Langit merah menyala, menyelimuti dunia yang sekarat. Retakan-retakan menjalar di atas tanah, seperti luka terbuka yang menganga, memancarkan hawa panas dan kegelapan. Di tengah kehancuran itu, seorang pria berdiri sendirian, tubuhnya membeku di antara ketakutan dan penyesalan.
Raine Veritas. Nama itu seolah menjadi beban berat yang terus menggerogoti dirinya. Sorot matanya memandang reruntuhan kota di kejauhan—menara-menara megah yang kini hanya menjadi bayangan hitam di tengah kobaran api. Angin yang menderu membawa aroma terbakar dan kehampaan, menusuk lebih dalam dibandingkan pedang mana pun.
Sunyi. Begitu sunyi hingga terasa bising. Tidak ada suara tawa, tidak ada tangisan, bahkan jeritan pun telah menghilang. Raine berdiri kaku, tangannya gemetar saat menggenggam sebuah pedang bercahaya redup. Cahaya yang dulu menjadi simbol harapan kini memudar, seperti dirinya—kehilangan arah, kehilangan tujuan.
Dia menarik napas panjang, tetapi udara terasa berat, seperti menelan bara api. Bibirnya bergetar saat kata-kata yang tak ingin ia akui akhirnya keluar.
"Kenapa… selalu seperti ini?" bisiknya, hampir seperti doa yang hilang arah.
Namun, doa itu tidak menemukan belas kasih. Sebaliknya, sebuah suara dingin muncul dari belakangnya, membawa ejekan yang tajam.
"Karena kau gagal, Raine. Seperti biasa."
Raine memutar tubuhnya perlahan, lemah. Sosok pria berjubah hitam berdiri di sana, melangkah mendekat dengan aura yang memancarkan kehancuran. Wajahnya tersembunyi di balik tudung gelap, hanya menyisakan sepasang mata yang bersinar redup—seperti bintang yang perlahan memudar.
"Berapa kali kau mencoba memperbaiki semuanya?" pria itu bertanya, senyumnya penuh dengan kepahitan. "Sepuluh kali? Seratus? Seribu? Tapi lihat hasilnya. Dunia ini tetap hancur. Dan kau, Raine Veritas, adalah penyebabnya."
Kata-kata itu menusuk seperti belati. Tapi Raine tidak membantah. Dia tahu pria itu benar. Dia tahu ini bukan pertama kalinya dunia berakhir di tangannya.
Tiba-tiba, sebuah hologram muncul di depan matanya—interface bercahaya dingin dengan tulisan yang seolah menari di udara.
> Misi: Selamatkan Dunia
Status: Gagal
Waktu Tersisa Hingga Reset: 00:00:10
Detik-detik terakhir mulai berlalu, seperti hukuman yang tak terhindarkan. Angka-angka itu terus berkurang, setiap hitungan adalah palu yang menghancurkan harapan terakhirnya.
Pria berjubah hitam itu melangkah lebih dekat, suaranya merendah namun semakin menusuk.
"Semua perjalananmu, semua pengorbananmu, semuanya sia-sia. Kau tidak pernah belajar, Raine. Kau hanya seorang pecundang yang bersembunyi di balik harapan kosong."
Raine mengepalkan tangannya, mencoba menahan amarah yang bercampur putus asa. Namun, tubuhnya terlalu lemah. Matanya hanya bisa terpaku pada angka-angka yang terus menurun.
00:00:03.
Pria itu berbalik, melangkah pergi dengan tenang.
"Selamat tinggal, Raine. Sampai kita bertemu lagi… di kehancuran berikutnya."
Angka terakhir menghilang...
00:00:00.
Dunia meledak menjadi cahaya putih yang menyilaukan. Segala sesuatu lenyap dalam kehampaan yang absolut. Namun, sebelum kesadarannya memudar, suara mekanis yang dingin terdengar di dalam pikirannya.
> "Reset selesai. Dimensi baru terdeteksi. Memulai perjalanan."
Cahaya yang membutakan berubah menjadi biru, hangat dan lembut, seperti tangan yang mengangkatnya dari kehancuran. Tubuh Raine terasa ringan, ditarik ke dalam aliran yang tidak terlihat, jauh dari dunia yang hancur.
Ketika dia membuka matanya lagi, langit biru cerah menyambutnya. Angin sejuk membawa aroma rerumputan yang segar, membelai kulitnya dengan lembut. Di sekelilingnya, padang rumput hijau membentang tanpa batas, jauh dari kehancuran yang baru saja dia tinggalkan.
Namun, kedamaian itu tidak membuat Raine tersenyum. Dia mengepalkan tinjunya, menatap cakrawala dengan tekad yang membara.
"Kali ini," katanya pelan, suaranya menggema di hatinya sendiri. "Aku tidak akan gagal."
Langit biru itu menjadi saksi awal baru seorang pengembara. Raine Veritas, pria yang terperangkap dalam siklus kehancuran, kini memulai babak baru dalam perjalanannya. Kali ini, dia bersumpah untuk mengubah takdir.
Dan dengan itu, Chronicles of the Eternal Wanderer dimulai.