Chereads / Elenthar / Chapter 3 - Tidak ada waktu untuk istirahat – Bagian 1

Chapter 3 - Tidak ada waktu untuk istirahat – Bagian 1

Sebelum pertarungan dengan Makhluk Tertinggi memuncak, Levian memisahkan serpihan jiwanya ke tempat lain.

Ia menjelaskan bahwa ada satu segel yang ia tanamkan dalam tubuh Raja Iblis di dunia bawah. Segel itu akan aktif saat dirinya mati.

"Saat itu terjadi, kuserahkan semuanya padamu, Uno." ujar Levian dalam pikirannya.

[Baik, Tuan.] Suara itu bergema dalam pikirannya, dia adalah Uno yang telah menyatu dengan jiwa Levian..

Pada hari pertarungan besar, Levian menghadapi akhir sesuai rencananya.

Dengan senyuman yang tidak bisa dijelaskan dia bergumam.. "Aku akan segera kembali."

Ketika pedang Makhluk Tertinggi menembus tubuhnya, ia tewas. Dan serpihan jiwanya perlahan bangkit dalam tubuh Raja Iblis.

Namun, Serpihan jiwa Levian terlalu lemah untuk Uno sepenuhnya mengambil alih tubuh Raja Iblis, pada akhirnya dia harus menunggunya.

Waktu pun berlalu. Semakin Raja Iblis menggunakan kekuatannya, semakin ia dilahap oleh segel yang Levian ciptakan. Hingga pada akhirnya, saat Raja Iblis turun ke Bumi untuk membantai umat manusia, segel itu mulai bekerja lebih cepat.

Di medan pertempuran, Raja Iblis terus menggunakan kekuatannya tanpa henti. Di satu titik, ia mulai merasakan sesuatu yang tidak beres dalam tubuhnya. Namun, hasrat membunuh telah menguasai dirinya, membuatnya mengabaikan hal yang dia rasakan itu.

Perlahan, akalnya terkikis. Ia tak lagi bertarung dengan strategi, melainkan dengan kekuatan mentah. Saat Uno mencoba mengambil alih tubuhnya, kondisinya sudah terlalu parah.

Ditambah dengan sebuah pedang yang menancap di tubuhnya membuat Uno harus berhati-hati mengambil tindakan, karena risiko yang salah bisa membahayakan jiwa tuannya.

Hingga pada akhirnya, tubuh Raja Iblis hancur dalam pertarungan melawan The Twelve Guardians. Dalam keadaan mendesak, Uno membuat keputusan terakhir: memasukkan serpihan jiwa tuannya ke dalam tubuh Park Hyun-woo yang baru saja mati.

---

[Tuan, "dia" sudah turun.]

Sekarang Levian berdiri di depan portal besar. "Yah, mari bergerak." ujar Levian sambil tersenyum..

Ia meneteskan darah ke tanah dan mulai melangkah menuju portal. Perlahan, darah itu membentuk sesuatu, lalu terpencar ke berbagai arah.

Saat Levian masuk ke dalam portal, cahaya putih menyilaukan menyelimuti tempat itu.

{Oh... masih ada manusia yang tersisa?}

Dalam cahaya putih itu, Levian membuka matanya perlahan. Di depannya, ada satu entitas yang terlihat mirip dengan penjaga lantai pertama. Entitas itu sedang duduk, dengan angka 2 terukir di wajahnya.

{Selamat datang di dimensi menuju lantai dua} entitas itu memberikan salam dengan sopan.

Levian memandangnya dengan penuh perhatian. Saat ini, wajahnya bukan wajah Park Hyun-woo, melainkan wajah lain yang ia ubah dengan kemampuan Uno.

'Apa dia menyadarinya?' pikir Levian, merasa waspada. Curator itu terus menatap Levian.

Sementara itu, tubuh Levian masih berada dalam kondisi kritis. Setelah mengambil alih tubuh ini, ia menyadari betapa lemahnya kondisi fisik. Bahkan hanya dengan mengeluarkan sedikit darah, ia hampir kehilangan kesadaran.

