Rasa lapar, kedinginan, dan lelah, akhirnya aku membuka pintu apartemen dan masuk ke dalam ruangan dengan pakaian yang masih basah dan menempel di seluruh tubuhku.
Kemudian Dave keluar dari dalam kamar karena mendengar suara pintu depan yang baru saja ditutup olehku. "Laura, akhirnya kamu pulang juga. Kamu kehujanan ya?" Tanya Dave, seperti bayi yang tidak berdosa.
Air yang ada di gaunku masih menetes ke atas keset kaki yang sedang kupijak. Aku melotot kepadanya dan berkata, "Benarkah, aku tidak memerhatikan jika tubuhku basah karena air hujan." Geramku marah.
Kemudian aku mengibaskan rambutku yang basah sambil berjalan melewati Dave menuju ke kamar mandi. Namun di pertengahan menuju kamar mandi, aku terpeleset karena lantainya licin.
Dave dengan cepat memegang tubuhku yang hampir terjatuh ke belakang. "Huft, untung saja masih sempat tertangkap." Ucap Dave menghela napas lega.
Memang sih, untung dia menangkapku tepat waktu. Kalau tidak, mungkin saja kakiku terkilir atau bokongku yang lecet.
Dave menatap lekat wajahku yang masih berada di dalam pelukannya. "Laura, aku minta maaf." Ucapnya pelan. Kemudian dia mengecup keningku secepat kilat.
Aku tercengang menatap Dave yang masih berani untuk menciumku, setelah apa yang telah dilakukannya terhadapku. Dia melakukan suatu kesalahan yang membuatku merasa hampir mati karena emosi. Aku benar-benar kesal, jika aku memikirkannya kembali.
"Memangnya kamu melakukan kesalahan apa, mengapa minta maaf?" Tanyaku berpura-pura tidak mengerti.
"Maaf, karena aku tidak pergi ke restoran Perancis itu. Aku baru melihat suratmu dan juga mendengar pesan suaramu, setelah lewat lebih dari dua jam. Aku sungguh menyesal." Ucapnya dengan wajah sedikit bersalah.
Karena diingatkan lagi olehnya, membayangkan kejadian saat di jalan pulang hingga aku sampai di sini, emosiku semakin meningkat. "Aku juga menyesal!" Ucapku marah dan dengan cepat masuk ke kamar mandi sambil membanting pintu dan menguncinya.
Aku tahu, menghindari masalah tidak akan baik untuk hubungan kami. Tapi, rasanya aku masih emosi dengannya. Walaupun dia sudah meminta maaf padaku dan menyesalinya, tidak akan membuat emosiku cepat mereda ataupun hilang begitu saja.
Lebih baik aku berendam air hangat dulu di bak mandi, untuk menjernihkan pikiranku yang sedang kalut, pikirku. Kemudian aku melepaskan mantel mahalku, setelah itu juga membuka gaun mahalku yang mungkin sudah rusak karena lumpur.
Sambil mengisi air hangat di bak mandi, aku membilas tubuhku yang masih tersisa noda lumpur yang ada pada tubuhku. Kemudian menggosoknya dengan bersih menggunakan sabun mandi. Lalu aku juga mencuci rambut panjangku dengan shampo hingga dua kali.
Setelah air di bak mandi telah terisi penuh, aku memasukkan minyak aroma terapi ke dalam air. Betapa nyamannya tubuhku ini. Rasa lelah dan letihku hilang seketika.
Aku berendam selama lima belas menit, kemudian aku mengenakan jubah mandi dan keluar dari dalam kamar mandi. Aku segera masuk ke dalam kamar, mengeringkan rambutku yang masih basah, memakai piyama tidur dan keluar dari dalam kamar lagi, karena aku mencium aroma sate yang tadi kubeli saat perjalanan pulang.
