Chereads / Perpetual Knowledge / Chapter 1 - Rasa Sakit

Perpetual Knowledge

Grimhollow
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 113
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Rasa Sakit

Drip...

Tetesan air jatuh dan mengenai genangan air yang memancarkan langit orange sore hari di depan sebuah toko buku di sebuah jalan.

Seorang detektif terlihat sedang berjalan di pinggir jalan melewati sebuah toko buku dan menginjak genangan air yang membuat beberapa air terciprat ke sekitarnya.

Detektif itu memiliki fitur wajah orang asia bercampur eropa yang berumur sekitar 26 tahun dengan tinggi 184cm, wajahnya bersih tanpa kumis atau janggut, memakai jas coklat rapi dengan kemeja putih dan dasi hitam yang mencolok.

Dia berjalan melewati sebuah gang bersama kedua rekannya sambil memegang beberapa lembar kertas dokumen putih di tangannya.

Mereka tampak saling berbalas kata dan tertawa di sepanjang jalan

Di sebelah kirinya ada seorang wanita dengan gaya rambut kepang kuda dan poni di bagian depan wajahnya, dia mengenakan kacamata bulat dan terlihat yang paling muda di antara ketiganya.

Sementara di sisi lain merupakan seorang pria berumur sekitar 35 tahun dengan janggut dan kumis tipis di wajahnya, dia mengenakan setelan jas hitam dengan dasi merah dan topi abu abu, dia terlihat lebih muda sambil memegang tas kulit coklat di tangan kirinya.

Tap...tap..

Setelah beberapa meter mereka berjalan, mereka sampai di sebuah persimpangan, mereka akhirnya berpisah dan detektif berjas coklat dengan dasi hitam yang mencolok itu terlihat menyerahkan lembaran kertas putih di tangannya ke seniornya dan setelah mengucapkan kata perpisahan dia mengambil jalan yang berbeda dari kedua rekannya.

Detektif itu berjalan melewati jalan yang di penuhi toko yang sudah tutup dan jalanan yang sepi, langkah demi langkah dia lalui sambil memegang beberapa lembar kertas putih di tangannya.

Setelah beberapa langkah lagi detektif berjas coklat dan berdasi hitam yang mencolok itu berhenti sebentar dan menatap ke langit orange di atasnya, terlihat langit di atasnya menjadi semakin gelap, burung gagak terbang melewati pandangannya, beberapa semut hitam merayap dari tanah ke dinding, memberikan suasana suram yang membuat tubuhnya merinding.

Dia lanjut berjalan melewati jalanan di sekitarnya yang menjadi semakin sunyi dan sepi.

Caw...caw..

Suara burung gagak terdengar menggema di kesunyian.

Hmm..., kenapa rasanya hari ini jalan ini lebih sepi dan sunyi dari biasanya. Pikir detektif sambil terus berjalan melewati jalanan yang di penuhi toko toko yang sudah tutup dan sepi, tanpa orang yang lalu lalang atau terlihat di sekitarnya.

Thump... jantungnya berdetak sedikit lebih cepat

"Ada yang tidak beres..." Kata detektif berjas coklat itu yang berhenti sejenak dan melihat kesekitar dengan raut muka yang sedikit panik.

Tiba tiba secara samar suara suara aneh dan menusuk ke gendang telinganya terdengar.

"Sreshss..... Shahh... Sahsh"

Ssttt....apa itu..?, yah apapun itu aku harus keluar dari jalan ini lebih dulu ada yang tidak benar dengan area ini.

Pikir detektif itu yang langsung menambah kecepatan jalannya menjadi berlari sambil menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya.

Tap...tap...

Thump...Thump...

Detak jantunnya semakin cepat dan keras

Tap..tap...tap..

Semakin jauh langkah yang dia ambil semakin menusuk pula suara suara itu bergema di telinganya dan suara itu terdengar seolah memanggil sebuah nama tapi dengan bahasa aneh yang tidak dia pahami, tiba tiba pembuluh darahnya di kepalanya mulai terlihat.

