Act 1 : Serum
Thompson dan Nila yang berhasil kabur, berlari menuju penginapan mereka, kaki mereka berlari secepat kilat menyusuri jalan sempit. Napas mereka terengah-engah, wajah mereka penuh kekhawatiran. Mereka langsung masuk ke kamar masing-masing, mengambil serum misterius dari lemari dengan tangan gemetar.
Lalu mereka keluar dari penginapan dan berlari menuju taxi yang sudah menunggu. "Bawa kami ke luar dari tempat ini!" teriak Thompson. Taksipun segera melaju dengan cepat.
Di dalam taxi yang melaju kencang, Nila bertanya dengan suara kekhawatiran,
"Kita kan sudah membawa serumnya sekarang, tapi apa masih perlu kita terus kabur?"
Thompson menatapnya dengan kesal, "Jangan bodoh! Serum ini belum tentu bisa membuat kita menang darinya. Apa kau lupa? Dia menghempaskan kita hanya dengan menatap ke arah kita?!, Innerji yang dia pancarkan membuat tekanan udara yang begitu kuat, aku bahkan tak tau jika innerji bisa melakukan hal seperti itu!"
Nila memandang Thompson dengan mata penasaran, "Hei, lalu apa kau tidak merasakan apa-apa darinya? Sesuatu yang familiar?"
Thompson menghela napas, "Maksudmu Mishmar? Ya, dia seorang Mishmar sama sepertiku."
Nila semakin penasaran, "Kalau begitu, bukankah kita ada kesempatan untuk melawannya? Terlebih lagi kita sedang membawa serum itu. Bukankah kau menggunakan serum itu juga saat melawan Yuanyun? Walaupun kau tidak menang, tapi kau juga membuatnya terluka. Jadi kesimpulanku, mungkin kita bisa mengalahkannya karena kita berdua!"
Thompson menggelengkan kepala, "Aku tak tau. Melawan seorang Mishmar bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi innerjinya jauh lebih pekat dari innerji milikku, meskipun kami berdua sama-sama seorang Mishmar dan kita juga tak tau apa dia sudah mempunyai signaturenya atau belum."
Nila terdiam, memikirkan perkataan Thompson. Tiba-tiba, taxi berhenti.
"Kenapa berhenti?" Nila bertanya dengan khawatiran.
"Ada seseorang yang menghadang kita, Nyonya!" jawab sopir dengan suara gemetar.
Thompson dan Nila terpaku dalam diam, mata mereka terpapat pada Kavindra yang berdiri di depan taxi dengan mata tajamnya. Kemudian, mereka berdua berlari menjauh keluat dari taxi dengan hati yang berdebar dan napas yang terengah-engah tanpa ingat membayar biaya taxinya.
Kavindra yang melihat itu mulai mendekati taxi dan membayar tagihan mereka.
"Berapa pak?" tanya Kavindra.
"Li.. lima puluh ribu, Pak," jawab sopir taxi itu yang kebingungan.
Lalu kavindra memberikan uang dan berlari kembali mengejar Thompson dan Nila dengan cepat.
Act 2 : Keputusasaan
Sambil berlari menjauh, Nila mengomel dengan kesal, "Sial, sial, sial! Aku menyesal membantumu dalam misi ini! Kenapa kau selalu berurusan dengan para Mishmar sialan itu?!"
Thompson yang berlari di sampingnya, menjawab dengan nada kesal, "Berisik! Kau pikir cuma kau saja yang kesal? Aku juga..."
Tapi kata-kata mereka terputus saat Kavindra tiba-tiba muncul di depan mereka, mata tajamnya menyinari wajah mereka. Thompson dan Nila berhenti berlari, napas mereka terengah-engah.
"Mau sampai kapan kalian akan berlari?," kata Kavindra dengan suara dingin.
Nila yang kesal dengan ucapan Kavindra melancarkan serangan pertama dengan memancarkan innerji ungu yang menyala seperti api ke arah Kavindra. Kavindra membalas dengan innerji hijau yang menghantam Nila dan Thompson seperti gelombang tsunami.
