Senin pagi tiba lebih cepat dari yang kubayangkan, dan dengan bangun lebih awal aku berpakaian dengan sepasang jeans ketat, kemeja putih dan biru bergaris dengan flat shoes favoritku. Aku tidak ingin menonjol, tapi aku ingin terlihat cantik. Orientasi seharusnya menghabiskan waktu beberapa jam, lalu aku akan bebas untuk hari itu. Kelas tidak akan dimulai sampai minggu depan.
Menuju ke sekolah dengan mobilku, aku berhasil memikirkan segala yang telah terjadi padaku selama aku di sini. Tidak hanya para pria meninggalkanku sendiri sejak percakapan antara Damian dan aku, tetapi mereka juga bertingkah aneh padaku.
Maksudku, selalu mengawasiku aneh.
Tiba di sekolah, aku segera menuju kafe tempat aku akan bertemu Kate. Aku sudah mendapat dua pesan darinya yang bertanya di mana aku berada karena aku terlambat tiga puluh menit.
"Ivy!" Kate memanggil dengan ceria, menarik perhatianku dari tempatku berdiri tepat di depan pintu kafe. Aku tersenyum padanya, melihat ke dua wanita yang duduk bersamanya dan memutuskan bergabung dengan mereka.
"Hey, maaf ya, aku terlambat. Ada kemacetan di jalan dan aku harus sabar di balik kendaraan selama empat putaran lampu lalu lintas sebelum aku bisa lewat." Aku menjawab sambil menghela nafas saat duduk di sebelah Kate.
Perlahan, dia menggeser kopi ke arahku yang telah dia pesan dan aku sangat bersyukur. Aku telah memimpikan momen ini sejak rotasi lampu lalu lintas yang ketiga.
"Oh Tuhan, ini enak sekali." Aku bergumam membuat gadis-gadis bersama Kate tertawa kecil.
"Ivy, ini Bree dan Mandy. Bree sudah tahun kedua, dan Mandy baru tahun ini seperti kita." Aku tersenyum sambil melambaikan tangan ke gadis-gadis itu saat aku mengelap busa di bibir atas.
"Senang bertemu kalian."
"Kamu juga, sayang." Bree menjawab dengan logat selatan. "Aku juga dari Georgia. Kate bilang kamu dan dia juga. Seru sekali kita semua dari negara bagian yang sama."
"Oh, wow. Iya, itu gila." Aku jawab sebelum beralih ke Mandy, "kamu dari mana?"
"California." Dia berkata sambil tersenyum, rambut pirangnya kontras dengan mata hijaunya dan kulit berwarna zaitun. "Tempat ini sangat berbeda dari pantai dan sinar matahari di tempatku."
Kami berempat mulai tertawa sambil berbagi kenangan acak satu sama lain. Akhirnya orientasi dimulai dan saat itu kami semua mulai bergerak bersama siswa-siswa lainnya saat kami berkeliling kampus.
"Oh, Tuhan." Mandy berkata setelah sebentar yang membuat kami semua berhenti, "siapa itu mesin seks?"
Saat mataku mengikuti arah pandangannya, aku melihat James, Hale, dan Talon turun dari truk besar, tertawa dengan teman-teman yang datang bergabung dengan mereka. Aku mengeluarkan desahan saat aku melihat para gadis menggoda mereka.
"Itu adalah teman satu kamar baru Ivy." Kate mencibir, membuat Bree dan Mandy memandangku.
"Kamu bercanda dengan keempat penunggang kuda itu?" Bree bertanya terkejut, "bagaimana?"
"Penunggang kuda?" Aku tertawa, "mereka anak angkat ibu tiriku. Mereka tidak sehebat yang orang kira. Lebih seperti gangguan di pantatku."
"Mereka bisa jadi gangguan di pantatku kalau mereka mau." Mandy mencibir, membuat kita semua terbahak-bahak.
"Oh Tuhan ... tmi." Aku terkekeh.
"Jangan pura-pura kamu tidak menginginkan mereka." Mady mencibir, "mereka sangat tampan."
Aku tidak bisa menyangkal bahwa aku belum memikirkannya, tetapi yang jelas, aku tidak bisa bertindak atas hal itu. Plus, mereka sama sekali tidak tertarik padaku. "Mungkin, tapi kita semua tidak bisa saling tahan."
"Siapa yang tidak bisa saling tahan?" Suara merdu dan licik terdengar tepat di belakangku. Saat aku menoleh ke arah gadis-gadis itu, aku melihat mata mereka melebar dan Bree cepat-cepat menutup mulutnya untuk menahan tawa.
