Rangga mengawali pagi dengan semangat yang membara. Setelah membersihkan diri dan sarapan bersama keluarganya, ia segera duduk di depan laptop barunya. Jemarinya bergerak lincah di atas keyboard, seolah setiap huruf yang ia ketik adalah pintu menuju dunia lain. Inspirasi mengalir deras seperti sungai, dan ia bahkan tidak menyadari waktu yang berlalu.
Dalam satu hari penuh, Rangga menyelesaikan tiga volume naskah berturut-turut untuk Another Star. Setiap bab mengungkapkan konflik baru, kedalaman karakter, dan misteri yang membuat pembaca penasaran. Ia merasa puas melihat hasil kerjanya, lalu dengan cepat mengirimkan naskah-naskah tersebut ke email Dewi.
Sementara itu, di kantor 149 Entertainment, Dewi sedang memeriksa laporan harian ketika notifikasi email masuk berbunyi. Ia membuka email dari Rangga dan langsung terkejut melihat tiga volume baru sudah selesai. "Apa? Tiga volume? Secepat ini?" bisiknya penuh heran.
Rasa penasaran membuatnya menunda pekerjaan lain. Dewi membuka file pertama dan mulai membaca. Seketika, ia terhanyut dalam cerita. Setiap alur begitu memikat, setiap karakter terasa hidup, dan setiap konflik disusun dengan begitu rapi.
"Anak ini luar biasa... Bukan hanya cepat, tapi juga berbakat," gumamnya sambil terus membalik halaman digital. "Bagaimana mungkin dia menghasilkan karya seperti ini dalam waktu singkat?!"
Dewi menutup laptopnya dengan senyum puas. Tanpa menunda, ia meraih ponsel dan segera menghubungi salah satu kenalannya, seorang produser drama bernama David. David adalah sosok yang terkenal di industri hiburan dengan reputasi menghasilkan serial-serial populer, meski terkenal juga agak keras kepala dan sulit diyakinkan.
"David, aku punya sesuatu yang mungkin akan membuatmu tertarik," kata Dewi setelah sambungan terhubung.
"Apa lagi kali ini, Dewi? Jangan menganggu kalau tidak penting," jawab David sambil tertawa kecil.
"Ini sesuatu yang pasti kau suka," ujar Dewi meyakinkan.
David menghela napas di seberang telepon. "Kau tahu aku tidak punya waktu untuk hal-hal yang sepele. Aku harus segera membuat proyek baruku. kalau tidak ada yang penting aku tutup dulu"
"Aku akan mengirim naskah. Bacalah dulu, hanya satu volume. Kalau kau tidak suka, aku tidak akan memaksamu lagi," bujuk Dewi dengan nada penuh percaya diri.
Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya David menyerah. "Baiklah, kirimkan saja ke emailku."
Dewi segera mengirimkan naskah volume pertama Another Star. Setelah itu, ia menunggu dengan penuh harap.
Beberapa jam kemudian, David menelepon balik. Kali ini, nadanya jauh berbeda—penuh antusiasme.
"Dewi! Siapa penulis naskah ini? Aku harus bertemu dengannya secepatnya! Ceritanya luar biasa, konfliknya menarik, dan karakter utamanya punya kedalaman yang jarang kutemukan di drama-drama lain!"
Dewi tersenyum penuh kemenangan. "Namanya Noah. Tapi... dia belum pernah menulis drama sebelumnya. Kau yakin ingin bertemu dengannya?"
"Tentu saja! Jika dia bisa menulis seperti ini tanpa pengalaman, aku tak bisa membayangkan seberapa jauh potensinya. Atur pertemuan segera!" ujar David dengan penuh semangat.
Dewi menutup telepon dengan hati yang lega. Ia tahu, langkah besar untuk Another Star baru saja dimulai.
Di kafe itu, suasana terasa santai. Musik jaz lembut mengalun, menyatu dengan aroma kopi yang memenuhi ruangan. Dewi, David, dan Rangga duduk di meja dekat jendela besar. Sinar matahari sore memantul di permukaan cangkir mereka.
David: (tersenyum lebar sambil menyandarkan tubuh ke kursi) "Noah, aku harus jujur. Naskahmu benar-benar fenomenal. Aku bahkan begadang semalam hanya untuk menyelesaikan membacanya. Jarang sekali aku terpesona seperti ini."
Rangga: (mengaduk teh manisnya perlahan) "Senang mendengarnya, Pak David."
