mengeluarkan Innerji-nya lagi. Aura emas yang cemerlang menyelimuti tubuhnya, memancarkan cahaya yang menakjubkan.

Tubuh Maya mulai terangkat ke udara, lalu meluncur ke langit dengan kecepatan yang luar biasa. Rendi terkejut, matanya terbuka lebar, mulut terkatup. "Ap…apa Mishmar juga bisa terbang?!" Suaranya penuh keheranan bertanya ke Yuanyun.

Yuanyun tersenyum sinis, menunjukkan kebanggaan sekaligus sedikit terkejut. "Sudah kubilang kan, kalau setiap Mishmar itu berbeda!" Dia menatap Maya dengan rasa kagum.

Sedangkan Maya melayang kesana-kemari, seolah-olah sedang berenang di langit. Dia berputar-putar, menikmati kebebasan baru. "Reeeen, liat aku seperti Superman!!" Teriaknya dengan nada mengejek, membuat Rendi tersenyum.

Rendi menatap Yuanyun, takjub. "Apa ini? Apakah Maya akan semakin kuat nantinya?" Wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

Yuanyun mengangguk, mata tetap fokus pada Maya. "Sebagai seorang Mishmar dia harus siap menghadapi apa pun yang terjadi, jadi dia harus cukup kuat untuk itu." Dia menunjukkan kepercayaan penuh pada Maya.

Langit yang biru menjadi saksi bisu kekuatan Maya yang semakin meningkat. Awan putih mengapitnya, seolah-olah memberkati. Angin sepoi-sepoi menambah kesan keajaiban yang sedang terjadi.

Act 2 : Kabur

Sementara itu di Bali, profesor Kavindra, yang masih terheran dengan aura Innerji yang menggetarkan dan menekan udara, melangkah mendekati Thompson dan Nila. Matanya yang tajam menembus jiwa mereka, membuat hati mereka bergetar ketakutan.

Di sisi lain, Emma yang masih terluka berusaha bangun, napasnya terengah-engah. Dengan langkah terpincang-pincang, dia mendekati Olivia yang tak sadarkan diri. Wajahnya penuh kekhawatiran dan kasih sayang.

Kavindra, yang masih terkejut dengan pertempuran antara dua Mishmar, perlahan-lahan menghilangkan aura hijau Innerjinya. Thompson dan Nila merasakan tekanan yang berkurang, memungkinkan mereka bernapas lega.

"Siapa kalian sebenarnya?" Kavindra bertanya dengan suara yang menggetarkan, namun lembut. "Mengapa seorang Mishmar malah saling bertarung dan ingin membunuh Mishmar yang lain?"

Thompson dan Nila saling menatap, lalu menunduk, tak berani memandang Kavindra. Mereka tahu bahwa mereka akan langsung mati jika mengatakan yang sebenarnya.

Kavindra melangkah lebih dekat, matanya tertuju pada Thompson. "Kamu... kamu memiliki jejak aura Pohon Kalpataru. Bagaimana ini mungkin?"

Thompson menelan ludah, tak berani menjawab. Dia tahu bahwa jika dia menjawab pertanyaan itu nyawanya akan dalam bahaya.

Emma, dengan wajah penuh kekhawatiran, selesai memeriksa kondisi Olivia yang masih tak sadarkan diri. Lalu dia melirik ke arah Sebastian, yang terkapar di tanah, dan menghadap kearah Kavindra dengan rasa terima kasih yang tulus.

"Aku tak tahu siapa kamu, tapi aku berterima kasih karena telah menyelamatkan kami dari mereka," kata Emma dengan suara yang bergetar.

Kavindra menatapnya dengan kebingungan, matanya yang tajam mencari jawaban. "Meyelamatkan kalian? Jadi, merekalah yang menyerang kalian terlebih dahulu?" Dia menunjuk ke arah Thompson dan Nila.

Sebastian, yang terluka parah dan terkapar di tanah, mulai bagun dan kembali sadar dengan luka yang perlahan pulih berkat efek Elysium yang masih tersisa. "Aku…. aku baik-baik saja?, untung saja masih ada Elysium yang tersisa," gumamnya sambil terduduk, napasnya terengah-engah.

Para penduduk yang tinggal di sekitar villa mulai mendekat, tertarik dengan dentuman pertempuran sebelumnya. Thompson dan Nila memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur, meninggalkan jejak kekhawatiran di balik mereka.

