Hari itu, seperti biasa, suasana di Akademi Elit Kerajaan Thalassos sangat sibuk. Para siswa berlarian antara ruang kelas dan latihan, sementara udara pagi yang segar mengalir melalui jendela-jendela besar. Namun, untuk Aris, hari ini sedikit berbeda. Di lorong utama akademi, ia mendengar bisikan yang menyebar dengan cepat. Namanya, bersama dengan Lysandra, sedang dibicarakan di mana-mana.
Saat Aris berjalan menuju taman tempat biasa mereka bertemu, dia melihat kelompok siswa yang tampaknya tengah mengamati sesuatu dengan antusias. Penasaran, ia mendekat dan mendapati dua anak laki-laki dari keluarga bangsawan yang sudah terkenal, Raoul dan Kain, tengah berdiri berhadapan, memandangnya dengan tatapan tajam.
"Hei, Cean kecil!" sapa Raoul dengan nada yang terdengar bercanda tapi sarat ejekan. "Sepertinya kau benar-benar menikmati menjadi pusat perhatian, ya? Jangan-jangan, kau lupa kalau keluargamu itu hanya keluarga yang dipungut oleh Kerajaan karena kasihan?"
Kain, yang berdiri di samping Raoul, tertawa pelan. "Ah, jangan terlalu keras, Raoul. Bagaimanapun juga, dia cukup berbakat. Mungkin bakat itu diwariskan dari ibunya? Kudengar keluarga Cean tak terlalu banyak memberi kontribusi besar selain—"
"—menjilat para pejabat?" potong Raoul dengan nada mengejek, membuat beberapa siswa tertawa kecil.
Aris menghentikan langkahnya, menatap mereka dengan pandangan tenang, tetapi sorot matanya mengandung ketegasan. Ia tahu, mereka sengaja memprovokasinya.
"Apa ada yang ingin kalian bicarakan langsung denganku?" tanya Aris dengan nada sopan, seperti seorang bangsawan yang terlatih.
Raoul melangkah maju, mendekatinya. "Oh, aku hanya ingin tahu seberapa hebat dirimu, Cean kecil. Dengan segala perhatian yang kau dapatkan, aku penasaran apakah kau benar-benar sehebat itu." Ia menyeringai. "Bagaimana kalau kita buktikan?"
Kerumunan mulai bergumam. Semua orang tahu, Raoul adalah salah satu siswa terbaik dalam seni bela diri. Sebuah duel antara Aris dan Raoul akan menjadi tontonan yang menarik.
Aris menghela napas, lalu menatap Raoul dengan tenang. "Aku tidak mencari pertarungan ini, Raoul. Tapi jika kau merasa itu perlu untuk membuktikan sesuatu, aku akan menerimanya. Namun, ingatlah satu hal," katanya sambil menatap langsung ke mata Raoul. " Jika aku menang, aku ingin kau belajar untuk menghargai orang lain, bukan berdasarkan status mereka."
Kerumunan terdiam, tak menyangka jawaban Aris yang begitu tegas dan bermartabat.
Raoul tertawa kecil. "Hah! Kau bicara seolah-olah sudah menang. Kita lihat saja nanti."
Di sisi lain, Lysandra yang baru saja tiba di akademi setelah menghadiri pelajaran sihir, mendengar kabar itu dari seorang teman sekelas. Dengan cepat, ia berjalan menuju lapangan latihan, khawatir akan keselamatan Aris. Meskipun mereka baru berteman, ia sudah merasakan ikatan yang kuat antara mereka berdua. "Aris..." bisiknya, sambil mempercepat langkahnya.Di lapangan, duel dimulai dengan penuh ketegangan. Aris dan Raoul berdiri berhadapan, masing-masing memegang pedang. Raoul, dengan tubuh lebih besar dan lebih kuat, langsung melancarkan serangan agresif. Namun, Aris dengan kecepatan luar biasa menghindar, menggerakkan tubuhnya dengan gesit, bahkan tak jarang bergerak dengan langkah-langkah yang memanfaatkan aliran angin, menciptakan ilusi kecepatan.
Raoul semakin frustrasi melihat Aris menghindar dengan mudah. "Kenapa kamu tidak melawan?" teriaknya, memukul tanah dengan pedangnya.
Aris berhenti sejenak, menatap Raoul dengan tajam. "Kekuatan bukanlah segalanya, Raoul. aspek lain seperti kecepatan dan ketenangan sama pentingnya."
