Johan duduk di tepi tempat tidur, pandangannya terpaku pada cermin retak di sudut ruangan. Wajah yang ia lihat di sana adalah milik Hermits, bukan dirinya. Jantungnya berdegup kencang, pikiran berkecamuk seperti badai. Semuanya terasa begitu nyata—terlalu nyata untuk dianggap sebagai mimpi.
"Ini tidak mungkin…" gumam Johan, suaranya nyaris tak terdengar.
Ia mulai menghubungkan semua yang telah terjadi. Sebelum ini, ia masih berada di kamar apartemennya, menyelesaikan bab terakhir dari novel yang sedang ia tulis. Novel itu bercerita tentang seorang pria modern yang terlempar ke masa lalu dan harus bertahan hidup di era yang asing baginya.
Sekarang, ia berada dalam situasi yang mirip dengan cerita yang sering ia baca dan tulis. Skenario khas transmigrasi: tubuh baru, dunia baru, dan identitas baru yang penuh tantangan.
Johan mengingat kembali semua novel web yang pernah ia baca. Dalam cerita-cerita itu, tokoh utama selalu menghadapi situasi yang sulit di awal, tetapi dengan kecerdasan dan keberanian, mereka berhasil mengatasi segalanya.
"Tunggu…" Johan memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya. "Jika ini seperti di novel, berarti aku… benar-benar telah bertransmigrasi?"
Ia menggigit bibirnya, rasa panik mulai menyeruak. Namun, secepat rasa itu datang, ia memaksakan dirinya untuk tetap tenang. Ini adalah situasi hidup dan mati, dan panik tidak akan membantu.
"Baiklah," katanya pelan, menatap dirinya sendiri di cermin. "Jika ini memang seperti cerita-cerita itu, maka aku harus berpikir seperti karakter utama."
Ia mulai mengatur rencana. Dalam cerita transmigrasi, langkah pertama selalu sama: memahami dunia baru ini dan memanfaatkan ingatan tubuh yang ia tempati. Masalahnya, Johan tidak memiliki akses ke ingatan Hermits. Semua ini adalah misteri baginya.
Ia membuka kembali kertas yang ia temukan di meja tadi:
"Hermits. Manajer Pabrik Besi Westbridge. Utang sebesar 500 pound kepada Lord Waltham. Waspada terhadap kelompok Red Gear."
"Manajer pabrik," gumamnya, membaca ulang tulisan itu. "Jadi Hermits adalah seseorang yang cukup penting di dunia industri. Tapi siapa Lord Waltham? Dan apa itu kelompok Red Gear?"
Johan menghela napas panjang. Tanpa informasi yang cukup, ia merasa seperti berjalan di atas tambang darat. Namun, ia tahu satu hal pasti: ia tidak bisa hanya berdiam diri.
Dari sudut matanya, ia melihat sebuah buku tebal di atas meja. Johan mengambilnya, membuka halaman pertama, dan mendapati itu adalah semacam jurnal. Beberapa entri tampaknya ditulis oleh Hermits sendiri, penuh dengan catatan tentang utang, kontrak kerja, dan nama-nama yang asing baginya.
Satu catatan menarik perhatiannya:
"Lord Waltham mulai mencurigai aku. Jika dia tahu tentang rencana dengan Red Gear, aku selesai."
Johan menggenggam jurnal itu erat. Apa pun yang telah Hermits lakukan sebelum ini, ia tampaknya telah terjebak dalam permainan berbahaya.
"Jadi ini tidak hanya soal bertahan hidup," Johan bergumam. "Aku harus memastikan tidak terjerat dalam masalah Hermits—atau, lebih baik lagi, mencari cara untuk keluar dari masalah ini."
Namun, di balik ketakutannya, Johan merasakan percikan kegembiraan. Situasi ini mengerikan, tetapi juga menantang. Sebagai seorang novelis, ia selalu bermimpi menjadi bagian dari cerita besar.
"Kalau aku bisa menulis cerita seperti ini, aku juga bisa menjalani cerita ini," katanya dengan nada lebih percaya diri.
Ia berdiri dengan susah payah, tubuhnya masih terasa lemah, tetapi pikirannya mulai fokus. Johan tahu bahwa langkah berikutnya adalah mencari tahu lebih banyak tentang Hermits dan dunia barunya ini.
Dan, yang paling penting, ia harus mencari tahu satu hal: apakah ada jalan kembali ke kehidupannya yang lama, ataukah ia harus menerima takdir barunya di tubuh Hermits?