Dewi: (tersenyum penuh arti) "Rangga, kau harus tahu, pujian seperti itu dari David adalah sesuatu yang langka. Ini benar-benar sebuah pengakuan besar."
David: (mengangguk antusias) "Betul sekali. Aku ini terkenal sulit dibuat terkesan, tapi Another Star berhasil melakukannya. Dan karena itu, aku ingin membahas sesuatu yang penting."
(Ia mencondongkan tubuh ke depan, memperlihatkan keseriusannya.)
"Aku ingin menjadikan naskahmu sebagai serial drama."
Rangga: (mengangkat alis sedikit, tanpa terlihat terlalu terkejut) "Serial drama, ya?"
David: (tertawa kecil) "Aku sudah membayangkan visualnya—alien abadi, cinta yang melintasi waktu, konflik emosional yang menyentuh. Ini bisa menjadi proyek besar, Noah. Sangat besar."
Rangga: (tersenyum tipis, menyesap tehnya pelan) "Tentu saja. Jika menurut Anda ini proyek besar, mari kita lakukan."
Dewi: (melirik David, agak heran dengan sikap tenang Rangga, tapi tetap melanjutkan) "Itu kabar baik. Jadi begini, Rangga, tiap episode yang diangkat dari naskahmu akan kami hargai 500 ribu zenny. Selain itu, kami juga akan menghormati alur ceritamu sepenuhnya. Jika kau ingin memegang kendali kreatif, itu pun bisa diatur."
David: (mengangguk cepat) "Kau adalah kuncinya, Noah. Ceritamu luar biasa, dan kami tidak ingin merusaknya. Kau setuju?"
Rangga: (menatap mereka bergantian, lalu menjawab dengan nada datar) "Ya, tentu saja. Sepertinya ini pengaturan yang masuk akal."
David: (tersenyum lebar sambil menjentikkan jari) "Bagus! Itu yang ingin kudengar. Dewi, segera siapkan kontraknya. Aku ingin produksi dimulai secepatnya."
Dewi: (mengangguk dengan senyum puas) "Tentu, aku akan mengirimkan draft kontraknya ke emailmu malam ini, Rangga. Kalau ada yang perlu diubah, beri tahu aku."
Rangga: (hanya mengangguk pelan) "Baik, terima kasih."
David dan Dewi saling bertukar pandang, keheranan mulai tergambar di wajah mereka.
Dewi: (berusaha mencairkan suasana) "Rangga, kau tahu, sebagian besar penulis pemula pasti akan melompat kegirangan saat mendapat kesempatan seperti ini. Tapi kau... terlihat sangat santai."
David: (menambahkan, sambil tersenyum kecil) "Apa kau tidak menyadari betapa besar proyek ini?"
Rangga: (tersenyum tipis, menatap mereka dengan tenang) "Saya menyadari itu. Tapi, bukankah sudah sewajarnya cerita yang bagus dijadikan drama?"
David tertawa kecil, sementara Dewi hanya bisa memandang Rangga dengan rasa penasaran yang semakin besar.
David: (tertawa sambil berdiri) "Kau memang unik, Noah. Aku rasa kita akan bekerja sama dengan sangat baik."
Rangga tersenyum kecil, dengan kedua orang itu. Dia merupakan seorang penulis dimasa lalu yang puluhan kali naskahnya dijadikan serial drama, film dan bahkan dijuluki kreator naskah tier S. Hal yang terjadi saat ini bukanlah hal yang semestinya dia herankan.
Hari itu terasa berlalu begitu cepat. Di dalam kamar, Rangga duduk di depan laptopnya, sibuk mengetik bab terakhir naskah Another Star. Matahari sudah hampir tenggelam, mewarnai langit dengan jingga yang hangat. Suasana begitu hening, hanya terdengar suara ketukan keyboard yang terus-menerus.
Namun, keheningan itu pecah ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Nama Dewi tertera di layar. Rangga mendesah pelan, mengistirahatkan jemarinya sejenak sebelum mengangkat panggilan.
Rangga: (dengan nada malas) "Halo, Dewi. Ada apa?"
Dewi: (dengan nada penuh semangat) "Rangga, aku punya kabar menarik buatmu! Kami akan memulai casting untuk pemeran Another Star minggu depan."
Rangga: (menghela napas, terdengar tidak terlalu antusias) "Oh, begitu. Lalu?"