Aku melihat Dave telah menyiapkan nasi dan sate yang telah tertata rapi di atas meja. Dave duduk manis di meja makan sambil tersenyum kepadaku. "Laura, sini duduk dan makan bersama." Ucapnya sambil menggeser bangku untukku.
Karena rasa lapar yang sudah tidak dapat dijelaskan, aku duduk dan makan bersamanya. Selama makan kami tidak berbicara, mungkin Dave tahu kalau aku masih kesal dengannya.
Setelah kami menghabiskan makanan, aku melihatnya membereskan meja makan. Mengangkat semua peralatan makan kotor ke tempat cucian piring.
Terdengar suara keran air disertai dentingan piring dari arah dapur. Tidak biasanya Dave seperti itu, mungkin dia merasa bersalah padaku. Jadi Dave menjadi anak manis untuk diperlihatkan padaku.
Tapi memang hari ini giliran Dave mencuci piring. Hanya saja biasanya Dave akan menumpuk piring kotor hingga setinggi gunung, baru dia akan mencucinya.
Aku juga sudah tidak mempedulikannya lagi. Aku pun masuk ke dalam kamar dan merebahkan diriku di atas ranjang tempat tidur. Rasa kantuk telah menyelimutiku, aku memejamkan mataku yang mungkin tinggal tiga watt dan tidak tahu kapan aku tertidur.
Keesokan paginya
Aku terbangun dari tidurku, kemudian keluar dari kamar karena mendengar suara berisik. Ternyata suara itu dari arah dapur.
Karena penasaran aku melangkahkan kakiku ke dalam dapur dan melihat Dave yang tengah sibuk menyiapkan sarapan.
"Selamat pagi Laura, sudah bangun ya?" Tanyanya melirik ke arahku dan tangannya masih dengan sibuk menggoreng telur mata sapi.
"Kalau sudah tahu, kenapa tanya?" Jawabku ketus lalu berbalik pergi menuju kamar mandi. Dave tidak marah padaku. Setelah selesai mandi, aku mengenakan pakaian kerjaku dan keluar dari kamar.
Seperti sebelumnya, dia sudah duduk manis di depan meja dan mengajakku untuk sarapan. "Laura, aku sudah membuatkan sarapan untukmu. Sini makan dulu." Ucapnya menggeser kursi untukku.
Aku juga tidak menolak, aku duduk dan memakan sarapan yang dibuat oleh Dave. Dave yang tidak tahan karena dari semalam aku mengabaikannya, kemudian mulai menatap wajahku dengan lekat.
"Laura, kamu masih marah ya?" Tanyanya dengan muka memelas. "Jangan marah lagi ya, aku janji tidak akan mengulanginya lagi." Ucapnya sambil menarik salah satu tanganku yang diletakkan ke wajahnya.
"Memangnya kalau kamu berada diposisiku, kamu tidak akan marah?" Balasku bertanya padanya.
Dave sedikit menunduk, kemudian dengan tampang yang masih memelas, dia menatap kedua mataku dengan lekat.
"Laura, jangan marah lagi ya. Aku tahu aku salah kali ini, tolong jangan dibesar-besarkan ya. Aku tahu kamu sangat marah padaku, tapi aku benar-benar tidak sengaja. Suratmu jatuh di bawah meja, aku juga sibuk mengerjakan pekerjaanku yang belum selesai aku kerjakan di kantor." Jelas Dave panjang lebar.
Namun aku masih tidak ingin menjawabnya. Dave sudah mulai merasa sedikit frustasi.
"Memang benar aku melupakan janji makan malam bersamamu. Tapi aku sudah meminta maaf padamu dan aku juga sudah menjelaskan padamu, mengapa aku tidak datang. Apalagi yang kamu inginkan? Haruskah aku berlutut dan memohon padamu untuk dimaafkan?" Tanyanya sambil menatap lekat wajahku.
"Boleh juga, aku mau lihat apakah kamu tulus berkata begitu." Ucapku masih acuh tak acuh.
"Serius kamu mau aku melakukannya?" Tanya Dave tidak percaya apa yang telah dia dengar saat ini.
