Chereads / Sistem Keahlian: Jalan Menuju Kesuksesan / Chapter 3 - Tantangan yang Makin Besar

Chapter 3 - Tantangan yang Makin Besar

Meskipun usahanya semakin berkembang, Arif mulai merasakan tekanan dari pesaing-pesaingnya. Salah satu dari mereka, Andi, adalah mantan teman sekelas yang selalu meragukan kemampuannya. Andi merasa terancam oleh kesuksesan Arif dan mulai melakukan sabotase. Suatu pagi, Arif menemukan ulasan negatif tentang usaha memasaknya di media sosial, yang ditulis oleh akun anonim. "Makanan Arif tidak layak dicoba. Coba saja di tempat lain!"

Arif merasakan kemarahan dan kekecewaan yang mendalam. "Mengapa mereka ingin menjatuhkanku?" pikirnya, sambil menatap layar ponselnya dengan rasa frustasi. Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa menyerah. Mengingat tekadnya untuk mengubah hidup, ia memutuskan untuk menghadapi tantangan ini.

Ia meminta Rina dan Doni untuk membantunya. "Kita perlu mengumpulkan testimoni dari pelanggan yang puas. Kita juga harus berinteraksi lebih banyak dengan mereka di media sosial," katanya dengan semangat. Rina setuju dan mulai merencanakan sesi live cooking di Instagram, di mana Arif bisa memasak dan berinteraksi langsung dengan penonton. "Kita bisa membuat event kecil-kecilan, Arif! Ajak orang-orang untuk melihat betapa enaknya makananmu!"

Hari H pun tiba, dan Arif dengan cemas mempersiapkan segalanya. Sesi live itu ternyata berhasil melebihi harapannya. Banyak orang yang menyaksikannya, memberikan komentar positif, dan berbagi tayangan tersebut. Dalam seminggu, pengikutnya di media sosial meningkat pesat, dan pesanan pun bertambah. Arif merasa yakin bahwa ia bisa mengatasi ancaman dari pesaingnya.

Tetapi, saat ia berpikir bahwa semuanya mulai berjalan lancar, Arif menerima kabar buruk yang menghancurkan harapannya. Ibunya jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Biaya pengobatan yang tinggi membuat Arif khawatir dan merasa tertekan. "Bagaimana aku bisa mengumpulkan uang untuk membayar pengobatan ibuku dan juga mengembangkan usaha kecilku?" pikirnya, merasa putus asa.

Dengan air mata di pipi, ia berdoa untuk kekuatan dan keberanian. Di saat-saat sulit ini, Arif teringat pada tablet tua itu. Ia ingat bahwa ia memiliki satu keterampilan yang belum dibeli—Manajemen Keuangan. Ia percaya bahwa keterampilan ini bisa membantunya mengatur keuangan dengan lebih baik dan menemukan cara untuk mencari uang lebih banyak.

Sambil menunggu kabar dari ibunya, Arif menghabiskan malam-malamnya mempelajari manajemen keuangan melalui buku dan internet. Ia mencari cara untuk mendapatkan pinjaman kecil dari tetangga dan teman-teman dekat. Dalam usaha yang penuh harapan dan ketekunan, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan membiarkan kemiskinan merenggut kebahagiaan keluarganya.

Setelah beberapa hari, Arif mengumpulkan keberanian untuk berbicara kepada tetangganya yang memiliki usaha kecil. "Pak Ahmad, saya butuh bantuan," ucapnya dengan suara bergetar. "Ibu saya sakit, dan saya perlu membayar biaya rumah sakitnya. Apakah Anda bisa membantu saya dengan pinjaman kecil?"

Pak Ahmad melihat langsung ke mata Arif, merasakan ketulusan dalam permohonannya. "Tentu, Arif. Saya akan membantu. Tetapi, pastikan kamu mengatur keuanganmu dengan baik setelah ini," jawabnya.

Arif merasa lega. Dukungan orang-orang di sekelilingnya memberi semangat baru. Dengan dana yang terkumpul, ia bisa membayar sebagian biaya rumah sakit ibunya. Namun, ia tahu ini baru awal dari perjuangannya. Dalam hatinya, ia bertekad untuk bekerja lebih keras dan memastikan ibunya bisa pulang dengan sehat.

Arif terus memanfaatkan keterampilan manajemen keuangan yang telah ia pelajari. Ia mulai membuat catatan pengeluaran dan pemasukan dari usaha kulinernya. Ia juga mencari peluang baru untuk memperluas usaha, seperti menawarkan katering untuk acara-acara lebih besar. Dengan setiap langkah kecil yang diambil, ia merasa semakin dekat dengan impiannya untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya.