Chereads / Nexara / Chapter 6 - Arus balik

Chapter 6 - Arus balik

Benteng tua itu berdiri kokoh dan menyeramkan di tengah kegelapan malam, dihiasi bayang-bayang yang bergerak setiap kali kilat menyambar langit. Dindingnya yang berlumut dan kusam terlihat semakin mengintimidasi di bawah guyuran hujan deras. Tanah di sekitar benteng telah berubah menjadi lumpur, membuat setiap langkah Aris terasa berat. Namun, tekadnya untuk menyelamatkan Lysandra tak tergoyahkan. Dengan napas yang teratur, ia menatap gerbang besar di depannya.

Tanpa membuang waktu, Aris mulai bergerak mengitari benteng. Mata tajamnya mencoba menembus kegelapan, mencari tanda-tanda keberadaan Lysandra atau jalan masuk yang bisa ia gunakan. Setiap derak ranting atau hembusan angin membuatnya semakin waspada. Ia tahu tempat ini penuh bahaya, dan langkah yang salah bisa berarti akhir dari misinya.

Namun, tiba-tiba suara gemuruh keras memecah kesunyian malam. Sebuah ledakan besar terdengar dari arah dalam benteng, disusul dengan kilatan cahaya yang memancar dari salah satu sisi bangunan. Aris berhenti sejenak, tubuhnya menegang. Ia mendengar suara teriakan dan dentingan senjata yang saling berbenturan. Itu bukan suara pertempuran biasa. Dari intensitasnya, ia tahu seseorang sedang bertarung melawan musuh yang sangat kuat.

"Lord Sylas, dan Lysandra?..." gumam Aris, matanya membelalak saat menyadari kemungkinan itu.

Pada saat yang sama, perasaan yang telah lama ia kenal mulai menggelitik di dalam dirinya. Kehadiran Lysandra. Meski samar, ia merasakan keberadaan gadis itu di tempat ini. Seolah ada ikatan tak terlihat yang menghubungkan mereka, memberikan sinyal bahwa Lysandra tidak jauh darinya.

Tanpa berpikir panjang, Aris mempercepat langkahnya. Hujan yang mengguyur tubuhnya tidak lagi ia pedulikan. Setiap tetes hujan yang jatuh ke wajahnya terasa seperti dorongan untuk terus maju. "Lysandra... Aku akan menyelamatkanmu," gumamnya dengan tekad membara di matanya.

Ketika Aris tiba di lokasi suara ledakan, betul saja, ia menemukan Lord Sylas sedang bertarung melawan seorang pria bertubuh besar dengan aura gelap yang memancar dari tubuhnya. Pria itu terlihat sangat kuat, dan setiap gerakannya terasa mengintimidasi. Pedang besar di tangannya meluncur dengan kecepatan yang tidak sebanding dengan ukurannya, memaksa Lord Sylas untuk terus bertahan.

Di sisi lain, Lysandra duduk tersandar di dinding dengan tubuh lemas. Pakaiannya kotor dan robek, menunjukkan betapa berat penderitaan yang telah ia alami. Namun, matanya tetap fokus pada ayahnya, yang berusaha mati-matian melindunginya. "Ayah! Hati-hati!" teriaknya, suaranya serak namun penuh kekhawatiran.

Lord Sylas, meskipun jelas kelelahan, tetap berdiri tegak. "Lysandra... aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu!" teriaknya, mencoba menangkis serangan dengan segala kekuatannya. Namun, musuh di depannya terlalu kuat. Gerakan pria itu penuh dengan kecepatan dan kekuatan yang membuat Lord Sylas tampak seperti sedang dipermainkan.

Aris, yang menyaksikan semuanya dari kejauhan, mengepalkan tangannya. Amarah dan kesedihan bercampur di dalam dirinya. Ia tidak bisa membiarkan ini berlanjut. Dengan cepat, ia melompat ke medan pertempuran, menarik pedangnya dari sarungnya. "Aku tidak akan membiarkan ini berlanjut!" teriaknya sambil mengarahkan serangan ke musuh yang tengah menyerang Lord Sylas.

Pria itu menoleh ke arah Aris, matanya yang tajam menyipit. "Oh?" katanya dengan nada mengintimidasi. Ia mengayunkan pedangnya ke arah Aris, yang dengan sigap menangkisnya.

Pertarungan tiga arah itu berlangsung dengan intens. Aris mencoba mencari celah untuk menyerang, sementara Lord Sylas terus memberikan perlawanan meskipun jelas ia mulai kehabisan tenaga. Namun, dalam kekacauan itu, musuh mereka berhasil mempermainkan mereka. Dalam satu gerakan cepat, ia memanfaatkan momen saat Aris dan Lord Sylas menyerang bersamaan. Aris, tanpa sengaja, menusukkan pedangnya ke dada Lord Sylas.