Dewi: (terdengar heran dengan reaksi Rangga) "Lalu? Tentu saja aku ingin kau ikut hadir. Kau penulisnya, siapa lagi yang lebih paham karakter-karakter ini selain dirimu?"
Rangga: (dengan nada datar) "Baiklah, kapan dan di mana?"
Dewi: (terdengar senang) "Minggu depan, di studio 149 Entertainment, jam 10 pagi. Jangan lupa datang, ya."
Rangga: (menghela napas lagi) "Iya, aku datang."
Rangga: "Iya, sampai bertemu."
Pagi itu, Rangga berjalan dengan santai menuju 149 Entertainment, karena ini adalah pertama kalinya ia mengunjungi studio tersebut. Dengan langkah terburu-buru, ia memasuki gedung besar itu dan melihat koridor yang panjang dengan beberapa pintu studio di sekelilingnya.
"Studio 3... di mana ya?" gumam Rangga, menyisir ruangan yang nampaknya tak berujung.
Dia berputar-putar beberapa kali, bingung mencari lokasi yang tepat. "Mungkin ada petunjuk di sini," katanya, terus melangkah lebih dalam ke lorong yang lebih sepi.
Ketika dia sibuk melihat nama-nama ruangan,
"Brugg" dia tiba-tiba menabrak seseorang.
"Maaf" sontak Rangga berkata,
"Hei, dimana kamu taruh matamu, kata Sorang pria.
Memandang Rangga pria tersebut tersenyum kecut, "bagaimana kamu berpakaian seperti pengemis di disini?" Siapa yang mengijinkan orang ini masuk?"
Rangga mengerutkan kening dan memandang ke arah pria itu.
"Apa yang kamu lihat? Kata pria itu.
"Kamu tidak tau siapa aku? " Kata pria itu.
Rangga diam saja dan berjalan menjauh dari pria itu dengan acuh.
Melihat rangga hendak pergi, dia berteriak. "Woii! Kemana sampah ini pergi setelah menumpahkan minumanku"
Mendengar suara teriakan banyak orang memalingkan pandangan mereka ke arah suara itu.
"Bukankah itu prazz. Actor terkenal dari Z management? "Seseorang berbisik
"Iya benar, dia actor terkenal namun sangat angkuh. Banyak yang bilang yang berurusan dengannya akan bernasib sial"
"Ssst. Pelankan suaramu, tapi siapa laki-laki yangmembuat sumbu api pras terbakar? "
Prazz menghampiri Rangga yang berjalan membelakangi prazz.
"Priak… "prazz melempar minuman yang tersisa ke arah kepala Rangga
"Nah, sekarang kita impas, lain kali bawa matamu jika hendak pergi" kata prass dengan senyum mengejek.
Rangga berbalik dan memutar matanya. Dia sangat marah namun dia berusaha menahan amarahnya karena tempat ini adalah tempat Dewi dan produser David,dia tidak ingin membuat keributan. Tapi prazz sudah melewati batas.
"Kau… " Rangga melotot ke arah prazz
"Apa? Mau menantangku? " Kata prazz remeh.
"Ring ring ring " ponsel berdering
Ponsel prazz berdering.
Kemudian dia menjawab panggilan tersebut. Dan berbicara dengan seseorang ditelepon dengan gelisah.
Setelah menutup panggilan dia menatap Rangga lagi lalu berkata " Hari ini kamu beruntung, jangan sampai bertemu denganku lagi " kata prazz kemudian berbalik pergi.
Rangga menghela nafas. Kemudian membelai rambutnya yang basah dan lengket. Seseorang lalu menepuk bahunya. "Pakai ini " seorang laki-laki memberikan sekotak tissu. Perawakan laki-laki itu besar dan memakai jasa hitam.
"Terimakasih" kata Rangga.
"Sama-sama, perkenalkan nama saya Rohi. Saya staff disini, orang itu bernama prazz, dia actor dari Z management dan karakternya memang busuk seperti itu, kamu harus berhati-hati dengannya" kata rohi.
"Terimakasih, saya akan mengingatnya", jika anda staff disini bisakah anda memberitahu saya dimana studio 3? " Tanya Rangga
"Oh, tentu. Itu tempat casting Another star apakah anda peserta casting? Saya bisa mengantarkan anda kesana" Tanya rohi
"Bukan, saya penulis naskahnya" kata Rangga datar
"Oh, penulis naskahnya….. Apa??? " Rohi terkejut