Pertarungan sengitpun dimulai. Thompson memancarkan innerji putih yang cemerlang seperti cahaya matahari untuk menghadapi Kavindra. Innerji putih Thompson dan ungu milik Nila bersatu, menciptakan efek ledakan dahsyat.
"Kerjasama yang lumayan!" Ucap Kavindra dengan suara menggetarkan.
Thompson dan Nila melancarkan serangan bersamaan. Kavindra menangkisnya dengan mudah.
"Apa yang membuatmu bisa begitu kuat?" Thompson bertanya heran.
Mata Thompson tertuju pada cincin misterius di jari Kavindra. "Apa itu? Sebuah signature?"
Kavindra tersenyum sinis sambil memegang cincin di jarinya. "Jadi kau sudah tahu tentang signature? Itu berarti kau sudah mendapatkan Niyati Vidhan milikmu ya. Tapi tenang saja aku takkan menggunakan signatureku. Aku tak ingin membunuh sesama Mishmar lagi."
Thompson berteriak, "Kita harus menggunakan serumnya, sekarang!"
Nila menyuntikkan serum ke tubuh mereka. Mereka merasakan kekuatan tambahan seperti badai.
"Jadi itu yang membuat aku merasakan aura Kalpataru di dalam tubuh kalian?" kata Kavindra dengan rasa penasaran.
Thompson dan Nila melancarkan serangan lebih ganas. Namun, Kavindra tetap unggul.
"Kalian tidak akan pernah bisa mengalahkanku dengan kekuatan yang kalian pinjam itu!" kata Kavindra.
Thompson dan Nila terjatuh, napas terengah-engah. Mereka menatap Kavindra dengan rasa penasaran.
"Siapa kau, sebenarnya?" tanya Thompson.
"Apakah hubunganmu dengan Ecplise?" tambah Nila.
Kavindra tersenyum misterius. "Aku hanya ingin bertanya, "Apakah kalian berasal dari Organisasi Tree of Life? Dan apakah organisasi itu menyembah Kalpataru?"
Thompson dan Nila terkejut, mata mereka terpaku pada Kavindra.
"Mengapa kau bisa tahu?" Thompson bertanya dengan curiga.
Tidak menunggu jawaban, Thompson dan Nila melancarkan jurus pamungkas. Thompson menggunakan kembali "Rising Lion Star", memancarkan cahaya putih yang cemerlang. Dan Nila menggunakan jurusnya yaitu "Mahabala Astram", memancarkan cahaya ungu yang dahsyat.
Ledakan besar terjadi, namun Kavindra tetap berdiri, tak terluka sedikit pun. Dia mengayunkan tangan kanannya, memancarkan cahaya hijau seperti ombak. Dia berucap dengan tenang.
"Esmeredalstram"
Gelombang hijau menghantam Thompson dan Nila seperti badai yang menghancurkan segalanya. Mereka terhempas jauh, menembus hutan, membuat hampir semua pohon yang dilewati tumbang. Thompson dan Nila terjatuh, kelelahan dan kehabisan napas. darah mengalir dari mulut dan luka-luka yang parah.
Dengan napas terengah-engah, mereka menatap Kavindra yang melayang menuju arah mereka dengan penuh kesakitan dan keputusasaan, kemudian, mereka berduapun pingsan, tak sadarkan diri.
Act 3 : Ethan Wellingthon
Kembali ke sekitar candi didekat hutan. Sebuah langit yang terhampar luas di atas padang rumput, Maya yang sedang terbang melayang kembali ke bawah, wajahnya bersinar dengan kegembiraan tak terkira. Saat mendarat, dia terhenti sejenak, matanya mencari-cari ke sekitar dengan rasa penasaran yang mendalam.
"Tunggu, aku merasakan sesuatu...," katanya dengan suara pelan yang penuh kecurigaan.
Rendi dan Yuanyun mendekat, raut wajah mereka menunjukkan rasa penasaran. "Apa?" tanya Rendi dengan penasaran.
Maya menatap ke kejauhan, matanya terfokus pada sesuatu yang tidak terlihat. "Innerji yang familiar... Seseorang mendekat," ucapnya dengan nada keyakinan yang kuat.
Yuanyun menyiapkan postur, mata tajam memandang ke sekitar. "Siapa?" tanyanya dengan nada waspada.
