Kai melangkah masuk ke dalam perpustakaan Universitas Aetheria, sebuah bangunan megah dengan langit-langit yang tinggi dan rak-rak buku yang menjulang ke langit-langit. Aroma kertas dan tinta yang sudah usang memenuhi udara, menciptakan suasana yang tenang dan khidmat. Sinar matahari sore masuk melalui jendela kaca patri, menciptakan pola warna-warni di lantai marmer.
Ia menghampiri meja pustakawan, seorang wanita tua berkacamata bundar dengan rambut beruban yang disanggul rapi. "Selamat siang," sapa Kai dengan sopan. "Aku ingin mencari informasi tentang seorang siswa bernama Lysander. "Pustakawan itu menatap Kai dengan tajam. "Lysander, katamu? Siswa sombong itu?" Ia berdehem, "Informasi apa yang kau cari?" "Apa saja," jawab Kai. "Asal-usulnya, keluarganya, atau apa pun yang bisa membantuku mengenalnya lebih baik."
Pustakawan itu mengerutkan kening. "Lysander... Nama itu tidak asing, tapi saya tidak ingat dengan pasti. Coba lihat di katalog di sebelah sana," katanya sambil menunjuk deretan buku di sudut ruangan.
Kai mengangguk dan menuju ke arah buku-buku itu. Dia mencari nama "Lysander" di kolom pencarian, tetapi tidak ada hasil yang relevan. Dia mencoba beberapa kata kunci lain, seperti "Lysander Aetheria" dan "keluarga Lysander", tetapi tetap tidak menemukan informasi yang dia cari.
Dengan rasa frustrasi, Kai kembali ke meja pustakawan. "Saya tidak menemukan apa pun," katanya.
Pustakawan itu mengangkat bahu. "Mungkin informasi tentang Lysander terbatas. Dia sangat tertutup. "Kai terdiam sejenak. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Mengapa begitu sulit menemukan informasi tentang Lysander? Apakah dia sengaja menyembunyikan identitasnya? Tiba-tiba, dia teringat sesuatu.
Aura negatif yang ia rasakan dari Lysander... mungkinkah Lysander berhubungan dengan ilmu hitam? "Apa ada bagian perpustakaan yang menyimpan buku-buku tentang ilmu hitam?" Kai bertanya.
Pustakawan itu menatap Kai dengan curiga. "Untuk apa kau mencari buku-buku tentang sihir gelap? Itu sangat berbahaya." "Aku hanya ingin tahu," jawab Kai mencoba untuk tetap tenang.
"Aku sedang menulis sebuah esai tentang sejarah ilmu hitam di Aevonia. "Pustakawan itu tampak ragu, tapi akhirnya berkata, "Baiklah, tapi Anda harus berhati-hati. Buku-buku itu disimpan di ruang terbatas di lantai bawah tanah.
Anda perlu izin khusus untuk masuk ke sana. "Kai menyeringai. "Terima kasih atas informasinya. "Dia berjalan pergi meninggalkan pustakawan yang masih menatapnya dengan curiga.
Kai merasa dia semakin dekat dengan kebenaran. Dia harus menemukan cara untuk masuk ke dalam ruangan terlarang itu.
Kai menuruni tangga batu yang dingin dan lembab menuju ruang bawah tanah perpustakaan. Udara semakin dingin dan pengap, membuat bulu kuduknya berdiri. Dia bisa mendengar suara tetesan air di kejauhan, menambah suasana misterius di tempat itu.
Di ujung tangga, dia menemukan sebuah pintu kayu besar dengan ukiran simbol-simbol aneh yang tidak dia kenali. Pintu itu terlihat tua dan kokoh, seakan-akan menyembunyikan sebuah rahasia besar di baliknya.
Kai mencoba membuka pintu itu, tapi terkunci, ia teringat kata-kata pustakawan tentang "izin khusus". Bagaimana dia bisa mendapatkan izin itu? Kai memutar otak.
Dia tidak mungkin kembali ke pustakawan dan memintanya secara langsung. Pasti ada cara lain, matanya mengembara ke sekeliling.
Di samping pintu, dia melihat sebuah panel kecil dengan lubang kunci. Mungkinkah itu tempat untuk memasukkan "izin khusus"? Tapi dia tidak punya kuncinya. Kai merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah koin emas yang ia dapatkan dari Master Ragnar sebagai hadiah atas kemenangannya melawan Lysander. Koin itu terukir lambang Universitas Aetheria. "Tidak ada salahnya mencoba," gumam Kai.
Dia memasukkan koin ke dalam lubang kunci dan memutarnya. Klik! Pintu terbuka dengan derit yang keras, Kai melangkah masuk dengan hati-hati.
Ruangan itu remang-remang, hanya diterangi oleh beberapa obor di dinding. Rak-rak buku berjejer rapi, penuh dengan buku-buku bersampul kulit yang sudah terlihat usang.
Di tengah ruangan, ada sebuah meja baca dengan beberapa buku yang terbuka di atasnya.
Kai mendekati rak buku dan mulai mencari buku-buku tentang ilmu hitam. Dia menemukan beberapa judul yang menarik perhatiannya, seperti "Seni Mengendalikan Bayangan", "Ramuan Kegelapan", dan "Ritual Pemanggilan Iblis".