Dengan sebuah gerakan cepat, Aris menangkis serangan Raoul, mengalihkan arah pedangnya, dan membuat Raoul kehilangan keseimbangan. Dengan gerakan halus, Aris menundukkan pedangnya di leher Raoul. "Kau sudah kalah," katanya, suaranya tetap tenang.
Kerumunan terdiam sejenak, lalu bersorak, kagum pada keahlian Aris. Raoul terengah-engah, merasa malu, tapi dia tidak dapat mengelak dari kenyataan. Setelah beberapa saat, dia menarik pedangnya dan mundur. "Ini belum berakhir, Aris!" geramnya sebelum melangkah pergi.
Saat Aris berjalan keluar dari lapangan, Lysandra mendekatinya. "Aku... aku khawatir," katanya, suaranya lembut namun penuh kekhawatiran. "Kau tidak terluka, kan?"
Aris tersenyum, matanya bersinar dengan kebahagiaan. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Terima kasih telah peduli."
Namun, di luar pertemuan mereka yang menyenangkan, masalah lain sudah menunggu. Lysandra, yang sedang berjalan pulang, tiba-tiba dipanggil oleh ayahnya, Lord Sylas, yang tampak sangat murung.
"Lysandra," suara kerasnya membuat gadis itu berhenti.
beberapa saat kemudian,
Di sisi lain kota, di rumah keluarga Lysandra, suasana tegang menyelimuti ruangan utama. Lord Sylas, ayah Lysandra, berdiri dengan tatapan dingin.
"Lysandra," suara Lord Sylas terdengar penuh ketegasan, "Aku mendengar kau semakin dekat dengan anak dari keluarga Cean. Apa yang kau pikirkan?"
"Iya, Ayah," jawab Lysandra dengan suara pelan. "Aris adalah teman yang baik. Kenapa Ayah khawatir—"
"Karena kau tidak tahu apa yang kau lakukan!" potong Lord Sylas, nada suaranya lebih keras. "Keluarga Cean hanya alat bagi kerajaan, Lysandra. Mereka bukan siapa-siapa. Mereka hanya pemimpin yang terikat pada kekuasaan dan perang, mereka tidak akan mampu menghalangi rencana kita, tapi kalau kau terus mendekati mereka, semua akan berantakan!"
Lysandra terdiam, matanya mencoba mencari pemahaman di balik kata-kata ayahnya. "Tapi Aris berbeda, Ayah. Dia bukan seperti yang Ayah katakan."
Lord Sylas menghela napas, lalu melangkah mendekat dengan tatapan tajam. "Keluarga Cean hanya alat yang digunakan kerajaan untuk mempertahankan kekuasaannya. Mereka tidak tahu apa yang kita lakukan di balik layar, dan itu harus tetap seperti itu. Aku tidak ingin kau mengacaukan segalanya dengan terjebak dalam ikatan dengan anak itu."
Lysandra merasa bingung, hatinya bergejolak. "Tapi... Ayah tidak memberitahuku apa yang sedang terjadi. Kenapa aku tidak bisa tahu?"
"Karena kau tidak perlu tahu," jawab Lord Sylas dengan suara lebih rendah namun penuh penekanan. "Rencana keluarga kita tidak boleh diganggu oleh siapapun. Keluarga Cean bukan musuh, mereka hanyalah bagian dari permainan besar yang sedang kita jalankan. Namun jika mereka tahu lebih banyak atau jika kau terlibat lebih jauh, rencana kita akan gagal."
Lysandra mulai merasa gelisah. Meskipun ia ingin mempercayai Aris, kata-kata ayahnya mengguncang keyakinannya. "Tapi aku tidak mengerti, Ayah. Kenapa rencana itu begitu penting? Kenapa aku harus menjauh dari Aris?"
Lord Sylas menatapnya dengan tegas. "Karena keluargamu—keluarga kita—memiliki sesuatu yang lebih besar untuk dikerjakan, Lysandra. Sesuatu yang tidak boleh diketahui oleh orang luar, bahkan keluarga Cean. Aku tidak akan membiarkan hal itu terganggu oleh hubunganmu dengan mereka."
Lysandra terdiam, pikirannya berkecamuk. Ia merasa terjepit antara keyakinannya pada Aris dan rahasia gelap yang disembunyikan keluarganya. "Aku... aku akan berhati-hati, Ayah."
Lord Sylas mengangguk dengan tatapan yang lebih lembut, namun masih penuh peringatan. "Kau harus lebih dari itu, Lysandra. Aku hanya ingin melindungimu. Jangan biarkan dirimu terseret ke dalam hal yang lebih besar dari yang kau bayangkan."