Chereads / Necromancer: The Nine / Chapter 3 - Bab 3 - Bayangan Di Abyss Drakthar

Chapter 3 - Bab 3 - Bayangan Di Abyss Drakthar

Kabut tebal menyelimuti Abyss Drakthar, udara di sekitar terasa berat, seolah-olah setiap tarikan napas mencuri kekuatan mereka. Di depan, sebuah gua besar yang menjulang seperti mulut raksasa berdiri angkuh, dikelilingi oleh batu hitam berkilauan yang memantulkan cahaya remang dari kristal-kristal kecil di sekitarnya.

Atherion dan Orestes melangkah perlahan, tubuh mereka tertutup bayangan gua. Atherion mengamati dengan cermat, matanya menangkap detail setiap inci tempat itu. Di tengah gua, sebuah kristal besar berwarna hijau kebiruan bersinar terang. Cahaya dari kristal itu memancar ke seluruh sudut, menciptakan bayangan aneh di dinding gua.

"Itu dia," bisik Atherion. "Kristal monster yang kita cari."

Orestes menyipitkan mata. "Tidak semudah itu. Lihat di sana."

Di dekat kristal, seekor Drakthar Warden berdiri dengan tubuhnya yang masif. Monster itu berbentuk seperti campuran naga dan singa, kulitnya bersisik hitam legam dengan cakar tajam yang tampak mampu merobek logam. Matanya merah menyala, bergerak perlahan mengawasi setiap sudut gua.

"Monster Rank A+," gumam Atherion, wajahnya tetap tenang meski pikirannya bekerja cepat. "Kita tidak bisa bertarung secara langsung. Itu akan membuang terlalu banyak waktu dan tenaga."

Orestes mengangguk. "Jadi, kita mencuri?"

"Ya," jawab Atherion singkat. "Kau alihkan perhatiannya. Aku akan mengambil kristalnya."

Orestes menyeringai, mencabut pedangnya yang berkilauan dengan aura ungu gelap. "Baiklah, pemuda. Tapi kalau aku mati lagi, aku akan menghantuimu."

Atherion hanya menggeleng, menyembunyikan senyum kecil.

Orestes melangkah ke depan, memukul pelindung dadanya dengan pedang. Suara dentingan logam itu menggema di gua, menarik perhatian Drakthar Warden. Monster itu berbalik, menggeram marah ketika matanya menangkap sosok Orestes.

"Hey, binatang jelek! Kau suka pedang?" teriak Orestes sebelum melompat ke arah monster itu, menyerang dengan ayunan cepat.

Drakthar Warden mengaum, melancarkan cakar besar yang menghantam tanah, menciptakan retakan besar. Namun, Orestes dengan mudah menghindar, memanfaatkan kelincahan tubuh wadahnya yang sempurna.

Sementara itu, Atherion bergerak cepat di sepanjang bayangan dinding gua. Tangannya menggenggam erat sebuah kantung kecil untuk menyimpan kristal. Ia memastikan setiap langkahnya tidak menimbulkan suara, mendekati kristal dengan hati-hati.

"Cepatlah, Atherion!" teriak Orestes sambil menangkis serangan monster itu.

Drakthar Warden semakin agresif, menghembuskan napas api ke arah Orestes. Namun, Orestes tetap tenang, menggunakan pedangnya untuk menciptakan perisai energi yang melindunginya dari serangan api.

"Jangan khawatir. Aku hampir selesai," jawab Atherion dengan nada tenang.

Ia mencapai kristal besar itu, matanya menyala dengan antisipasi. Dengan gerakan cepat, ia melepaskan kristal dari tempatnya. Sebuah suara gemuruh terdengar saat kristal itu terlepas, membuat seluruh gua bergetar.

"Bagus sekali," gumam Atherion sambil menyimpan kristal itu ke dalam kantung.

Namun, Drakthar Warden segera menyadari apa yang terjadi. Ia mengaum keras, berbalik ke arah Atherion dengan amarah yang membara.

"Aku rasa kita harus pergi sekarang!" teriak Atherion.

Orestes melompat ke depan, menghadang monster itu. "Pergi duluan! Aku akan menahannya."

Atherion tidak membantah. Ia berlari keluar dari gua, melompati bebatuan dan menghindari retakan yang semakin besar. Orestes bertahan di belakang, menggunakan setiap serangan untuk menahan laju Drakthar Warden.

Saat Atherion mencapai pintu masuk gua, ia berbalik dan mengarahkan tangan besinya ke arah Drakthar Warden. Cakar api meluncur keluar, menyerang kaki monster itu dan memberinya waktu bagi Orestes untuk melarikan diri.

"Ayo!" teriak Atherion.

Orestes berlari keluar dengan cepat, meninggalkan Drakthar Warden yang mengaum penuh kemarahan. Mereka berhasil keluar dari Abyss Drakthar tepat sebelum gua itu runtuh, menutup jalan masuk dengan batu-batu besar.

Keduanya terengah-engah, tetapi Atherion memegang kantung kecil itu dengan senyum puas. "Kita dapat kristalnya."

Orestes menyandarkan tubuhnya ke batu besar, tertawa kecil. "Kau gila, bocah. Tapi aku suka gaya ini."

Setelah istirahat singkat, mereka melanjutkan perjalanan. Atherion memimpin, matanya tertuju pada sebuah desa kecil yang tampak di kejauhan.

"Di sana," kata Atherion. "Itu tempat kita akan menemukan tubuh dan gen untuk mayat berikutnya."

"Siapa yang kau incar kali ini?" tanya Orestes.

"Seorang panglima perang," jawab Atherion dengan nada serius. "Tubuhnya terkubur di makam kuno di desa itu. Aku akan menggunakan kristal ini untuk membangkitkannya. Dengan kekuatannya, pasukan kita akan semakin lengkap."

Orestes mengangguk. "Aku harap dia sekuat diriku."

Atherion tersenyum samar. "Kita akan lihat."

Mereka melanjutkan perjalanan menuju desa itu, langkah mereka dipenuhi dengan tujuan dan ambisi. Di depan, bintang-bintang malam mulai bermunculan, seolah menyaksikan awal dari kisah yang akan mengubah dunia.