Chereads / Terdampar di Dunia Kultivasi / Chapter 2 - Bab 1: Langkah Pertama di Dunia Asing

Chapter 2 - Bab 1: Langkah Pertama di Dunia Asing

Raven berjalan perlahan, memperhatikan setiap detail di sekelilingnya. Hutan ini bukanlah tempat biasa. Udara terasa berat, penuh dengan energi yang seolah bergerak mengikuti arus tertentu. Pohon-pohon menjulang tinggi dengan daun bercahaya samar, dan tanah di bawah kakinya memancarkan kehangatan aneh.

"Aku harus mencari tahu di mana aku berada," pikirnya.

Ia memeriksa peralatan yang tersisa. Pisau tempurnya masih tajam, tapi semua perangkat elektronik mati total. Kompas digitalnya hanya menunjukkan angka acak, dan sistem navigasinya tidak merespon.

"Senjata modern tidak berguna di sini," gumamnya, mengingat bagaimana pelurunya tidak berfungsi dengan baik melawan makhluk tadi.

Saat melangkah lebih dalam ke hutan, Raven mendengar suara gemerisik. Ia berhenti, mengangkat pisau, dan memfokuskan pendengarannya. Dalam hitungan detik, sebuah sosok kecil muncul dari balik semak—seorang anak perempuan dengan pakaian sederhana, membawa keranjang yang penuh dengan tanaman.

Anak itu tampak terkejut melihat Raven, terutama dengan penampilannya yang asing.

"Siapa kamu?" tanyanya dalam bahasa yang asing, namun entah bagaimana, Raven bisa mengerti.

"Aku... tersesat," jawab Raven, mencoba terdengar tenang.

Anak itu menatapnya ragu, tetapi kemudian ia mendekat, memperhatikan pakaian Raven yang tidak biasa. "Kamu bukan dari sini, ya?"

Raven mengangguk. "Bisakah kau memberitahuku di mana ini?"

Anak itu mengerutkan kening. "Ini Hutan Qi Berkabut, tempat yang tidak boleh dimasuki sembarang orang. Jika kau tersesat di sini, kau pasti akan mati. Banyak binatang buas di sekitar."

Raven mengingat makhluk yang ia lawan tadi. "Aku sudah bertemu salah satu dari mereka," katanya.

Mata anak itu membesar. "Dan kau masih hidup?!"

Sebelum Raven sempat menjawab, gemuruh besar terdengar dari arah lain. Pepohonan bergoyang, dan tanah bergetar. Anak itu mencengkeram keranjangnya erat-erat, wajahnya pucat.

"Itu seekor Qi Serigala Perak. Kita harus lari!" serunya, menarik tangan Raven.

Raven mengikuti, meskipun pikirannya bekerja cepat untuk memikirkan strategi. Saat mereka berlari, ia melihat bahwa anak itu menuju sebuah desa kecil yang tersembunyi di balik bukit.

Desa itu tampak sederhana, dengan rumah-rumah kayu yang dikelilingi pagar bambu. Penduduk desa menatap Raven dengan tatapan bingung dan waspada. Anak itu segera berlari menuju seorang lelaki tua yang tampaknya adalah pemimpin desa.

"Pak Tua Feng, orang ini muncul di hutan. Dia tidak mati meski melawan binatang buas!" kata anak itu dengan semangat.

Lelaki tua itu menatap Raven dengan sorot mata tajam. "Kau siapa, orang asing? Bagaimana kau bisa bertahan di tempat yang bahkan banyak kultivator kami taklukkan?"

"Kultivator?" Raven mengulang kata itu dengan bingung.

Pak Tua Feng menyipitkan mata. "Kau bahkan tidak tahu apa itu kultivator? Kau pasti orang dari wilayah terpencil, atau..." Ia berhenti sejenak, seolah memikirkan sesuatu. "Orang dari dunia lain."

Raven mengerutkan kening. Dunia lain? Itu mungkin penjelasan yang paling masuk akal untuk semua ini.

"Sejujurnya, aku tidak tahu bagaimana aku sampai di sini. Aku berasal dari tempat yang sangat jauh," jawabnya.

Pak Tua Feng mengangguk perlahan. "Hutan ini penuh dengan misteri, terutama di sekitar Artefak Qi Tertutup yang tersembunyi di pusatnya. Mungkin kau terkena dampaknya."

"Artefak?" Raven mengingat perangkat misterius yang ia temukan sebelum terseret ke sini. Apakah ini ada hubungannya?

Sebelum percakapan mereka berlanjut, gemuruh kembali terdengar, lebih keras dari sebelumnya. Kali ini, suara lolongan menggetarkan udara.

"Qi Serigala Perak mendekat!" teriak salah satu penduduk desa.

Pak Tua Feng menatap Raven dengan serius. "Jika kau benar-benar selamat di hutan ini, mungkin kau bisa membantu kami melawan binatang itu."

Raven menatap lelaki tua itu, lalu mengalihkan pandangannya ke desa kecil ini. Ia mungkin tersesat di dunia yang tidak ia mengerti, tetapi nalurinya sebagai prajurit tetap kuat.

"Arahkan aku ke senjata atau alat apapun yang bisa digunakan," katanya tegas.

Pak Tua Feng tersenyum tipis. "Mungkin kau akan menemukan sesuatu yang lebih dari sekedar senjata di sini."

