Chereads / AKU HANYA SEBUTIR MIMPI / Chapter 1 - Bayang - Bayang Kepedihan

AKU HANYA SEBUTIR MIMPI

rusman_bagindo
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 18
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bayang - Bayang Kepedihan

Kali pertama aku menyadari sebutir air mata itu, dunia di sekelilingku seolah terhenti. Ada jeda aneh antara napasku dan denting waktu. Matamu—sudut matamu yang menggantungkan air mata itu—bukan sekadar ruang kosong. Ia adalah pintu yang terbuka menuju labirin batinmu, penuh kesesakan yang tak pernah benar-benar kau tuturkan. Namun aku tahu, di balik tatapan redup itu, ada seribu rasa yang berjejal, menuntut jawaban dariku.

Untuk apa air mata itu? Mengapa wajahmu tampak begitu terluka di hadapanku? Aku mencoba mencari jawabnya, tapi batinku hanya berputar dalam lingkaran duga dan sangka. Apakah kehadiranku membawa luka baru? Atau justru mengorek kembali luka lama yang belum sempat sembuh?

Aku teringat dua purnama lalu, saat kita pertama kali bertemu. Saat itu, matamu sudah menyimpan sesuatu yang sulit kujelaskan. Bukan kegembiraan, bukan pula duka yang terang-terangan. Ada kepasrahan samar yang mendekam di sana, seperti malam yang tenang namun mengandung badai di ufuknya. Dan ketika lenguhan itu keluar dari bibirmu saat pertama kali kupegang tanganmu, aku tahu ada beban berat yang kau pikul. Kau tak mengatakannya, tapi aku bisa merasakannya.

Di malam yang dingin itu, aku memelukmu. Pelukan yang sejujurnya tak pernah kupersiapkan untuk mengobati luka siapa pun. Aku bukan penyembuh; aku hanya seorang yang tersesat seperti dirimu. Tapi entah mengapa, dalam dekapanku, kau tampak tenang. Seakan-akan seluruh kerikil tajam yang mengisi langkahmu berhenti mengganjal. Aku bertanya-tanya, apa sebenarnya yang membuatmu merasa damai? Dadaku ini hanya sebidang—tempat kecil yang tak layak disebut pelindung. Pelukanku hanya selembut angin yang lewat; tak ada daya di dalamnya untuk menyatukan hati yang retak.

Lalu, hatimu—retakkah ia? Benarkah kau berharap aku, seorang yang tak sempurna ini, bisa menyembuhkanmu? Oh, lagi-lagi aku hanya menduga-duga.

Seiring waktu, aku mulai memahami. Seperti hiruk-pikuk lalu-lalang kendaraan di jalanan kota, batinku pun penuh dengan duga dan sangka. Pernah, dalam percakapan tak sengaja, kau berkeluh. Keluhan kecil, hampir tak terdengar, tapi bagi batinku, itu seperti kilat di tengah malam gelap. Aku tahu ada sesuatu yang kau tahan—sesuatu yang terlalu berat hingga mengaburkan batas antara kenyataan dan mimpi.

Keluhanmu itu menjadi petunjuk. Aku mulai memahami mengapa kau merasa tentram di dekatku. Bukan karena cintaku begitu besar, bukan pula karena aku punya jawaban atas semua luka hatimu. Bukan. Kau merasa damai karena, di titik terendahmu, aku adalah tempatmu berlindung dari badai meski hanya sekejap. Bukan pelabuhan, hanya sebidang bayangan di tengah panas. Dan itu cukup bagimu.

Namun kenyataan selalu datang, seperti pagi yang tak bisa dihentikan. Kini aku melihat, impian itu telah sirna, dan kau kembali dihadapkan pada realitas yang tak kenal ampun. Kau mulai menyadari bahwa aku hanyalah fatamorgana. Aku, yang pernah kau anggap membawa kedamaian, sebenarnya tak lebih dari kilasan mimpi yang memudar di bawah sinar matahari.

Kenyataan ini pahit, aku tahu. Tapi aku juga tahu bahwa ia adalah kebenaran yang tak bisa dielakkan. Hadirku hanyalah bayangan. Cintaku hanyalah maya. Dan rinduku, yang dulu terasa manis, kini berubah menjadi belati yang mencabik-cabik hatimu.

Kau pantas mendapatkan lebih. Kau pantas menemukan kebenaran sejati di antara kepalsuan yang selama ini membelenggu. Meski menyakitkan, aku tahu bahwa kepergianku adalah langkah yang benar. Sebab aku hanyalah mimpi, dan kehidupanmu lebih berharga daripada sekadar bayangan diriku.

Ketika air mata itu akhirnya jatuh, aku tahu itu adalah tanda dari akhir. Dan meski aku pergi membawa kepedihan, aku berharap, suatu hari nanti, kau akan melihat bahwa retakan di hatimu hanyalah awal dari keindahan yang baru. Sebab setelah semua ini, ada kenyataan yang jauh lebih indah menantimu di ujung jalan.