Chereads / JEJAK AROMA DI HATI CEO / Chapter 10 - Ketulusan di Tengah Keraguan

Chapter 10 - Ketulusan di Tengah Keraguan

Bab 10:

Sejak kedatangan Clara, Alya tak bisa mengabaikan perasaan tak nyaman yang menyelimuti hatinya. Clara telah berhasil menanamkan keraguan dalam dirinya, membuatnya bertanya-tanya apakah Arka benar-benar serius dengannya atau hanya sekadar menjalankan kontrak. Meskipun Arka berkali-kali meyakinkannya, Alya tetap merasa ragu.

Suatu malam, saat Arka sedang sibuk bekerja di ruang kerjanya, Alya duduk sendirian di ruang tamu, memandangi cangkir teh yang sudah dingin di tangannya. Ia memikirkan semua hal yang telah ia lewati bersama Arka, mulai dari awal pernikahan mereka yang penuh kebingungan hingga momen-momen hangat yang mereka habiskan bersama.

Namun, bayangan Clara terus menghantuinya. Bagaimana jika Clara benar? Bagaimana jika Arka sebenarnya masih mencintai wanita itu? Pikiran-pikiran itu semakin membebani Alya, hingga ia tak lagi bisa menahan diri. Ia berdiri dan mengetuk pintu ruang kerja Arka.

"Masuk," suara Arka terdengar dari balik pintu.

Alya membuka pintu dengan hati-hati dan melangkah masuk. Arka terlihat sibuk menatap layar komputernya, namun saat ia melihat Alya, ia tersenyum dan menutup laptopnya.

"Ada yang ingin kamu bicarakan?" tanya Arka dengan nada lembut.

Alya mengangguk pelan, namun tak segera berbicara. Ia menatap Arka, mencoba mencari keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Aku hanya ingin bertanya… apakah kamu benar-benar serius denganku?" tanyanya dengan suara bergetar.

Arka terdiam sejenak, tampak terkejut oleh pertanyaan Alya. Ia mendekat dan meraih tangan Alya, menggenggamnya erat. "Alya, kenapa kamu bertanya seperti itu?"

Alya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang berdebar kencang. "Sejak Clara datang dan mengatakan semua hal tentang masa lalumu… aku merasa cemas. Aku takut bahwa aku hanyalah pengganti sementara untukmu."

Mendengar itu, Arka terlihat terluka. Ia melepaskan genggaman tangannya, namun tak mengalihkan tatapannya dari Alya. "Alya, aku mengerti kekhawatiranmu. Clara memang bagian dari masa laluku, tapi itu sudah berakhir. Kamu adalah orang yang aku inginkan sekarang, bukan Clara atau siapa pun."

Alya terdiam, mendengarkan dengan hati-hati setiap kata yang diucapkan Arka. Namun, keraguan dalam dirinya tetap sulit diabaikan. "Bagaimana aku bisa percaya, Arka? Clara terlihat begitu yakin bahwa dia masih memiliki tempat di hatimu."

Arka menghela napas panjang, lalu berdiri dan berjalan ke jendela, menatap keluar dengan tatapan yang penuh perasaan. "Aku tak bisa memaksa kamu untuk percaya, Alya. Tapi aku ingin kamu tahu satu hal—sejak pernikahan ini dimulai, aku merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar kewajiban. Kamu mengajarkanku bagaimana rasanya dicintai dan mencintai seseorang dengan tulus."

Arka menoleh, menatap Alya dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku tahu ini bukan awal yang sempurna, dan mungkin masa lalu masih menghantui kita, tapi aku yakin dengan apa yang kurasakan untukmu. Jika kamu masih meragukan itu, beri aku kesempatan untuk membuktikannya."

Mendengar ketulusan Arka, hati Alya perlahan mulai luluh. Ia menyadari bahwa, meskipun keraguan dan ketakutan menyelimutinya, ia juga merasakan cinta yang begitu dalam untuk Arka. Alya menatap Arka, matanya menunjukkan kepercayaan yang mulai tumbuh kembali.

