Dering telepon membuyarkan lamunanya. Dia menarik ponsel keluar dari saku celananya dan menggeser tombol jawab.
"Kamu dimana sih? Sudah jam berapa nih masih juga belum datang?" Ucap seorang temannya yang sudah ada di klub malam.
"Masih di jalan Akasia. Macet banget di sini, malah hujan deras lagi." Ucap pria itu yang sedang berbohong, tapi juga tidak bisa di bilang berbohong.
"Oh ya ampun, ngapain diam di sana? Jatah bir kamu bahkan sudah hampir habis olehku!" Ucap temannya lagi.
Pria itu tersadar setelah mendengar perkataan dari teman-temannya.
'Apa sih yang sedang aku lakukan di sini? Mencari gadis asing di jalan Akasia, yang bahkan tidak aku kenali. Yang mungkin tidak akan pernah bertemu lagi. Kayanya pikiranku hari ini sedang error. Padahal aku ada janji sama teman lamaku, yang bahkan sudah tiga tahun tidak bertemu.' Batinnya di dalam hati.
"Sorry ya, sebentar lagi aku akan tiba di sana. Setelah menembus macet ini, paling lama lima belas menit. Kalau gitu aku tutup dulu." Ucapnya sambil memutuskan panggilan telepon. Pria itu menyimpan kembali ponselnya di dalam saku celana.
Menyalakan lampu sen kanan, dia memasuki jalan dengan perlahan, kemudian dia menekan pedal gas dalam-dalam. Dia dengan cepat pria tersebut mengendarai mobil sportnya ke arah klub malam.
*****
Sekarang aku sudah berada di dalam bis, dalam perjalanan pulang ke apartemen kecilku di jalan Cendrawasih. Aku sudah bisa bernapas lega, karena sudah duduk manis di dalam bis yang menuju ke arah apartemenku.
Benar-benar sangat lelah dan kedinginan, aku ingin segera sampai dan berendam air hangat di dalam bak mandi. Helen menghubungiku dan bertanya apakah aku jadi makan di rumahnya.
Aku sungguh lelah, sudah tidak tertarik dengan apapun itu. Jadi akupun menolaknya. Yang ada di dalam pikiranku adalah cepat sampai di rumah.
Berpikir bahwa aku belum makan malam, mungkin juga si bedebahh Dave sedang kelaparan di rumah. Tapi apa peduliku, jika saat ini dirinya sedang kelaparan. Aku bahkan lebih buruk darinya, merasa lelah, kelaparan dan kedinginan.
Mungkin nanti aku akan mampir di gerobak penjual sate Mang Ujang langgananku. Membeli dua puluh tusuk sate kambing kesukaanku dan Dave, serta tidak lupa membeli tiga bungkus nasi. Di rumah tidak ada apapun untuk di makan, karena aku pergi tanpa memasak nasi.
Dave si pemalas itu tidak mungkin memasak nasi. Dia mungkin hanya akan menahan lapar, jika aku tidak membawakan makanan. Aku sangat kesal padanya tapi aku juga tidak dapat mengabaikan dirinya.
Setelah aku turun dari bis, aku berjalan beberapa meter untuk membeli sate di sekitar apartemenku. Setelah menunggu lima belas menit, sate yang telah kupesan telah siap di bungkus dan kubawa pulang.
Dengan setengah berlari aku merapatkan mantelku agar menutupi terpaan angin yang menghembus tubuhku, dan akhirnya aku sudah memasuki apartemen tempatku tinggal.
Kemudian aku berjalan memasuki lift dan menekan tombol dua belas, unit kami tinggal berada di nomor sembilan, di lantai tersebut. Setelah berada di unit apartemenku, aku kemudian membuka tas dan merogoh isi di dalam tas untuk mencari sebuah kunci.
Aku terdiam sejenak di depan pintu apartemen. Membayangkan awal kami menempati apartemen ini. Sudah lumayan banyak kenangan yang terdapat di apartemen ini. Walaupun baru dua tahun, tapi kami telah merasakan pahit dan manisnya kehidupan di apartemen kecil kami ini.
Membayangkan awal pertemuanku dengan Dave saat di kampus dulu. Kami bukanlah pasangan yang jatuh cinta pada saat pandangan pertama. Kami bertemu ketika kami sedang makan di kantin kampus.
FLASHBACK
Saat itu ada seseorang yang tanpa sengaja menyandung kakiku. Sehingga aku pun hampir terjatuh karenanya. Namun, seseorang dengan sigap menangkap tubuhku yang sudah hampir menyentuh tanah.
Seorang pria muda, dengan tinggi sekitar 180 cm, rambutnya coklat, berwajah tampan, dia memiliki belahan dagu, dengan alis mata yang cukup tebal, hidung yang mancung, serta bibir yang tipis.
Pria itu tersenyum padaku saat itu, bertanya apakah aku baik-baik saja? Walaupun wajahnya tidak setampan Andy Lau, tapi wajahnya juga tidak bisa di bilang jelek.
Ya cukup tampan menurutku. Sejak itu kami berkenalan dan menjadi akrab. Padahal kami kenal cukup lama, tapi kami belum juga bertukar nomor telepon.
Setelah mengenalnya cukup lama, sepertinya aku mulai tertarik dengannya. Tapi sepertinya Dave tidak menyukaiku. Karena kami hanya bertemu dan mengobrol ketika kami makan di kantin. Setelahnya tidak ada obrolan di sana.
Suatu hari, akhirnya Dave menanyakan nomor teleponku. Aku kemudian menulisnya di kertas kecil, karena sepertinya ponselnya tertinggal di kelas. Dia memasukkan kertas itu di dalam saku celananya.
