Saat Toru melangkah lebih jauh ke dalam menara, udara berubah dingin, dan dinding-dinding batu yang menjulang terasa menekan. Suara gemuruh samar terdengar, seolah-olah sesuatu yang besar sedang bergerak di kejauhan.
Lorong gelap itu akhirnya membuka jalan ke sebuah aula besar dengan pilar-pilar raksasa yang berdiri seperti penjaga diam. Di tengah aula, sekelompok makhluk humanoid dengan kulit hitam kelam dan mata yang bersinar kuning menyala berkeliaran. Mereka memegang senjata kasar—pedang karatan, tombak patah, dan perisai kayu rapuh.
"Prajurit bayangan," pikir Toru, saat kristal hitam di dadanya mulai bergetar, memberikan peringatan.
Ketika mereka menyadari kehadirannya, makhluk-makhluk itu melolong dengan suara serak, lalu menyerang. Toru tahu ini bukan sekadar pertarungan biasa—ia harus bertarung sambil mempelajari pola mereka.
Pertarungan Melawan Prajurit Bayangan
Toru menggunakan kecepatan yang ia peroleh dari serigala di bab sebelumnya untuk menghindari serangan-serangan mereka. Namun, jumlah mereka yang banyak membuatnya kewalahan. Ia meraih belati tua yang ia temukan sebelumnya, menggunakannya untuk menyerang dengan presisi.
Saat salah satu prajurit bayangan terjatuh, Toru tanpa ragu menggunakan kekuatan devour, menelan bagian dari makhluk itu. Sensasi dingin menusuk menghantam tubuhnya, tapi ia merasakan kemampuan baru—kemampuan untuk menyatu dengan bayangan selama beberapa detik.
Kekuatan baru ini memberinya keuntungan. Dengan menyelinap di antara bayangan pilar-pilar besar, ia berhasil mengalahkan prajurit-prajurit lainnya satu per satu.
Namun, ketika aula akhirnya sunyi, lantai bergetar, dan sebuah gerbang di ujung ruangan terbuka. Dari dalamnya keluar seekor makhluk raksasa berbentuk humanoid, setinggi dua kali lipat manusia biasa, dengan kulit penuh duri dan mata merah menyala.
"Mini-bos," pikir Toru sambil menelan ludah.
Mini-Bos: Penjaga Gerbang
Makhluk itu mengayunkan gada besar yang hampir menghancurkan pilar saat Toru menghindar. Serangannya lambat, tapi kekuatannya luar biasa. Toru menggunakan kemampuan bayangannya untuk bergerak lebih cepat, tapi serangan balik makhluk itu hampir tak terbendung.
Di tengah pertarungan, Toru menemukan sesuatu—sebuah peti kecil di sudut aula yang terlindungi oleh reruntuhan. Dengan cepat, ia menyelinap untuk membukanya, menemukan sebuah artefak berupa cincin energi hitam. Saat memakainya, ia merasakan aliran energi tambahan yang mempercepat pemulihan kekuatannya.
Dengan memanfaatkan artefak dan kekuatan bayangannya, Toru akhirnya berhasil menusukkan belati tua ke tenggorokan makhluk itu, mengakhiri pertarungan dengan satu serangan mematikan.
Hadiah dan Dunia Istirahat
Setelah makhluk itu runtuh, sebuah portal bercahaya muncul di tengah ruangan. Saat Toru melangkah masuk, ia tiba di Kamp Lumina, zona aman pertama di dalam menara.
Kamp itu adalah desa kecil yang tampak seperti oasis di tengah kehancuran. Api unggun menyala di beberapa sudut, dikelilingi oleh NPC dengan berbagai rupa—beberapa terlihat seperti manusia biasa, sementara yang lain memiliki penampilan aneh seperti tubuh transparan atau tanduk kecil di kepala.
Toru disambut oleh seorang pria paruh baya bernama Elios, yang tampaknya menjadi pemimpin di Kamp Lumina.
"Selamat datang, Pendaki," kata Elios dengan nada dingin. "Kau telah melewati ujian pertama, tapi itu hanyalah awal. Di sini kau bisa beristirahat, berdagang, atau mendapatkan informasi. Tapi ingat, ini bukan tempat permanen. Jika kau ingin bertahan, kau harus terus maju."
Toru menjelajahi kamp, berbicara dengan beberapa NPC yang menjual barang-barang berguna, termasuk ramuan pemulihan, senjata sederhana, dan peta parsial menara. Ia juga mengetahui tentang sistem kasta di kamp, di mana para pendaki yang lebih kuat memiliki hak istimewa dibandingkan yang lain.
Toru memutuskan untuk menggunakan waktunya di Kamp Lumina untuk mempersiapkan diri sebelum menghadapi lantai berikutnya, sadar bahwa ujian yang lebih berat sedang menantinya.
To be continued...