Saya memegang amplop itu di dada sementara Christian berusaha menariknya dari tangan saya. "Jangan konyol, kasih tahu aku apa yang sedang kita tunggu!" Dia memaksaku sementara saya bergumul.
Seminggu setelah acara menginap, kami baru saja kembali dari dokter. Saya sangat ingin tahu apa yang akan kami miliki, tapi pada menit terakhir, saya memutuskan bahwa saya tidak ingin tahu.
"Tidak, saya ingin itu menjadi kejutan!" Kataku kepadanya sambil mendorongnya pergi. Selama seminggu ini, persahabatan kami makin erat dan kami menjadi teman dekat— bisa dibilang kami adalah sahabat. Bayangan tentang dia yang tenang dan pendiam telah benar-benar hilang dan saya tidak bisa bayangkan tidak mendengar suaranya. Sayangnya, perasaan saya padanya masih sama, bahkan di saat-saat seperti ini ketika dia sedang menyebalkan.
"Apa gunanya? Kita sudah menunggu begitu lama— kau tidak bisa berubah pikiran di menit terakhir!"