{Aku akan menganggap bahwa kamu adalah manusia terakhir yang masuk. Jadi, kamu tidak punya waktu lagi untuk beristirahat di sini.}

Levian merasa tenang sekarang. 'Sepertinya dia tidak menyadari.'

Jika Curator menyadari bahwa tubuh Park Hyun-woo yang sudah mati bisa bergerak lagi, tentu hal itu akan menimbulkan kecurigaan besar. Oleh karena itu, Levian menyamar sebagai orang lain.

Sebuah portal kecil tiba-tiba terbuka di samping Levian. Ia tahu itu adalah portal menuju lantai dua yang sebenarnya.

{Persiapkan dirimu} ucap Curator sebagai peringatan.

Levian merasa aneh, tapi tidak sempat berpikir lama. Dalam sekejap levian berada dilantai dua.

"!?"

Levian terkejut. Saat ini ia berada di langit, terjun bebas ke bawah. Di bawahnya terlihat laut luas tanpa tanda-tanda daratan.

"Apa-apaan ini? Sialan, laut?"

Di lantai dua, dunia tampak lebih menderita dibandingkan lantai pertama. Seluruh dunia disini dipenuhi air laut, hanya menyisakan beberapa bangunan tinggi yang terlihat mencuat ke permukaan.

"Sial, kalau aku tahu ini, aku akan memulihkan kekuatanku lebih dulu."

Tubuh yang ia tempati saat ini sudah sangat lemah, dan kini ia harus terjun langsung ke laut untuk menghadapi monster-monster besar yang ada di sana.

Raksasa-raksasa laut dengan rahang penuh gigi tajam membelah air, meluncur ke arah Levian. "Bngsat, tidak ada cara lain selain ini." Kata-kata kasar yang sudah lama ia lupakan keluar lagi dari mulutnya. Perlahan dia mulai mengeluarkan sedikit darah dari tangannya.

"Pergilah, " Dengan memberi perintah, darah itu berubah seperti jarum jarum kecil dan mulai berpencar ke berbagai arah untuk mencari bangunan yang ada di sana.

---

Di sisi lain, di lantai satu, Curator lantai satu berdiri di atas bangunan tempat pertarungan antara Raja Iblis dan The Twelve Guardians terjadi. Ia tampak seperti sedang memeriksa sesuatu.

Tiba-tiba, ia merasakan kehadiran yang tidak jauh dari tempatnya berada. '!?.. Masih ada yang tersisa?' Dengan cepat, ia terbang menuju lokasi kehadiran itu.

Di sana, seseorang terbaring di tanah, berusaha untuk berdiri. Orang itu adalah Levian, yang telah kembali dari lantai dua. 'Aku malah kembali sekarang. Sial.'

Sebelum Levian naik ke lantai dua, ia telah menyebarkan darahnya di lantai pertama sebagai media teleportasi. Dengan darah itu, Levian dapat berpindah ke tempat yang telah ia tandai sebelumnya. Tidak peduli di mana ia berada, selama darah tersebut ada, ia bisa kembali ke sana.

{Seorang manusia yang masih hidup?}

Levian menoleh ke belakang. Di atas bangunan yang sedikit lebih tinggi, Curator berdiri, menatapnya tajam. 'Seperti yang dikatakan Uno, dia memang sudah ada di sini.'

Ketika Levian memutuskan kembali ke lantai pertama, Uno telah memperingatkannya bahwa dia Curator lantai satu ada di sana. Namun, Levian tetap bersikeras untuk kembali, karena jika ia tetap di lantai dua dalam kondisi tubuhnya yang kritis, ia akan mati sebelum rencananya dimulai. Dengan mempertimbangkan risiko, Levian memilih untuk turun.

Curator turun dari atas, mendekati Levian yang kini menggunakan wajah yang berbeda. Curator tidak mengenali pria di hadapannya.

{'Dia terlihat hampir mati, pantas saja aku tidak dapat merasakan kehadiran dia sebelumnya'} melihat kondisi levian yang lemah, ia berpikir bahwa keberadaannya adalah hasil dari keberuntungan semata.

Curator berjalan mendekat ke arah Levian, yang masih terduduk lemah, lalu berkata..