"Aku akan mencoba percaya, Arka," ucapnya lirih. "Tapi aku butuh waktu untuk meyakinkan diriku sendiri."

Arka mengangguk, lalu mendekat dan meraih tangan Alya sekali lagi. "Aku akan menunggumu, Alya. Apa pun yang terjadi, aku tak akan pernah menyerah untuk membuatmu percaya bahwa aku mencintaimu."

Malam itu, mereka berdua berdiri dalam keheningan, dengan hati yang berusaha mencari kedamaian di tengah segala keraguan. Arka tak ingin kehilangan Alya, sementara Alya bertekad untuk memberikan kesempatan kepada pria yang telah membuatnya merasakan cinta sejati.

---

Keesokan harinya, Alya dan Arka menjalani hari-hari mereka seperti biasa, namun ada kehangatan baru dalam hubungan mereka. Meskipun Clara masih menjadi bayangan yang mengganggu, Alya mulai belajar untuk menepis kekhawatirannya. Ia memutuskan untuk fokus pada kebahagiaan yang ia rasakan bersama Arka, tanpa terlalu memikirkan hal-hal yang belum pasti.

Namun, Clara tidak tinggal diam. Ia kembali muncul di kantor Arka, kali ini dengan ekspresi yang lebih menantang. Saat bertemu dengan Alya, Clara tersenyum sinis dan mendekatinya.

"Sepertinya kamu masih belum mengerti, Alya," kata Clara dengan nada angkuh. "Arka adalah milikku, dan aku tak akan membiarkan seorang wanita sepertimu merebutnya dariku."

Alya menarik napas dalam, mencoba tetap tenang. "Arka telah memilih untuk bersamaku, Clara. Aku menghargai masa lalumu dengannya, tapi sekarang, aku adalah istrinya."

Clara tertawa pelan. "Kamu pikir ini cukup? Kamu pikir cinta Arka padamu akan bertahan lama? Dia akan kembali padaku, Alya. Cepat atau lambat."

Alya merasa hatinya kembali diselimuti keraguan, namun kali ini ia berusaha untuk tetap tenang. Ia telah memutuskan untuk percaya pada Arka, dan ia tak akan membiarkan Clara menghancurkan kepercayaan itu.

"Kamu boleh berpikir sesukamu, Clara," kata Alya dengan suara yang lebih tegas. "Namun aku percaya bahwa Arka memiliki hak untuk memilih, dan aku yakin dia memilihku bukan tanpa alasan."

Clara terdiam, terkejut mendengar ketegasan dalam suara Alya. Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa Alya bukan hanya sekadar wanita yang bisa ia singkirkan dengan mudah. Clara berbalik, meninggalkan Alya dengan tatapan penuh kemarahan.

---

Malam itu, Alya menceritakan kejadian tersebut kepada Arka, dan pria itu memeluknya dengan lembut. "Aku bangga padamu, Alya," kata Arka. "Kamu telah menunjukkan keberanianmu, dan aku tahu bahwa tak ada yang bisa memisahkan kita, kecuali jika kamu sendiri yang memutuskan untuk pergi."

Alya tersenyum, merasa lebih kuat dari sebelumnya. Ia tahu bahwa cinta mereka akan terus diuji, namun ia yakin bahwa bersama Arka, ia bisa menghadapi segala hal.

"Terima kasih, Arka. Aku juga yakin pada pilihan ini, dan aku akan berusaha menjaga apa yang kita miliki," ujar Alya pelan.

Di malam yang penuh kehangatan itu, mereka berdua menemukan ketenangan dalam pelukan satu sama lain, dengan tekad untuk terus menjaga cinta yang telah tumbuh di antara mereka. Meski bayangan masa lalu masih mengintai, mereka berdua tahu bahwa cinta yang mereka miliki jauh lebih kuat dari apa pun yang bisa mengancam mereka.

---