Boleh dibilang, aku cukup senang karena pada akhirnya dia berinisiatif untuk meminta nomorku. Tidak mungkin untukku meminta nomonya terlebih dahulu. Karena aku gadis yang cukup gengsian, jadi jangan berharap aku yang memulai dan meminta lebih dulu.
Dave orang yang ramah dan menyenangkan, aku sepertinya menyukainya. Tapi keesokan harinya, aku tidak bertemu dengannya lagi. Dia juga tidak menghubungiku. Apa kertas yang berisi nomorku itu hilang?
Bahkan sudah lewat berhari-hari, kami tidak bertemu di kantin lagi, apalagi mendapat panggilan telepon darinya. Apakah Dave tidak tertarik denganku? Atau apakah aku tidak cukup cantik di matanya, sehingga dia dapat mengabaikan keberadaanku?
Pria itu cukup menyebalkan, hingga dua minggu kemudian, dia baru mengirimiku pesan. Saat itu belum ada WA. Dia hanya menyapa biasa, karena hanya itu, aku mengabaikan pesan darinya.
Setelah beberapa hari berlalu, dia mengirim pesan lagi kepadaku. Kali ini dia mengetik dengan kata, 'Aku Dave, bagaimana kabarmu?' Saat itulah aku baru membalasnya. Dia berkata, dia meminta izin dari dekan, karena orang tuanya sakit. Jadi dia izin untuk kembali ke kampung halamannya di Surabaya.
Setelah aku mengetahui alasannya, aku merasa jauh lebih baik. Kupikir dia mengabaikanku karena aku tidak menarik di matanya, ternyata karena orang tuanya sedang sakit.
Setelah dia kembali ke kampus, dia beraktifitas seperti biasanya. Kami bertemu di kantin seperti biasa, makan bersama, dan akhirnya kami mulai keluar bersama untuk sekedar jalan di mall atau nonton bioskop.
Kadang-kadang kami menelusuri tempat-tempat kuliner. Kami pergi makan di setiap tempat yang menurutku enak dan bercanda tawa di sepanjang jalan. Setelah itu akhirnya Dave menyatakan cintanya kepadaku.
Karena aku juga menyukainya, akhirnya aku menerima cintanya. Kami pun berpacaran seperti anak muda lainnya. Saling berbagi suka dan duka seperti pacar dan juga merangkap sebagai teman baik.
Hari-hari kami lalui dengan penuh suka cita. Hingga setelah kami bersama selama kurang lebih empat tahun, saat acara perpisahan di kampus, aku pergi ke klub malam bersama dengan teman-temanku. Aku tentu mengajak Dave ikut bersamaku.
Hingga akhirnya aku dan Dave minum terlalu banyak. Pulang dari klub malam dengan taksi, Dave ingin mengantarku ke kontrakan kecilku yang berada tidak jauh dari kampus kami.
Karena terlalu banyak minum alkohol, akhirnya kami bercinta di kontrakan yang aku sewa. Antara sadar dan tidak sadar, kami melakukannya dengan penuh gairahh. Itu adalah pertama kalinya untukku dan juga untuk Dave.
Biasanya kami berpacaran hanya berpegangan tangan, berpelukan dan berciuman saja. Kami tidak melakukan hal yang melebihi batas. Alkohol ini sangat berdampak buruk bagi kami berdua.
Saat aku terbangun keesokan harinya, aku cukup terkejut dengan hal berani yang telah kami lakukan. Pakaianku dan pakaiannya berserakan di lantai, aku melihat ke dalam selimut dan tercengang. Selimut itulah yang menutupi tubuh kami.
Aku bahkan melihat kejantanannya berdiri tegak di dalam selimut. Wajahku memerah, itu adalah hal pertama yang pernah aku lihat. Aku cukup suka dengan ukuran miliknya. Membayangkan itu, wajahku mungkin sekarang sudah memerah seperti kepiting rebus.
Dave membuka matanya dan tersenyum ke arahku, lalu Dave menarik tubuhku lebih dekat, kemudian dia memelukku dengan sangat erat. Hal itu membuatku semakin tersipu malu. Karena miliknya sangat terasa menempel di bawah tubuhku.
Akhirnya karena tidak tahan dengan godaannya, kami melakukannya sekali lagi dalam keadaan sadar. Ternyata melakukan hal ini cukup menyenangkan, hal yang dapat membuat seseorang terus menginginkannya lagi dan lagi.
Sama halnya denganku dan juga dengan dirinya. Dave sudah mulai bekerja tiga tahun yang lalu dan sudah menghasilkan cukup banyak uang. Aku pun juga bekerja sambilan, untuk memenuhi kebutuhan harianku.
Kami berdua merantau ke Kota Jakarta dan jauh dari rumah orang tua kami. Jadi setelah malam itu, Dave dan aku memutuskan untuk membeli sebuah apartemen kecil, untuk kami tinggali bersama di sebuah apartemen yang kami tinggali saat ini.
Dia sering mengajakku pergi kencan untuk makan malam bersama, liburan bersama, dan berjalan menyusuri pantai yang indah. Aku cukup bahagia bersamanya, hingga akhirnya dia memulai bisnis barunya tahun lalu yang membuatnya tidak memiliki waktu luang untukku lagi.
FlASHBACK END
Jika aku mengenang kebelakang, aku sungguh bahagia dengannya. Apalagi yang dibutuhkan oleh gadis sepertiku, kalau bukan cinta dan kasih sayang dari seorang pria yang aku cintai.
Mungkin kejenuhanku sudah mencapai puncaknya. Jadi sebenarnya apa yang kurang dari hubunganku dengan Dave, yang tadinya terlihat sangat membahagiakan ini?