{Sayang sekali. Meski kamu selamat, itu sudah tidak ada gunanya.}

Saat ini portal sudah tertutup. Waktu untuk menuju lantai dua telah habis, dan Levian tidak bisa lagi kembali ke sana.

Levian menatap Curator dan ekspresi sedih terlihat.. "Tidak apa-apa. Jika aku harus mati, biarlah aku mati bersama duniaku ini."

Curator terkejut melihat keberanian Levian yang tidak menunjukkan rasa takut sama sekali, seolah-olah ia telah mempersiapkan segalanya. Dengan senyum kecil, Curator melangkah lebih dekat. {Apa kamu tidak takut mati?}

Levian memasang wajah bersandiwara lagi.. "Tentu aku takut... tapi.. apa gunanya takut sekarang?"

Curator terdiam, memandang Levian tanpa menunjukkan simpati.

"Aku ingin bertanya sesuatu" kata Levian.

Curator mengangguk perlahan.

"Berapa lama lagi sampai dunia ini hancur?"

{Itu sudah dimulai.}

"A-apa!?" Levian membuat ekspresi terkejut atas jawab curator..

"Bisakah hal itu ditunda? Setidaknya... berikan aku waktu untuk mengucapkan selamat tinggal." Tampak dia terlihat penuh harapan, matanya tampak berkaca-kaca. Namun, Curator tidak menunjukkan belas kasihan.

{Itu tidak mungkin. Aturan telah ditetapkan langsung, dan aku hanya menjalankan perintah.}

Wajah Levian menunjukkan keputusasaan atas jawaban itu. Namun, Curator akhirnya berkata.. {Namun, aku bisa memberimu waktu setidaknya tiga jam. Jika ada sesuatu yang ingin kau lakukan selama itu, silakan.}

"Apa itu benar?" Levian tampak sangat gembira mendengar jawaban tersebut. Dia menggigit umpannya.

{Ya, lakukan apa pun yang kau mau.}

Levian segera berlari meninggalkan Curator, terlihat sangat bahagia, meskipun ia tahu bahwa kehancuran dunia hanya tinggal menunggu waktu.

Curator memperhatikannya dengan bingung. {Aku tidak mengerti manusia. Bahkan di saat-saat terakhir, mereka masih bisa tersenyum bahagia.}

Namun, Curator tidak menyadari, bahwa izin yang ia berikan selama tiga jam itu akan mengubah segalanya. Saat Curator berhenti memperhatikannya, Levian segera menggunakan teleportasi yang telah ia siapkan untuk menghilang dari pandangan.

---

Di lantai dua, sebuah skenario baru hampir dimulai. Banyak manusia yang baru saja tiba dari lantai pertama bahkan tidak punya waktu untuk beradaptasi karena telah mati lebih dulu. Mereka tiba ke dunia ini dalam keadaan yang berbeda berbeda tempat.

Mereka yang tersisa segera berusaha menyesuaikan diri dengan dunia lantai dua.

Disebuah tempat, para penduduk lantai dua tidak jauh berbeda dengan manusia di lantai pertama, tetapi pakaian dan teknologi yang mereka gunakan terlihat jauh lebih canggih.

"Cepat naik, cepat naik! Jika kalian tidak ingin mati, jangan berlama-lama!" teriak salah satu penduduk lantai dua. Saat ini, mereka berdua berusaha naik ke sebuah kapal laut yang sangat besar.

Ukurannya begitu besar hingga melebihi monster-monster laut yang sebelumnya ditemukan oleh Levian.

"Wah, ini mengingatkanku pada dunia tempat tinggal kita." ujar Minho, salah satu hunter yang cukup kuat dari lantai pertama, kepada temannya..

Ia terkagum-kagum melihat kapal besar itu, yang memiliki lebih dari 20 lantai. Di matanya, dunia lantai dua terasa seperti gambaran bumi yang tidak pernah diserang monster. Jika bumi memiliki waktu sepuluh tahun tanpa kehancuran, mungkin teknologinya akan seperti ini.

Dengan teknologi canggih yang mereka miliki, Minho merasakan kekaguman yang mendalam. Perasaan kagum itu bercampur dengan rasa takut, karena dunia baru ini jauh lebih berbahaya dari apa yang ia bayangkan.