"Aaahhhhhhh!!... suara apa ini...? Hngg..., apa yang dia katakan..., Arhhh..." Detektif itu mengerang sambil menutup telinganya, berusaha meredakan suara bising di telinganya yang terdengar seperti seseorang sedang mengoceh secara berulang ulang di telinganya dan menusuk langsung ke otaknya.

Apa yang dia katakan sepertinya dia mengulang ulang satu kata...

Pikir detektif itu.

"Sesrerdis..., Seveshshs..., Serverdius...."

Suara suara itu menjadi semakin jelas dan menyakitkan seolah-olah suara itu terkirim langsung ke otaknya seperti pecahan beling yang menghantam langsung dari telinga ke otaknya, merambat ke seluruh tengkorak dengan ketajaman yang tak tertahankan

Brakk...!! Suara tubuhnya yang terjatuh.

"Aaahhh....!!, seseorang..!!, siapa saja..!, tolong aku!!!...., arghhh...!!" Kata detektif itu dengan air mata yang membasahi wajahnya dengan pembuluh darah di wajahnya yang membengkak seolah kepalanya akan meledak kapan saja, tubuhnya menggeliat di jalanan membuat pakaiannya kotor terkena lumpur.

Kertas putih yang dia pegang terlempar dan berceceran dimana mana, beberapa basah karena mendarat di atas genangan air, beberapa mendarat di atas lumpur dan kotoran, pria yang terlihat seperti detektif itu terbaring di atas tanah menjerit kesakitan berguling dan menggeliat dengan kedua tangannya menutupi telinganya, otot otot dan pembuluh darah di tubuhnya, terutama di bagian kepala menegang, air matanya mengalir deras dari mata seakan di penuhi keputusasaan.

Thump... Thump...thump...

Detektif itu mencoba membenturkan kepalanya ke tanah dan bebatuan yang ada di sekitarnya tapi suara suara itu tak kunjung mereda tapi malah membuat otot otot di tubuhnya semakin membeku, dan lukanya semakin parah yang membuat cairan merah mengalir dari dahinya.

Mata detektif itu memerah, pandangannya mulai menjadi kabur, dia terjatuh ke samping dengan wajah yang sangat menyedihkan dan cairan merah keluar dari telinganya melewati jari jarinya yang seakan mencoba untuk menusuk telinganya sendiri.

Sersdus...?!, Aahhhhh....!! Sepertinya dia mengatakan kata itu, erghhh kepalaku...!!!telingaku ...!!, erghh...!!.

Cairan merah perlahan terlihat mengalir dari mata dan hidungnya, pembuluh darah di wajahnya pecah dan membasahi wajahnya dengan cairan merah menutupi luka di dahinya, rambut dan pakaiannya kini di penuhi darah detektif itu, dia menekan giginya dengan kuat, dan jantungnya berdetak semakin kencang dan kuat seakan kepala dan jantungnya akan segera meledak saat itu juga.

Dugh..dugh.. suara detak jantung detektif itu mulai menggema dengan teriakan kesakitannya.

Karena instingnya sebagai detektif dia dengan sekuat tenaga membuka mulutnya dan mengucapkan sebuah kalimat dengan bahasa yang aneh.

"Sev, aahhh.!!, er sstt..., dius!, Serverdius...!!" Kata detektif itu yang terbata bata sambil mengerang kesakitan.

Suara suara itu langsung berhenti dan membuat detektif itu sedikit lega dan tubuhnya berhenti menggeliat air matanya perlahan berhenti, tapi darahnya terus mengalir dari wajahnya yang membuat dia terlihat sangat menakutkan.

A..apa sudah selesai...?, earghh... Itu masih berdenging...,pikirnya sesaat sebelum suara suara itu datang lagi tapi kini detektif itu dapat memahami kata kata itu dengan jelas dan tak lagi menyakitkan.

"Serverdius..., Ashen...., Archivis..." berhenti sejenak suara itu melanjutkan dengan kuat tapi dengan bahasa yang dapat di pahami.

"World...!!" Suara itu menjadi kurang jelas, dan detektif itu terbaring lemas dengan kondisi yang berantakan, dia tak sadarkan diri di atas tanah yang penuh cairan merah.

Drip...