Ia mengambil salah satu buku dan membukanya. Halaman-halamannya penuh dengan tulisan tangan yang rapat dan diagram-diagram yang rumit.
Kai mencoba membaca beberapa baris, tapi dia tidak mengerti artinya. Bahasanya sangat kuno dan sulit dimengerti.
Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki mendekati kamarnya. Kai dengan cepat menyembunyikan buku di balik jubahnya dan bersembunyi di balik rak buku, pintu kamar terbuka dan sesosok bayangan masuk ke dalam. Kai mengintip dari balik rak buku dan terkejut melihat siapa yang datang.
Ternyata Lysander.
Jantung Kai berdegup kencang. Dia menahan napas, takut Lysander akan menyadarinya.
Lysander berjalan ke meja baca di tengah ruangan dan meletakkan sebuah buku tebal di atasnya. Kai mengenali buku itu: "Ritual Pemanggilan Iblis".
Lysander membuka buku itu dan mulai membacanya dengan seksama.
Dia mengucapkan beberapa kata dalam bahasa asing yang tidak dimengerti Kai. Suasana di dalam ruangan tiba-tiba menjadi dingin dan tegang.
Kai merasakan aura negatif yang kuat memancar dari Lysander.
Lysander mengeluarkan pisau kecil dari sakunya dan menyayat telapak tangannya. Darah menetes ke halaman-halaman buku itu, membuat simbol-simbolnya bersinar merah.
Kai menutup mulutnya untuk menahan jeritan kaget.
Apa yang sedang dilakukan Lysander? Lysander terus bernyanyi dalam bahasa asing. Ruangan itu menjadi semakin dingin dan gelap.
Tiba-tiba, angin kencang berhembus dari dalam buku, membuat obor di dinding berkedip-kedip.
Kai merasa takut, tapi dia tidak bisa bergerak. Dia terpaku di tempat, memperhatikan apa yang terjadi.
Di tengah ruangan, sebuah portal gelap mulai terbentuk. Asap hitam mengepul keluar dari portal itu, membentuk sebuah bentuk yang menakutkan.
Kai menutup matanya rapat-rapat. Dia tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya.
Ketika dia membuka matanya lagi, sesosok makhluk tinggi besar berdiri di hadapan Lysander.
Makhluk itu memiliki kulit semerah darah, tanduk panjang melengkung, dan mata berapi-api yang menatap Lysander dengan penuh nafsu.
Lysander tersenyum sinis. "Akhirnya kau datang juga," katanya kepada makhluk itu.
Makhluk itu menggeram. "Apa yang kau inginkan, manusia?"
"Kekuasaan," jawab Lysander. "Kekuatan untuk memerintah Aevonia."
Kai menelan ludah. Jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang. Dia menekan tubuhnya dengan erat ke rak buku, mencoba untuk menghilang.
Dari balik celah sempit di antara buku-buku tua, dia mengamati Lysander dan iblis itu dengan seksama.
"Kekuatan untuk memerintah Aevonia," Lysander mendesis. "Aku akan menghancurkan kerajaan ini dan membangun yang baru di atas reruntuhannya!"
Iblis itu tertawa dengan suara yang membuat Kai merinding. "Ambisi yang menarik, manusia. Tapi apa yang akan kau berikan padaku sebagai imbalannya?"
"Apa pun yang Anda inginkan," jawab Lysander dengan mata berkilat. "Kekayaan, kekuasaan, bahkan jiwa-jiwa tak berdosa... semua akan menjadi milikmu."
Kai tercengang. Dia tidak menyangka Lysander begitu haus akan kekuasaan hingga rela mengorbankan apa pun. Dia harus menghentikan Lysander, tetapi dia tahu dia tidak bisa melakukannya sendiri. Dia butuh bantuan.
Tapi siapa yang akan mempercayainya? Jika dia menceritakan hal ini kepada orang lain, mereka mungkin akan menganggapnya gila. Dia harus menemukan bukti yang kuat untuk membuktikan perkataannya.
Kai memutuskan untuk tetap bersembunyi dan mengikuti Lysander. Kai merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan sebuah bola kristal sebesar kepalan tangan. Bola itu adalah hadiah dari kakeknya, seorang penyihir terkenal di Aevonia. Kakeknya berpesan kepada Kai untuk menggunakan bola itu dengan bijak.
"Ini saat yang tepat," gumam Kai. Dia mengaktifkan bola ajaib itu dengan menyentuh ujung jarinya. Bola itu bersinar lembut dan mulai merekam kejadian-kejadian di depannya. Kai menyembunyikan bola itu di balik tumpukan buku, agar Lysander tidak menyadarinya.
Lysander dan iblis itu terus berbicara. Kai mendengarkan dengan seksama, mencoba menangkap setiap kata yang mereka ucapkan. Dia harus mendapatkan cukup bukti untuk mengungkap kejahatan Lysander.
Tiba-tiba, Lysander berbalik ke arah rak buku tempat Kai bersembunyi. Kai menahan napas. Apakah Lysander melihatnya? "Siapa di sana?" tanya Lysander curiga.
Kai terdiam. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------