Emma yang melihatnya berkata pada Kavindra dengan khawatir yang mendalam.

"Jangan biarkan mereka kabur! Mereka akan kembali dan membunuh kami! Kami tidak bisa melawan kekuatan mereka sendirian."

Kavindra menjawab dengan santai, senyumnya menenangkan. "Tenang saja, mereka tak akan bisa kabur dariku. Mari kita fokus pada kalian terlebih dahulu dan masuk ke dalam villa itu. Kita akan membicarakan hal ini lebih lanjut di dalam."

Act 3 : Penolong

Merekapun memasuki villa, dengan Emma membopong Olivia dan Kavindra membopong Sebastian. Sesampainya di dalam, Kavindra memperkenalkan diri dengan sopan.

"Namaku Kavindra, seorang Profesor dari universitas Vidyastra. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi akanku coba membantu kalian, jadi bisakah kalian menceritakan apa yang sebenarnya terjadi?."

Emma dan Sebastian menjelaskan semua kejadian yang mereka alami tentang Tree Of Life yang ingin memusnahkan Eclipse setelah pohon yang mereka teliti selama 10 tahun kembali ke keadaan normal sampai mereka yang berhasil kabur ke Bali dan akhirnya terlibat dengan Thompson dan Nila. Mereka menceritakan semuanya dengan suara yang terguncang dan penuh kekhawatiran. Kavindra mendengarkan dengan tekun, matanya memancarkan kekhawatiran dan keingintahuan.

Kavindra mengangguk pelan, mata tajamnya menyerap setiap kata yang diucapkan Emma dan Sebastian.

"Jadi begitu...", gumamnya, mencoba memahami kompleksitas kejadian tersebut.

Tiba-tiba, matanya bersinar dengan rasa penasaran. "Tunggu, apa pohon yang kalian sudah sembuhkan itu bernama Kalpataru?" tanyanya dengan nada ingin tahu.

Sebastian mengangguk sambil mengobati luka milik Emma. "Ya... orang-orang dari Tree of Life memang sering memanggilnya begitu."

Lalu ia berbisik ke Emma, "Hei apa adikmu baik baik saja?" Tanya Sebastian dengan pelan ke pada Emma.

Saat Emma akan menjawab tiba tiba Kavindra menyela. "Dia akan baik baik saja"

Sontak Emma dan Sebastian terkejut, merasa penasaran kenapa Kavindra yang malah menjawabnya seolah olah dia tau apa yang terjadi pada Olivia.

Lalu Kavindra menghela napas dalam-dalam, wajahnya menunjukkan kekhawatiran setelah memastikan kalau pohon itu adalah pohon Kalpataru dari ucapan Sebastian.

"Kalau begitu, ini sudah bukan masalah kecil lagi," katanya dengan gerakan tubuh yang tergesa-gesa.

Dia berjalan menuju pintu keluar villa, berhenti sejenak, dan menoleh ke belakang. "Aku akan kembali lagi nanti. Kalian obatilah diri kalian dulu. Aku harus mengejar mereka untuk memastikannya sendiri dari mulut mereka."

Suara langkah kaki Kavindra mulai menghilang di kejauhan, meninggalkan Emma dan Sebastian dalam kebingungan dan kekhawatiran.

Tiba tiba Olivia membuka matanya perlahan, pandangannya kabur. Dia menelan napas dalam-dalam, lalu bertanya dengan suara lembut, "Kak, apa orang itu sudah pergi?"

Emma dan Sebastian terkejut, mata mereka bersinar dengan lega. Emma berlari ke arah Olivia, memeluknya erat. "Liv, kamu sudah bangun! aku khawatir sekali."

Sebastian mendekati mereka. "Iya dia baru saja pergi dan bagaimana kamu bisa bangun begitu cepat?"

Olivia duduk perlahan, mata masih kabur. "Kak, aku merasakan sesuatu... Orang itu dan orang yang kulawan sebelumnya mereka memiliki energi yang sama denganku."

Emma terkejut, matanya melebar. "Apa maksudmu, Liv?"

Sebastian menatap Olivia dengan rasa ingin tahu, diam tak berbicara.

Olivia menatap kejauhan, suaranya penuh misteri. "Aku tidak tahu, tapi aku merasakan energi yang sama dengan yang mereka miliki."