my dearest revolutionary.

nsfworld
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 465
    Views
Synopsis

Prolog

"Bawa gadis itu kemari."

Pada siang itu, Hazal menghadap kepada wanita berkebaya panjang dengan rok kain dan rambutnya yang digelung dengan tusuk konde. Ia begitu cantik dan anggun. Di tangannya yang berjemari indah di cat merah, ia mengapit sebuah rokok.

Tatapan wanita itu tajam namun tak menghina.

Hazal berdiri di hadapannya, diam diam waspada dan memperhitungkan.

"Aku tak tahu apa yang sudah menimpamu sebelum aku menemukanmu sekarat di pekarangan belakang," kata wanita itu. "Namaku Juliana dan berkat aku kamu masih hidup sampai sekarang."

Hazal mengangkat satu tangannya dan melihat samar samar luka berwarna ungu. Tadinya, luka luka itu mungkin begitu parah. Hazal bahkan tak tahu berapa lama ia tak sadar. Pagi tadi adalah keajaiban. Tapi, ia tak tahu ia sekarang ada dimana.

"Katakan padaku siapa kamu sebenarnya." kata wanita itu.

Hazal tahu siapa ia dan tujuannya.

Ia hanya tidak bisa mengatakannya.

"Namaku Amelia." Hazal mengatakan nama pertama yang muncul di kepalanya. "Aku tak tahu apa yang sudah menimpaku."

"Kehidupanmu sebelumnya?"

Hazal menggeleng kecil.

"Kalau begitu," wanita itu bangkit dari kursinya dan menghampiri Hazal, memperhatikan wajahnya. Ia kemudian mengangkat dagu Hazal. Suaranya pelan, "kamu milikku. Aku akan memberimu cerita. Kamu tetap disini."

"Tapi--"

"Kamu punya tujuan?"

"Aku--"

"Aku akan memberimu tujuan, tak peduli kamu siapa. Kamu bisa mulai dari sini."

"Tidak bisa."

"Atau coba pikirkan ini," kata Juliana sambil membelai wajah Hazal. "Aku sudah menyelamatkanmu. Bagaimana dengan sedikit saja rasa terima kasih?"

"Apa maumu?" Hazal menangkap tangan Juliana dan tanpa gentar menatapnya.

"Hasilkan uang untukku." Juliana menarik tangannya hingga lepas. "Seperti gadis lainnya."

"Atau jika tidak?"

"Tak ada pilihan lain. Aku tak membantumu. Aku memberimu sebuah utang untuk kamu bayar." Juliana menghembuskan napas.

"Sampai kapan?"

"Sesuka hatiku."

"Sebuah utang memiliki jangka waktu." kata Hazal.

"Nyawamu memiliki harga?" Juliana tersenyum kecil. "Kamu sendiri yang harus menilainya jika begitu."

"Jika kamu begitu ingin balas budi, aku akan membayarmu," kata Hazal. "Beri aku tiga bulan--"

"Enam."

"Beri aku enam--"

"Satu tahun."

"Kamu beromong kosong--"

"Bahkan, aku tak akan pernah melepasmu."

Kini, Hazal memandang marah. "Kamu tak bisa begitu."

"Ah, lupakan saja." kata Juliana. "Kamu tetap disini atau coba berharap pada Tuhan kamu bisa membayar utangmu dan hatiku melunak untuk melepasmu. Meski aku tak yakin Tuhan yang mana."

Juliana kemudian melangkah pergi.

Malam itu, Hazal melepas ikatan rambutnya. Ia didandani dan menjadi setengah dewi. Rambut hitamnya bergelombang indah panjang dan jatuh hingga ke punggungnya.

Pria waras mana pun akan berebut untuk bisa bersamanya dan uang paling banyak serta perhiasan paling mahal pun tak bisa membeli senyumnya.

Diluar, dunia keras masih berbenturan dan Hazal menganggap masih lebih baik dari pada neraka yang disebut Marseille ini--dipenuhi hawa nafsu yang menjijikkan, kesombongan, kerakusan dan kegilaan.

Untuk pertama kalinya, Hazal merasa tak berdaya.