Setelah perbincangan itu Raven berdiri di tengah desa, menatap gerbang bambu yang bergetar akibat gemuruh langkah makhluk besar. Penduduk desa mulai berlarian, menyembunyikan anak-anak mereka di dalam rumah. Para pria membawa tombak dan pedang tua yang tampak rapuh, sementara para wanita menyiapkan pot berisi air mendidih sebagai senjata terakhir.

"Berapa banyak Qi Serigala Perak yang datang?" tanya Raven kepada Pak Tua Feng.

"Lima," jawab lelaki tua itu sambil menggenggam tongkat kayu. "Satu saja sudah cukup untuk menghancurkan desa ini. Lima... ini adalah akhir kami."

Raven memeriksa pisau tempurnya. Meski terbiasa menghadapi musuh dengan senjata modern, ia tahu taktik tetaplah kunci dalam pertempuran. "Aku butuh informasi tentang makhluk itu. Apa kelemahannya?"

Pak Tua Feng menghela napas. "Qi Serigala Perak memiliki kulit sekeras baja dan mampu mengontrol Qi angin. Tapi titik lemah mereka ada di mata dan bawah rahang. Sayangnya, hanya sedikit yang bisa mendekati mereka cukup dekat."

Raven mengangguk. "Itu sudah cukup. Beri aku tali yang kuat dan sesuatu yang bisa dijadikan pengalih perhatian."

Pak Tua Feng memberikan tali rami dan beberapa kantong kecil berisi serbuk yang, katanya, bisa menghasilkan ledakan kecil jika dilempar ke tanah.

Gerbang desa roboh dengan dentuman keras, dan lima sosok besar melangkah masuk. Serigala-serigala itu memiliki bulu keperakan yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Mata mereka merah menyala, sementara angin berputar-putar di sekitar tubuh mereka. Penduduk desa yang bersenjata mundur ketakutan.

"Semua orang, tetap di belakang!" seru Raven sambil maju ke depan.

Ia melemparkan kantong serbuk ke tanah di dekat salah satu serigala. Ledakan kecil menciptakan kilatan cahaya dan suara keras, membuat makhluk itu terganggu. Raven memanfaatkan momen itu untuk bergerak cepat. Dengan lincah, ia melompat ke sisi serigala dan melilitkan tali di lehernya.

Serigala itu mengaum marah, mengguncang tubuhnya. Tapi Raven tetap memegang erat tali tersebut sambil mencari celah untuk menyerang. Dengan gerakan cepat, ia menusukkan pisaunya ke bawah rahang serigala, menembus ke otaknya. Serigala itu roboh dengan suara gedebuk keras.

Penduduk desa bersorak, tetapi itu baru permulaan. Empat serigala lainnya menyerbu bersamaan.

Raven tahu ia tidak bisa melawan empat makhluk sekaligus. Ia melemparkan kantong serbuk untuk menciptakan jarak, namun salah satu serigala mengayunkan cakarnya, membuat tubuh Raven terpental beberapa meter.

Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya, darah mengalir dari sudut bibirnya. Ketika mencoba bangkit, ia merasakan sesuatu yang aneh. Udara di sekitarnya terasa masuk ke dalam tubuhnya, mengalir ke setiap otot dan tulangnya.

"Apa ini?" pikirnya, merasakan energi asing memenuhi tubuhnya.

Pak Tua Feng yang mengamati dari jauh tampak terkejut. "Dia... menyerap Qi? Tapi bagaimana mungkin?"

Dengan kekuatan baru, Raven bangkit. Ia melompat lebih tinggi, bergerak lebih cepat, dan menyerang lebih kuat. Ia menendang serigala kedua ke dinding desa, membuatnya tak sadarkan diri.

Dua serigala lainnya menyerang bersamaan, tapi tubuh Raven bergerak secara naluriah, menghindari serangan mereka dengan presisi. Dengan satu ayunan, ia menusukkan pisaunya ke mata serigala ketiga, sementara pukulan keras menghantam tengkorak serigala keempat.

Kini, hanya tersisa satu serigala, yang tampak ragu untuk menyerang. Namun sebelum Raven bergerak, Pak Tua Feng mengangkat tongkatnya, menciptakan cahaya biru yang membuat serigala terakhir melarikan diri.

Penduduk desa bersorak dan berterima kasih kepada Raven, tetapi ia hanya berdiri di sana, terengah-engah. Energi yang tadi ia rasakan perlahan menghilang, meninggalkan tubuhnya lemah dan kesakitan.

Pak Tua Feng mendekat. "Apa yang kau lakukan tadi? Itu bukan gerakan biasa."

"Aku tidak tahu," jawab Raven jujur. "Aku hanya merasa seperti... sesuatu mengalir ke dalam diriku."

Pak Tua Feng mengangguk pelan. "Itu adalah Qi, energi yang mengalir di dunia ini. Kau tidak seharusnya bisa menggunakannya, tapi sepertinya tubuhmu istimewa."

"Apa itu berarti aku bisa belajar mengendalikannya?" tanya Raven.

Pak Tua Feng tersenyum samar. "Jika kau ingin bertahan di dunia ini, kau harus belajar. Dan jika kau bersedia, aku akan mengajarkanmu dasar-dasarnya."

Dengan itu, dimulailah perjalanan Raven untuk memahami dunia kultivasi. Ia tidak hanya harus bertahan hidup, tetapi juga menemukan kekuatan baru untuk menghadapi tantangan yang lebih besar. Namun, jauh di dalam dirinya, Raven tahu bahwa ia baru saja menggores permukaan dari misteri dunia ini.