Dengan mencubit alisku, aku menghela nafas sebelum berpaling dan berhadapan langsung dengan James dan Hale. Hale melipat lengan di dada, tersenyum sinis padaku sementara James tampak serius ingin mendapat jawaban atas pertanyaannya.
"Kita semua tidak. Kamu, aku, dan sisa gengmu. Damian sudah membuat itu jelas."
James mendesah, menggelengkan kepala sambil tersenyum, "jangan percaya segalanya yang kaudengar."
"Yeah, tentu." Aku menjawab dengan sarkasme saat aku melangkah menjauh darinya dan memberi isyarat agar gadis-gadis itu tetap mengikutiku. Tidak ada jalan aku akan membiarkannya merusak hari orientasiku.
Setiap kali aku berada di dekat mereka aku menjadi gelisah, dan mereka membuatku memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak kubayangkan. Aku memiliki karier yang harus kudapatkan dan pekerjaan yang harus kulakukan. Aku tidak punya waktu untuk memusingkan laki-laki, karena mereka hanya membuatku jengkel.
"Ivy, kamu itu—" Suara Kate terputus sebelum tiba-tiba berhenti dan tersenyum.
Sepasang tangan mengelilingiku, mengangkatku ke udara saat aku mendapati diriku tergantung terbalik di bahu James. "Oh Tuhan! Turunkan aku!" Aku berteriak terkejut, mencoba memahami apa yang kurasakan saat ia menyentuhku.
Kulitku merinding nikmat dengan perasaan kontak dengan kulitnya, dan rupanya aku bukan satu-satunya yang terpengaruh. Tubuhnya menegang, dan sebelum aku sadar, aku merasakan punggungku tertekan di dinding sebuah bangunan.
Cengkeraman tegasnya di pinggulku membuat jantungku berpacu. Sebuah perjuangan internal membangun dalam dirinya saat dia mulai bernafas berat. "James..." Aku berbisik, mencoba memahami apa yang terjadi.
"James!" Hale berseru saat mendekat, suara mendengus keluar dari tenggorokan James.
"James, apa yang kau lakukan ..." Kubalakkan lagi, dan akhirnya matanya membaca ke arah mataku. Cincin emas didalamnya bersinar terang dan mengirimkan kejutan hingga ke jiwa. Apa dia ini?
Aku ingat Damian dengan nada keemasan yang sama kecilnya, dan semakin lama aku menatapnya, semakin dekat bibirnya mendekati bibirku. Aku mengantisipasi sebuah ciuman, tapi sebaliknya dia mendekat ke leherku dan menghirup dalam-dalam di belakang telingaku. "Ini tidak mungkin ..."
"Apa yang tidak--" Bertanya sebelum dia memotongku dengan cepat dan menjauh dariku. Rasa kehilangan kurasakan karena tubuhnya menjauh.
"James ..." Hale berkata lagi dengan nada peringatan saat James memandangku dengan ekspresi bingung seolah dia tidak yakin apa yang terjadi. Alisnya berkerut saat dia menggelengkan kepala dan berbalik, berjalan melewati Hale menuju truk.
Hale memberiku tatapan simpatik saat ia mengikuti James. Mataku beralih kembali ke gadis-gadis itu. Aku melihat kejutan di mata dua di antara mereka, tetapi hanya kegembiraan di mata Kate.
"Oh, Tuhan. Itu sangat panas!" Dia berkata bersemangat saat ia memalingkan pandangannya ke arah pria-pria itu, menyaksikankannya seperti yang kulakukan.
Dia benar-itu panas.
"Ivy, kamu baik-baik saja?" Bree akhirnya bertanya dengan suara lembut saat ia datang berdiri di depanku, memblokir pandanganku dari para pria.
Dengan menggelengkan kepalaku tersenyum, "eh-ya. Aku baik-baik saja."
"Kamu harus berhati-hati di sekitar mereka. Hal buruk terjadi, terutama di sekitar Damian."
Pernyataan itu membuatku bingung, dan aku memandangnya untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut tetapi dia segera mengibaskan hal itu, berjalan menjauh dari kami kembali ke asrama. Aku tidak cukup yakin apa maksud dari pernyataannya, tetapi aku ingin tahu.
Para pria itu pastinya sesuatu, tetapi aku tidak akan menganggap mereka benar-benar berbahaya.
Lagipula, penampilan bisa menipu, dan aku tidak memiliki catatan terbaik dalam membuat pilihan yang tepat. Itu salah satu alasan kenapa aku menjaga jarak di Georgia. Ini mengurangi risiko aku terlibat dalam sesuatu yang tidak bisa kukendalikan.
Bahkan jika setiap bagian diriku ingin mengendalikan dia-dan yang lainnya.