Tetesan air jatuh dari atas atap ke cairan merah.

Kala itu jalanan di sekitarnya yang di penuhi kertas putih yang tertutup lumpur, kotoran, dan cairan merah yang berceceran di mana mana tiba tiba sedikit bergetar tapi dengan cepat mereda.

Sebuah kabut putih muncul dari tempat yang tidak di ketahui menutup seluruh tubuh detektif itu yang sekarat dan di penuhi cairan merah serta lumpur, dan wajahnya menjadi bengkak dan tak dapat di kenali lagi, keadaannya terlihat sangat mengenaskan sekaligus menakutkan, dia tak sadarkan diri, terkulai lemas tak berdaya dengan penampilan yang sangat berantakan, seolah satu kata lagi yang terdengar di kepalanya akan membuat kepalanya benar benar meledak seperti kembang api saat itu juga.

...

Malam hari di sebuah hutan berkabut.

Di sebuah hutan yang gelap dan berkabut sebuah api unggun menyala di dalam kedalaman hutan, di depan api unggun itu terdapat sesosok manusia yang duduk sambil memegang lentera yang memancarkan cahaya berwarna kuning redup ke sekitar, matanya tertutup dan tubuhnya pucat seperti mayat.

Dia adalah seorang pria yang mengenakan sepatu kulit bertali dan sarung tangan sarung tangan kulit berwarna hitam yang di hiasi dengan ornamen bintang yang berwarna cerah dengan simbol simbol aneh yang terukir di dalamnya, mantel panjang berwarna abu abu yang seolah memberikan tekanan sekaligus menyembunyikan misteri di baliknya, dan rambut hitam panjang yang di sisir ke belakang.

Setelah beberapa saat otot otot di kepalanya menjadi menegang, tubuhnya pucatnya kembali hidup, jantungnya berdetak dengan kencang dan bergema di hutan yang sunyi.

"Hnghh...." Mata pria itu terbuka memperlihatkan mata abu abu kehitaman yang seolah memiliki misteri yang dalam, ekspresinya berubah seolah telah melewati siksaan yang sangat kejam dan menyakitkan, lentera di tangan kanannya terjatuh dan membakar rerumputan di sekitarnya.

Pria itu tersentak kebelakang, menekan pelipisnya, matanya membesar dan melihat ke sekitar mendapati ekspresinya berubah menjadi kebingungan sekaligus ketakutan yang dalam.

Dimana ini...?, berapa lama aku tak sadarkan diri...tch... Aaahhhh.. kepalaku. Pikir pria yang mengenakan

Tap...

Pria itu berdiri mengamati sekelilingnya dan melihat pepohonan yang di penuhi kabut yang membuatnya sulit untuk melihat ke kejauhan.

"Di, Dimana ini?, dan sebenarnya suara apa itu" pria itu terduduk dan mencoba mengingat ingat.

Tapi tiba tiba sebuah ingatan ingatan yang bukan miliknya memasuki kepalanya, dia meletakan tangan di kepalanya dan menekan jarinya ke pelipisnya, menahan rasa sakitnya sambil menyandarkan dirinya ke pohon yang ada di belakangnya.

Dengan kebingungan dia mencoba mengucapkan sebuah kata.

"Aku Ashen Rosselvelt..., seorang commoner dan pengembara.., sstt..., tidak ini bukan ingatanku..., bahasa Eldritch dan.., kota Persepolis..., tidak...!"

Pria itu berjalan mundur dengan ekspresi seseorang yang sedang dalam dilema.

Tunggu, suara ini bukan miliku..., ada yang tidak benar.., aku adalah Luke Constantine..., seorang detektif, dan..., yah benar, aku ingat sebelumnya aku mendengar suara suara dengan bahasa aneh yang membuat kepalaku seolah meledak ledak, tidak!, mungkin, kepalaku benar benar telah meledak. Pikirnya sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya seolah sedang berpikir.

"Tidak..., aahhhh..., tidak tunggu apakah ingatan ini..., milikku...?" Pria yang memanggil dirinya Luke Constantine dan dan Ashen Rosselvelt itu terduduk di depan pohon yang tak jauh dari api unggun yang membakar kayu bakar sedikit demi sedikit dan mata abu abu kehitamannya menatap kosong dengan ekspresi dingin.

