Chereads / Level Tak Terbatas / Chapter 1 - Prolog

Level Tak Terbatas

Cat_Crazy02
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 80
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog

Bali, Kantor Serikat Hunter Indonesia No.19

Terjadi penyerangan dari dungeon tingkat Red-Class, portal yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia lain. Dungeon ini muncul beberapa tahun silam dan telah menyebar ke seluruh negara, mengandung banyak makhluk aneh yang disebut Monster. Senjata canggih tidak dapat membunuh monster, namun bisa menghancurkan pertahanan tebal mereka. Sementara itu, manusia yang diberi kekuatan dari System—sistem yang mengatur dunia ini, yang dikendalikan oleh dewa—dapat meningkat levelnya untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar.

Mereka yang menerima kekuatan ini disebut Hunter. Hunter bekerja untuk mengalahkan para Monster yang muncul dari Dungeon. Dewa-dewa memberikan kekuatan pada 12 orang terpilih, dan sekarang mereka telah diberikan tugas sebagai pahlawan dunia.

Tingkatan Dungeon:

White-Class: Dungeon yang paling sulit, membutuhkan minimal empat Hunter rank-S untuk mengalahkannya.

Black-Class: Dungeon dengan tingkat kesulitan lebih rendah dari White-Class, namun sangat sulit bagi Hunter rank-A ke atas.

Red-Class: Dungeon dengan kesulitan yang hampir setara dengan Black-Class.

Green-Class: Dungeon dengan tingkat kesulitan medium.

Blue-Class: Dungeon yang terbilang mudah dan dapat dihadapi oleh Hunter rank-D.

---

"Pak Satrio, apa yang harus kita lakukan? Tanki bahan bakar sudah bocor! Sebentar lagi tank ini akan meledak, sebaiknya kita cepat keluar!"

Teriak pria berusia dua puluh lima tahun, wajahnya pucat dan tangannya gemetar. Keringat dingin bercucuran dari dahi, tanda betapa paniknya ia.

"Terus maju, terobos pertahanan monster-monster itu!"

Teriak seorang pria paruh baya dengan suara tegas. Pak Satrio, pemimpin kelompok ini, mencoba menenangkan anggota lainnya. "Kita tidak punya banyak waktu. Fokus pada tujuan kita—kalau kita mundur, semuanya akan sia-sia."

Mereka berada di area yang dipenuhi monster dari Dungeon Red-Class, yang baru muncul beberapa hari lalu. Sebagian besar anggota kelompok sedang bekerja keras mempertahankan diri dari serangan monster yang terus datang.

---

(Jakarta, 17 Desember 2022)

Zio Arhan, seorang Hunter rank-D berusia 21 tahun, berjalan menyusuri jalan raya Jakarta. Tangan kanannya menggenggam beberapa bahan makanan dan perlengkapan untuk raid Dungeon. Dia menghela napas, matanya terpaku pada dagu yang jatuh saat ia melirik benda yang baru dibelinya: Emberfang, sebuah belati kelas D yang sangat murah.

"Huh… pada akhirnya, aku cuma bisa beli senjata seperti ini."

Zio mengerutkan kening. Kehidupan sebagai Hunter memang sangat berisiko—hanya sedikit orang yang bisa bertahan hidup, apalagi jika kamu berada di kelas rendah. Tapi yang membuatnya tetap bertahan adalah uang. Bayaran untuk para Hunter memang besar, tetapi sebagai Hunter rank-D, Zio hanya bisa mendapatkan sedikit uang. Itu pun sebagian besar dipakai untuk biaya sekolah adiknya, yang sebentar lagi akan kuliah.

Zio mengingat masa kecilnya—kehilangan orang tua saat berusia tujuh tahun—dan bagaimana dia berjuang bersama adiknya untuk bertahan hidup. Baginya, menjadi Hunter adalah satu-satunya cara untuk menjaga adiknya memiliki masa depan yang lebih baik. Namun, semakin besar tekadnya, semakin Zio merasakan betapa kecil dan lemah dirinya.

---

Saat Zio sedang berjalan, ia melihat layar besar di gedung yang menyiarkan wawancara dengan Hunter rank-S, Ha-Joon. Ha-Joon, yang datang dari Korea untuk membantu Indonesia dalam menghadapi Dungeon Red-Class, baru saja selesai mengalahkan Boss Dungeon dalam waktu kurang dari dua jam.