"Memangnya kapan aku tidak serius?" Tanyaku ketus memalingkan wajahku darinya.
Akhirnya dia seperti seorang pangeran yang sedang melamar sang putri. Dengan satu kaki lutut di tekan ke bawah, dia menggenggam tanganku dan menatap wajahku dengan lekat.
Aku sempat tidak percaya apa yang sedang dia lakukan saat ini. Ternyata dia benar-benar melakukannya di hadapanku. Hatiku sedikit tergerak oleh sikapnya yang tulus.
"Laura, maafkan aku. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi." Ucap Dave bersungguh-sungguh.
Karena Dave dengan tulus telah meminta maaf, jadi aku juga harus memaafkannya. "Baiklah, jangan mengulanginya lagi." Ucapku dengan serius.
Dave bangkit berdiri kemudian dia mendekatiku. Dia memeluk tubuhku dengan erat kemudian mencium lembut bibirku. Aku juga menikmati ciuman itu, jadi akupun membalas ciuman darinya. Setelah cukup lama kami berciuman, tangannya mulai bergerilya ke dalam pakaianku.
Dave memasukkan telapak tangannya ke dalam pakaian dalamku dan memijatnya perlahan. Tanpa sadar aku mendesah pelan. Aku segera tersadar, kemudian menghentikan gerakan tangannya dan melepaskan diri dari pelukannya.
"Kamu tidak tahu ini jam berapa? Apa kamu pikir kita tidak perlu pergi bekerja?" Ucapku mengingatkannya.
"Ah iya maaf, aku lupa. Ini karena kamu yang terlalu menggoda, jadi aku lupa deh." Jawabnya yang membuatku mencubit pinggangnya.
"Menggoda kepalamu!" Ucapku tidak senang. Dave hanya terkekeh pelan dan kembali mencuri kesempatan untuk mencium bibirku dengan lembut, setelah puas dia baru melepaskanku.
Aku membelalakkan mataku, kemudian kembali duduk melanjutkan sarapanku. Dave juga telah kembali duduk di tempatnya, dia juga melanjutkan sarapannya yang tertunda, akibat drama kecil yang dibuatnya barusan.
Setelah kami selesai sarapan, aku membereskan piring kotor ke tempat cucian dan mencucinya. Dave juga pergi ke kamar mandi untuk mandi, kemudian dia berganti ke pakaian kerjanya.
Seperti biasa, Dave akan mengantarku untuk pergi bekerja. Karena tempat kerja kami searah, jadi kami dapat berangkat kerja bersama. Karena aku pulang kerja lebih awal, aku biasanya akan pulang terlebih dahulu.
Setelah itu aku akan menyiapkan makan malam. Terkadang aku akan main ke tempat Helen sebentar. Karena jarak rumahnya tidak begitu jauh dari apartemenku. Aku biasanya belajar memasak dari Helen, bisa dibilang Helen itu adalah guru masak andalanku.
Memang setiap masakannya sangat enak, jadi tidak sia-sia aku belajar masak darinya. Karena hal ini juga akan berguna bagiku kedepannya.
Sepanjang jalan kami tidak bicara, aku tidak mengungkit masalah restoran Perancis lagi, Dave juga tidak ingin mengungkitnya. Tidak ada gunanya membahas kejadian yang menurutku sangat memalukan itu.
Lagi pula Dave sudah meminta maaf kepadaku dengan tulus, walaupun dia tidak tahu seberapa besar dampaknya untuk hubungan kami.
Aku tahu, Dave tidak sengaja untuk mengingkari janjinya kepadaku. Kurasa Dave hanya tidak peka. Tidak peka akan hubungan kami yang sudah mulai memasuki masa jenuh.
Aku bahkan berpikir, apakah Dave tidak merasakan hal yang sama denganku? Atau apakah aku adalah gadis yang memang cepat merasa bosan dengan pasanganku?