Helanie:
"Waduh! Sabar, kenapa kamu melihatku seperti mau membunuh aku?" Dia mengangkat tangannya dengan dramatis, seolah menyerah, meskipun aku tahu itu hanyalah caranya untuk mengejekku.
"Kamu tahu kalau aku ikut kegiatan itu, aku bakal diskualifikasi, kan?" Aku mendesis, keningku berkerut, mataku menatap tajam ke arahnya.
Dia mengangkat bahu, merapikan jaketnya dengan satu tangan sebelum mengernyitkan hidung. "Satu pesaing berkurang."
"Kamu memang brengsek, Lamar," Aku bergumam pelan.
"Ok, baiklah. Aku dengar apa yang terjadi. Kamu ciut dan kabur. Kata kuncinya: kabur. Jadi apa masalah besarnya?" Dia terdengar begitu santai, seolah apa yang dia lakukan kepadaku tidak penting. Tentu saja dia tidak tahu bahwa aku berakhir di dalam kamar pribadi saudara tiriku.
"Oh, jadi hanya karena aku tidak tertangkap, semuanya baik-baik saja?" Aku ingin meledak, tapi dia terlihat terlalu kuat. Aku tetap menjaga tangan dan jarak amanku.