"Hunter rank-S memang beda, ya... Aku harus lebih semangat lagi menaikkan level," kata Zio dalam hati.

---

Zio bergegas menuju lokasi berkumpulnya para Hunter untuk raid Dungeon Green-Class. Di sana, Pak Reza, seorang Hunter rank-B, sudah menunggu bersama kelompoknya.

"Hai, Zio. Apa kabar?" Pak Reza menyapa.

"Baik, Pak," jawab Zio singkat, mencoba menyembunyikan kecemasan di dalam dirinya.

Pak Reza menepuk pundaknya dengan lembut. "Zio, kamu tahu kan, kami semua butuh uang. Kamu datang untuk membantu, kan?"

Zio mengangguk, meskipun hatinya terasa berat. "Iya, Pak."

---

Saat memasuki Dungeon Green-Class, suasana di dalam gelap gulita. Di depan, Pak Arman, Hunter rank-B, menyalakan api kecil menggunakan sihir, dan seluruh kelompok bergerak dengan hati-hati. Namun, tak lama kemudian, mereka terhalang oleh segerombolan Dogster, monster yang memiliki kulit sangat keras.

"Chika, bantu aku dari belakang!" teriak Pak Reza sambil menghunus pedang berlapis sihir.

Senjata biasa tak mampu menembus kulit monster ini. Zio, yang merasa sedikit cemas, tetap berusaha bertarung dengan satu Dogster. Namun, senjata kelas-D miliknya sama sekali tidak mampu melukai monster itu. Ia merasa semakin kelelahan, tubuhnya goyah.

"Semuanya, tenang!" Pak Reza berteriak. "Gunakan skill kalian untuk menyerang."

Zio merasa tubuhnya semakin lemah. Dia sudah mulai kehilangan stamina. "Kalau saja aku lebih kuat..." pikirnya, matanya mulai kabur akibat kelelahan. Tiba-tiba, salah satu Dogster menyerang dan menggigit bahu Zio.

"Zio!" Fadil, Hunter rank-C, datang tepat waktu dan memukul mundur Dogster yang menyerang Zio. "Kau harus berhati-hati! Jika tidak bisa mengalahkan mereka, sebaiknya tetap di belakang!"

Zio menggigit bibirnya, merasa malu dan tidak berguna. "Maaf, Fadil."

Namun Fadil hanya tersenyum lelah. "Jangan terlalu keras pada dirimu, Zio. Kita semua butuh waktu untuk berkembang."

Dina, seorang healer, segera merawat luka Zio dengan cepat. "Jangan khawatir, kamu sudah melakukan yang terbaik."

Zio menatap wajah Dina dengan rasa terima kasih, tetapi di dalam hatinya ia merasa terpuruk. "Jika saja aku lebih kuat... Kalau saja..."

---

Setelah beberapa waktu bertarung, mereka sampai di sebuah jalan sempit yang terlihat menuju lebih dalam ke Dungeon. "Pak Reza, kita lanjutkan?" tanya Fadil, tampak tidak sabar.

"Tidak," jawab Pak Reza tegas. "Kita menunggu bantuan. Masuk lebih dalam bisa berbahaya."

Namun, Fadil dan Daniel, Hunter rank-C, merasa tergoda untuk mengambil risiko demi mendapatkan harta. "Mungkin lebih baik kita masuk sekarang. Monster-monster di sini tidak terlalu kuat, kan?"

Pak Reza menghela napas. "Zio, apa pendapatmu?"

Zio terdiam. Dalam hatinya, ia tahu apa yang harus dilakukan, meskipun itu berisiko. Adiknya, yang sebentar lagi kuliah, membutuhkan uang lebih banyak. "Aku setuju, kita masuk lebih dalam."

---

Mereka memutuskan untuk melangkah lebih dalam ke Dungeon. Pak Reza memberi peringatan agar tidak ada yang berpisah dan tetap waspada.

"Ini bukan hanya soal melawan monster, ini tentang bertahan hidup."

Zio merasa cemas, namun tekadnya untuk melindungi adiknya semakin kuat. Apa pun yang terjadi, dia harus membuktikan dirinya—tidak hanya sebagai Hunter yang lemah, tetapi sebagai seseorang yang bisa diandalkan.