Dia menurunkan tangannya dan meletakkannya diantara kakinya dan menutup matanya seolah tak ingin memikirkan atau melakukan apapun lagi.

Setelah beberapa saat waktu berlalu.

Pria itu membuka matanya kembali,dan mendekat ke depan api unggun mengambil lentera yang terjatuh dan menginjak rumput yang terbakar agar apinya padam, dia memasang posisi untuk tidur di atas tanah dan rumput kering, dia menutup matanya seolah tidak peduli dengan apapun yang ada di sekitarnya dan tertidur pulas setelah beberapa saat.

Klak...klakk...

Di luar hutan berkabut 2 kereta kuda berenti, salah satu kereta kuda itu membawa seorang gadis dengan gaun merah, sarung tangan putih dan kipas bermotif di tangannya layaknya bangsawan, dia duduk di temani seorang pria paruh baya yang mengenakan tailcoat hitam dan kemeja putih duduk di depannya sambil mengotak atik sebuah revolver.

"Rick, apa kau sudah memastikan bahwa bunga itu benar benar ada di hutan ini" Kata gadis itu sambil menatap ke pria paruh baya di sebelahnya.

Mendengar gadis di depannya bertanya Rick yang duduk di depannya meletakan revolver di tanganya ke sarung pistol yang ada di pinggangnya.

"Miss Wednesday, aku sudah memastikan bahwa informasi yang sebelumnya aku terima adalah benar, dan hutan kabut Elden ini benar benar memiliki area hutan magis di dalamnya, untuk bunganya sendiri aku kurang yakin apakah sudah tumbuh, tapi aku sudah melihat bentuk tanaman dari bunga itu, aku bisa menandainya kalau memang bunganya belum muncul. jawab Rick menanggapi pertanyaan Miss Wednesday di depannya.

"Bagus, mari kita masuk, panggil mereka untuk bersiap" kata Miss Wednesday sambil memainkan kipas di tangannya dan menatap ke hutan berkabut dari balik jendela.

"Baiklah yang Miss Wednesday" jawab Rick.

Rick membuka pintu kereta kuda menginjak rumput hijau segar dan membantu Miss Wednesday turun dari kereta kuda layaknya tuan putri.

Kemudian Rick meninggalkan Miss Wednesday dan berjalan ke kereta lain yang ada di depan kereta kudanya.

Tap.. tap..

Dia memberi 3 ketukan ke pintu kereta kuda itu, dan tak lama kemudian terdengar 3 ketukan balik dari dalam kereta kuda dan sebuah suara dari seorang pria.

"Baiklah kami akan bersiap" kata suara dari dalam kereta kuda itu.

Krek... Suara pintu kereta kuda terbuka dengan kuat, dari dalamnya keluar 2 orang pria yang mengenakan topi panjang berwarna hitam dengan mantel abu abu panjang, yang satu memiliki pedang di pinggangnya sementara yang lain memiliki revolver di tangan kanannya.

"Ayo, kita tak bisa membuang waktu lebih lama lagi kalau tidak hutan ini akan menghilang ketika matahari terbit" kata seorang pria dengan kumis di wajahnya dan pedang sepanjang 80cm di pinggangnya.

Tap...tap...

Rick kembali ke sisi Miss Wednesday bersama kedua orang itu dan mengambil tiga lentera yang sudah dia siapkan, setelah dinyalakan Rick memberikan dua lentera itu ke kedua orang di belakangnya.

"Miss Wednesday, kita bisa langsung masuk, kita hanya bisa menjelajahi area itu sebelum matahari terbit jika tidak kita mungkin tidak akan pernah kembali lagi" kata Rick kepada Miss Wednesday.

"Tentu" jawab Miss Wednesday.

Tap.. tap...

Mereka berempat berjalan memasuki hutan berkabut itu dengan Rick di depan Miss Wednesday di tengah dan kedua pria dengan mantel abu abu di belakangnya.

Mereka terus berjalan masuk seolah tertelan kabut abu abu yang menutupi hutan itu.