Dalam hening, dalam alunan petir, aku berjalan menyusuri lantai kotor rumah itu sembari menarik gagang koper. Tanaman berduri bahkan telah menerobos masuk melalui jendela-jendela kecil di atas sana.
Seberapa lama rumah ini ditinggalkan?
Aku melangkah meneliti setiap perabotan yang ada. Rak berdebu dengan laci-laci kosongnya. Pigura-pigura yang menampakkan wajah penuh legenda. Entah siapa yang wajahnya terpampang di sana.
Segalanya berdebu di sini. Aku beberapa kali bersin karenanya. Tidak ada lampu yang bisa dinyalakan. Sehingga malam ini aku akan tidur dalam gelap gulita.
Aku memutuskan pergi ke lantai atas. Mungkin saja di sana masih ada kamar yang layak. Aku menyeret koper dengan susah payah. Apalagi jumlah anak tangga di sini sangat banyak. Sungguh menyusahkan. Pantaskah ini disebut hukuman?
Karena semua jendela tertutup rapat, di sini jauh lebih gelap. Aku bahkan tak bisa melihat apa-apa. Sesekali dengan bantuan petir, aku bisa melihat jalan di depanku. Tidak ada bedanya. Lantai bercampur tanah dan debu yang kotor.
Semua terasa biasa saja. Padahal rumah ini terbengkalai mungkin beberapa tahun lalu. Tetapi aku tidak merasa begitu setelah... Grrt!
Aku menoleh spontan. Apa itu tadi? Jangan-jangan ada penyusup di rumah ini?
Sebuah suara meja digeser. Aku jadi seperti orang gila yang berhalusinasi. Kemudian tidak ada suara apa-apa lagi. Aku menghela nafas.
"Ah, mungkin cuma perasaanku saja." Aku mengeluarkan suara agar situasi tidak bertambah menegangkan.
Aku hendak menoleh kembali, tetapi suara aneh kembali muncul untuk menguji andrenalinku. Tap... Tap... Tap! Tap! Tap!
Suara langkah kaki yang awalnya pelan. Mendadak seperti orang berlari. Aku kembali menoleh. Tidak ada siapa-siapa. Benarkah ada penyusup? Atau ini ulah penghuni rumah terbengkalai ini? Aku menelan saliva dengan susah payah.
Saking takutnya, guntur yang menggelegar terasa mengejutkan bagiku. Aku bertekad untuk tidak takut. Semakin aku takut, semakin mereka mengecohku.
Aku berbalik badan. Membulatkan tekad untuk tidak menoleh atas apapun yang akan kudengar selanjutnya. Siapapun pelakunya, ini tetap namanya penindasan. Aku tidak akan ditindas. Itu saja yang menjadi dasar dari tekadku.
Aku melangkah tegap. Tanpa menoleh kanan kiri lagi. Kali ini dia menggangguku dengan cara yang sedikit lebih ekstrim. Pintu yang dibuka tutup berkali-kali. Kaca yang tiba-tiba pecah padahal tidak ada sambaran petir.
Hingga suara orang tertawa. Aku yakin tidak ada orang selain aku di sini. Kecuali mungkin penyusup. Tetapi manusia pun tidak bisa melakukan hal seperti itu. Kalau begitu, sudah pasti ini ulah makhluk astral. Dasar brengsek.
Aku menoleh cepat, "DIAMLAH!!!!" seruku merasa kesal.
Dan disaat itu pula, semuanya menjadi senyap. Tidak ada apa-apa. Sama seperti sebelumnya. Semua ruangan pintunya tertutup. Juga tidak ada satupun kaca yang pecah. Di situlah, aku merasa diteror oleh makhluk lain. Apa dia tidak suka aku datang kemari?
Hujan di luar masih menjadi-jadi. Angin sejuk masuk melalui celah-celah jendela. Menghantarkan hawa dingin tiada tara. Aku segera beralih. Mencari ruangan yang masih layak.
Satu persatu kubuka pintu ruangan. Hampir semuanya berantakan. Namun kutemukan satu ruangan yang masih layak pakai. Meski kotor, tetapi ranjangnya masih bagus. Terdapat meja rias juga di pojok ruangan.
Bayanganku terlihat samar-samar. Kugunakan telapak tangan untuk menghapus debu di cermin. Segera cermin itu bisa digunakan kembali. Rasanya aku lelah sekali. Mengingat kejadian aneh sebelumnya, aku masih berusaha berpikir positif.
"Kapan hujannya reda, ya?" gumamku.
Seandainya aku masih berada di rumah, jika hujan lebat turun pasti aku sedang meringkuk di atas ranjang sekarang. Di tempat asing ini aku tidak yakin bisa tidur dengan nyenyak. Alangkah baiknya mencoba terlebih dahulu. Karena masa hukumanku pun tidak sesingkat itu.
Aku naik ke atas ranjang. Memposisikan bantal usang yang ada di sana. Kubiarkan tas dan koperku teronggok bisu di samping ranjang. Biarkan, nanti juga akan aku bereskan. Mataku mendadak mulai mengantuk.
Disaat hampir tertidur... Kriet...
Seperti ada seseorang yang menutupkan pintu untukku. Samar-samar aku melihat bayangan. Ah, aku pasti sedang berkhayal. Mana mungkin ada orang yang tinggal di sini bersamaku.