Bab 9:
Hari demi hari, Alya dan Arka semakin dekat. Bukan hanya sebagai pasangan yang terikat dalam kontrak, tetapi sebagai dua orang yang saling menemukan kenyamanan dan kebahagiaan dalam kehadiran satu sama lain. Alya mulai merasakan kehangatan di hati setiap kali Arka tersenyum padanya, dan tatapan pria itu semakin sering menyiratkan perasaan yang lebih dari sekadar formalitas.
Namun, di balik semua keindahan itu, Alya tak bisa sepenuhnya mengabaikan kenyataan bahwa pernikahan ini hanyalah kontrak. Setiap momen bahagia yang mereka habiskan bersama seolah diwarnai dengan ketidakpastian yang membuat hatinya resah.
Suatu pagi, Alya sedang menyiapkan sarapan ketika Arka mendekatinya dari belakang, menyentuh bahunya dengan lembut. Ia tersenyum ketika melihat Arka berdiri di sana, mengenakan pakaian kasual yang membuatnya tampak lebih hangat dan ramah.
"Aku ingin kita pergi ke luar hari ini," kata Arka dengan nada riang. "Kita butuh waktu untuk bersantai, lepas dari rutinitas kantor."
Alya tersenyum. "Kamu yakin? Bukankah kamu punya banyak pekerjaan?"
Arka menggeleng. "Hari ini aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu. Kamu mau?"
Mata Alya berbinar mendengar ajakan itu. Ia tahu bahwa kesempatan seperti ini jarang terjadi, dan ia ingin memanfaatkannya sebaik mungkin. "Tentu, aku mau."
---
Hari itu, mereka menghabiskan waktu bersama di taman kota yang sepi, hanya terdengar suara burung dan gemerisik daun. Mereka berjalan berdampingan, menikmati suasana tenang tanpa gangguan dunia luar.
Ketika mereka duduk di bangku taman, Arka menatap Alya dengan sorot mata yang lebih lembut dari biasanya. "Alya, ada sesuatu yang ingin kukatakan," ujarnya pelan.
Alya menoleh, merasa gugup tapi penasaran. "Apa itu?"
Arka menarik napas dalam-dalam, seolah berusaha mengumpulkan keberanian. "Aku tahu pernikahan ini dimulai sebagai kontrak, tapi… aku merasa bahwa apa yang ada di antara kita telah berkembang jauh lebih dari itu. Aku… aku tak bisa membayangkan hidup tanpamu lagi."
Kata-kata Arka membuat jantung Alya berdetak lebih cepat. Ia terkejut, tetapi juga merasakan kelegaan yang besar. Selama ini ia merasakan hal yang sama, namun ia tak pernah berani mengungkapkannya karena takut merusak keseimbangan hubungan mereka.
"Aku juga merasa seperti itu, Arka," jawab Alya dengan suara lembut. "Aku tak tahu kapan perasaan ini tumbuh, tapi aku tahu bahwa aku… aku peduli padamu lebih dari yang seharusnya."
Mereka berdua saling menatap, tanpa kata-kata, namun masing-masing menyadari bahwa hubungan ini telah melewati batas pernikahan kontrak. Ada cinta yang nyata di antara mereka, cinta yang tumbuh dari kebersamaan dan kejujuran hati.
---
Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Keesokan harinya, ketika Alya tengah bekerja di kantor, seorang wanita tak dikenal tiba-tiba datang menemuinya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Clara—mantan kekasih Arka. Tatapan Clara penuh keangkuhan, dan senyum di wajahnya menandakan bahwa ia tak datang dengan niat baik.
"Kamu pasti Alya," kata Clara sambil menatapnya dengan tajam. "Aku tahu kamu istri kontrak Arka."
Alya terkejut mendengar kata-kata Clara. Tak ada yang mengetahui tentang kontrak pernikahan mereka kecuali orang-orang terdekat. Namun, bagaimana Clara bisa mengetahuinya?
"Aku tahu semuanya, Alya. Aku tahu bahwa pernikahan kalian hanyalah kesepakatan bisnis yang tak berarti apa-apa. Dan aku datang untuk mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku," ujar Clara dengan nada penuh keyakinan.
Alya berusaha tetap tenang meski hatinya terasa sakit. "Aku tak tahu apa yang kamu inginkan, Clara, tapi pernikahan ini… ini adalah kenyataan yang aku jalani."
Clara tertawa sinis. "Kamu mungkin merasa bahwa kamu punya perasaan terhadap Arka. Tapi ingat, dia adalah milikku sebelum kamu datang. Dan aku akan melakukan apa pun untuk membuatnya kembali padaku."
Kata-kata Clara membuat Alya terpukul. Meski ia tahu bahwa pernikahan ini hanyalah kontrak, ia tak bisa mengabaikan perasaannya yang mulai tumbuh untuk Arka. Kehadiran Clara membuatnya meragukan segalanya—apakah Arka benar-benar tulus terhadapnya, atau apakah ia hanya menjadi pengganti sementara bagi seseorang yang telah lebih dulu memiliki tempat di hati Arka?
Ketika Arka kembali ke kantor dan mendapati Alya murung, ia langsung bertanya apa yang terjadi. Alya mencoba menyembunyikan kegelisahannya, namun Arka tahu bahwa sesuatu telah terjadi.
"Ada yang ingin kamu ceritakan, Alya?" tanyanya dengan nada lembut.
Alya menunduk, tak ingin menunjukkan kelemahannya. Namun, pada akhirnya ia memutuskan untuk jujur. "Arka, tadi Clara datang ke sini. Dia mengatakan bahwa dia tahu tentang pernikahan kontrak kita, dan… dia ingin kamu kembali padanya."
Arka terkejut, tapi kemudian wajahnya menjadi serius. "Alya, Clara adalah bagian dari masa laluku. Apa yang aku rasakan sekarang… hanya untukmu."
Meski Arka mengatakan itu dengan penuh keyakinan, Alya tetap merasa ragu. Luka yang ditinggalkan oleh Clara masih terasa dalam, dan ia tak bisa mengabaikan rasa cemburu yang mulai menguasai hatinya.
"Aku ingin mempercayaimu, Arka," bisik Alya pelan. "Tapi… aku tak tahu apakah aku cukup kuat untuk menghadapi masa lalumu."
Arka meraih tangannya, menggenggamnya dengan erat. "Kamu adalah masa depanku, Alya. Jangan biarkan Clara atau siapa pun membuatmu meragukan itu."
Namun, meski Arka berkata demikian, Alya tetap merasakan bayangan Clara menghantui hatinya. Malam itu, ia menyadari bahwa cinta yang mereka miliki akan menghadapi banyak ujian, dan ia harus memutuskan apakah ia cukup kuat untuk tetap bertahan di sisi Arka meski masa lalu pria itu terus menghantui.
---