Sekitar pukul empat sore, auditorium besar di Gedung 8 Universitas Normal dipenuhi oleh mahasiswa yang memiliki karakter baik dan prestasi akademik.
Sementara pembawa acara yang cantik, mengenakan gaun malam mewah, memberikan pidato yang penuh semangat di atas panggung, sebagian besar mahasiswa di bawahnya, meskipun menghadap ke depan, pikirannya melayang ke awan.
Jenis-jenis pidato seperti ini sudah cukup standar, dan mahasiswa Universitas Normal akan mendengarnya beberapa kali setiap tahun: obrolan pembawa acara, komentar kepemimpinan di tengah pidato, tamu yang mengenang tahun-tahun signifikan mereka diikuti dengan meninjau perkembangan sekolah, dan akhirnya pandangan ke masa depan untuk menutupnya—sama sekali tidak orisinal dan tidak berguna.
Tentu saja, bagi beberapa mahasiswi yang lebih muda, melihat Senior Chu yang tampan dan gagah di atas panggung adalah satu-satunya keuntungan.