Maya menutup mata, fokus pada getaran Innerji. "Aku tidak tahu... tapi aku merasakan Innerji yang mirip seperti kita," katanya dengan suara penuh keheranan.
Tiba-tiba, seseorang muncul dari kejauhan. Langkahnya percaya diri, aura kuat memancar. Rambutnya berwarna emas, mata biru menyorotkan cahaya yang menakjubkan. Senyum hangat memancar dari wajahnya dan diapun mendekati mereka.
"Siapa dia?" Rendi bertanya dengan khawatir.
Maya membuka mata, sorot matanya bertemu dengan orang misterius itu. "Kamu...," katanya dengan suara terputus.
Orang itu tersenyum, menampakkan senyum yang hangat. "Perkenalkan namaku Ethan Wellingthon," ucapnya dengan suara yang dalam. "Aku datang dari Universitas Vidyastra di Yogyakarta."
Yuanyun melangkah maju, waspada. "Apa yang kamu inginkan?"
Ethan menatap Maya dan Yuanyun. "Aku mencari orang yang memiliki kekuatan Mishmar di tubuhnya. Dan aku merasa telah menemukannya."
Yuanyun menatap Ethan dengan mata penasaran, sorot matanya memancarkan keingintahuan. "Mishmar?, bagai mana kau tau?,Apa kau juga seorang Mishmar?" tanyanya dengan suara pelan penuh kecurigaan.
Ethan tersenyum hangat. "Benar, dan aku tidak sendirian kami berjumlah 8 orang saat ini, termasuk Profesor Kavindra sebagai pemimpin kami."
Maya melangkah maju, matanya bersinar dengan antusias. "Kami? Lalu mana yang lainnya?"
Ethan menjelaskan dengan semangat. " "Mereka saat ini ada di Universitas Vidyastra di Yogyakarta, itu adalah sebuah kampus yang tampak normal dari luar tapi kami memiliki kelas khusus untuk 12 Mishmar, dan saat ini kami hanya berjumlah 8 orang."
Rendi tertarik, alisnya terangkat. "Aku tidak mengerti, tapi bagaimana kalian bisa menemukan kami dari tempat sejauh itu?"
Ethan melanjutkan dengan antusias. "Kami menciptakan alat bernama Innerjionix, alat canggih untuk melacak Innerji dari seorang Mishmar meski jaraknya cukup jauh. Dan kami mendeteksi ada 2 Mishmar di Mojokerto, karena itulah aku di utus untuk menemukan kalian."
Yuanyun menatap Ethan dengan rasa ingin tahu. "Lalu, apa tujuan kalian adalah mengumpulkan para Mishmar? Tapi untuk apa?"
Ethan tersenyum menjawab. "Benar kami sedang mengumpulkan para Mishmar yang tersisa dan untuk alasannya aku tidak bisa memberitahu kalian sekarang, karena hanya Profesor Kavindra yang berhak menjelaskannya secara langsung."
Maya, Yuanyun, dan Rendi saling menatap, keingintahuan mereka semakin memuncak.
"Apa kami bisa mempercayaimu?" Ucap Rendi yang masih belum yakin
Ethan melanjutkan, "Yang aku bisa katakan saat ini adalah aku bukan musuh kalian, Walau aku tahu kalian pasti tidak bisa langsung percaya..., tapi sebelum itu, aku belum tahu nama kalian. Bolehkah aku tahu, karena aku sudah memperkenalkan diriku jadi bukankah tidak adil jika aku tidak tahu?"
Maya mulai tersenyum ramah. "Aku Maya Aksarawati, salam kenal."
Yuanyun menambahkan, "Namaku Yuanyun."
Rendi mengangguk. "Aku Rendi Prananta."
Lalu Ethan berkata. "Baiklah, Maya, Yuanyun, dan Rendi. Bisakah kita bicara di tempat lain? Tidak etis jika mengobrol di tempat terbuka seperti ini, akan aku jelaskan semua yang ingin kalian ketahui."
Mereka berempatpun berjalan meninggalkan padang rumput yang indah, menuju sebuah kafe kecil di pinggir jalan. Suasana nyaman dan tenang, cocok untuk sebuah percakapan.