"Tidak!" teriak Aris saat menyadari apa yang terjadi. Matanya membelalak, tubuhnya gemetar. Lord Sylas terhuyung, darah mengalir dari lukanya. Ia memegang bahu Aris dengan tangan yang bergetar, mencoba menenangkan pemuda itu. "Aris... jangan ragu. Ingat apa yang kau katakan. Pertempuran ini hidup dan mati. Kau harus bertahan... kuserahkan Lysandra padamu," bisiknya sebelum tubuhnya terjatuh ke tanah.

Aris terpaku, emosinya bercampur aduk. Amarah, kesedihan, penyesalan, semuanya membanjiri dirinya. Namun, saat ia melihat Lysandra yang menangis, ketakutan di sudut ruangan, sesuatu di dalam dirinya meledak. Ia mengangkat pedangnya, matanya penuh dengan kemarahan yang membara. "Kau!" teriaknya, menyerang musuh itu dengan penuh keganasan.

Aris menyerang dengan membabi buta, setiap tebasannya penuh dengan kekuatan dan emosi. Musuh itu awalnya tampak menikmati pertarungan, tetapi serangan Aris yang tak terduga mulai memaksanya mundur. Dalam satu serangan, Aris berhasil mengenai tubuh pria itu, membuatnya terkejut. Serangan itu cukup kuat untuk melemparkannya keluar dari benteng, tubuhnya terhempas ke hutan di bawah.

Tanpa ragu, Aris melompat mengikuti musuhnya, meninggalkan benteng tua itu dan meninggalkan Lysandra dengan pasukan yang tersisa yang baru saja sampai di benteng. Hujan deras terus mengguyur, menambah dramatisnya momen tersebut.

Ketika mereka bertempur di tengah hutan, hujan yang deras membuat medan menjadi semakin licin dan berbahaya tapi juga menguntungkan Aris. Aris mengayunkan pedangnya secara horizontal, menghasilkan tebasan kuat yang menumbangkan beberapa pohon di belakang musuhnya. Batu-batu di sekitarnya beterbangan akibat kekuatan serangan itu. Namun, musuhnya kini mulai menunjukkan kekuatan sebenarnya. Dengan satu ayunan pedang, gelombang energi memancar, menghancurkan pohon-pohon besar dalam sekali serang.

Aris hanya bisa bertarung sekuat tenaga untuk bertahan. Setiap serangan musuhnya terasa mematikan. Ia menangkis dengan susah payah, tubuhnya terdorong ke belakang akibat kekuatan yang luar biasa. Namun, ia tidak menyerah. Mata Aris tetap fokus, mencari celah di tengah rentetan serangan yang terus menerus.

Dalam satu momen spontan, Aris melompat ke udara, memutar tubuhnya, dan melancarkan serangan yang terlihat seperti datang dari segala arah. Lima tebasan terlihat meluncur sekaligus, menciptakan ilusi yang membingungkan musuhnya. Serangan itu cukup untuk membuat musuhnya kaget dan mundur sejenak, tetapi masih belum cukup untuk mengalahkannya.

Namun, momen kehancuran Aris tiba ketika musuhnya, dengan gerakan yang sangat cepat, melancarkan serangan balik yang tak terhindarkan. Sebuah pedang gelap menembus pertahanan Aris, dan sebelum ia sempat bereaksi, tangan kanannya terkena tebasan yang begitu tajam hingga terputus seketika. Rasa sakit yang luar biasa menghantam tubuhnya, membuatnya berteriak keras "AAAAARRRRGGHHHEEEĀ EEEEHHH UUGHGH" teriak aris di tengah derasnya hujan.

Tangannya yang terputus jatuh ke tanah, darah mengucur deras dari lukanya. Meski begitu, mata Aris yang marah tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Ia menggertakkan giginya, memaksa dirinya tetap berdiri meskipun rasa sakit itu menggerogoti tubuhnya. Dengan kekuatan tekad yang luar biasa, ia menutup matanya sejenak, memusatkan pikirannya pada hujan yang mengguyur tubuhnya. Air yang mengalir di sekelilingnya mulai berkumpul di luka di tangannya.

Aris, dengan erangan penuh rasa sakit, mulai menggunakan blessing-nya untuk menumbuhkan kembali tangannya. Proses itu begitu menyakitkan, jauh lebih menyiksa daripada saat ia kehilangan tangannya. Air yang mengalir berubah menjadi jaringan baru, perlahan-lahan membentuk tangan yang hilang. Namun, rasa sakitnya begitu hebat hingga ia berteriak lagi, kali ini dengan suara yang mengguncang hutan.

Sambil menahan rasa sakit, Aris menatap musuhnya dengan penuh kebencian. "ugh Kenapa? Kenapa kau ack aaaah melakukan semua ini?!" teriaknya dengan suara serak dan menyedihkan.