Saat Rizal baru saja duduk di bangkunya, menikmati kemenangan yang baru dia raih di kelasnya, suasana di sudut lain Sekolah Serigala Baja pun mendidih. Di salah satu kelas yang lain, seorang murid pindahan juga baru saja memperkenalkan dirinya, dan langkah-langkahnya hampir serupa dengan yang Rizal lakukan sebelumnya. Bedanya, murid pindahan ini membawa aura yang berbeda—lebih gelap, lebih intens, dan lebih dingin.
Namanya adalah Dito, dan seperti Rizal, dia datang dengan ambisi yang besar. Bedanya, dia tidak mencari aliansi atau teman. Tidak ada senyum ramah atau sapaan hangat ketika dia berdiri di depan kelas, menatap dingin ke arah teman-teman sekelasnya yang sudah mengenali bahwa dia bukan sembarang siswa baru.
Di depan kelas, guru yang mendampingi Dito, seorang pria paruh baya dengan ekspresi lelah dan sikap masa bodoh, berdiri sembari memperkenalkan murid baru itu.
"Kalian, ini Dito. Dia pindahan dari sekolah di luar kota. Kalian semua harus menerima dia di kelas ini," ujar sang guru dengan nada datar, hampir tidak peduli. Setelah memperkenalkan Dito, sang guru tampak sibuk dengan urusan lain. "Saya harus menghadiri rapat penting di kantor. Jaga perilaku kalian sementara saya pergi." Tanpa memberi kesempatan untuk membalas, guru itu langsung keluar kelas, meninggalkan suasana yang aneh di belakangnya.
Seisi kelas menatap Dito dengan tatapan waspada, penuh rasa ingin tahu namun juga penuh rasa tidak suka. Mereka sudah terbiasa dengan hirarki di sekolah ini, di mana setiap murid memiliki tempatnya sendiri, baik dalam hal kekuasaan maupun kedudukan sosial. Setiap kali ada yang mencoba naik ke atas, biasanya mereka harus bertarung dengan seisi kelas terlebih dahulu, dan murid-murid lama tidak akan membiarkan seorang pendatang baru begitu saja mendapatkan posisi tertinggi tanpa perlawanan.
Dito, yang masih berdiri di depan kelas, tidak segera duduk. Sebaliknya, dia menyapu pandangannya ke seluruh ruangan, melihat wajah demi wajah dengan pandangan tajam yang penuh keyakinan. Dengan tenang, dia berkata, "Aku tidak datang ke sini untuk menjadi bagian dari kalian. Aku datang untuk menguasai. Mulai hari ini, akulah bos kalian."
Hening sejenak, sebelum akhirnya suara tawa pecah dari sudut kelas. Seorang siswa bertubuh besar dengan rambut acak-acakan, jelas pemimpin tak resmi kelas itu, tertawa keras. "Hah! Kau pikir siapa dirimu? Kau murid baru di sini, dan kau berani mengklaim sebagai bos? Kau bahkan belum tahu siapa yang kau hadapi!"
Suasana di kelas segera berubah menjadi tegang. Tawa dan cemoohan murid lain mulai mereda saat mereka menyadari betapa seriusnya Dito. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan atau keraguan. Sementara siswa bertubuh besar itu, yang dikenal dengan nama Andre, maju dari bangkunya dengan langkah berat dan penuh percaya diri, menantang Dito dengan senyum sinis di wajahnya.
"Aku Andre," katanya, memamerkan otot-ototnya yang besar. "Di sini, akulah yang mengatur. Kalau kau mau jadi bos, kau harus melewati aku dan teman-temanku dulu."
Dito tetap diam, tidak terpengaruh sedikit pun oleh gertakan Andre. Dia hanya mengangguk pelan dan mengangkat tangannya, memancing Andre untuk menyerang terlebih dahulu. "Cobalah kalau bisa," ucap Dito datar, tatapannya tidak berpaling dari lawannya.
Andre, tanpa pikir panjang, maju dengan tinju yang terangkat tinggi, siap melancarkan pukulan keras ke arah wajah Dito. Tapi sebelum tinju itu sempat mendarat, Dito dengan gerakan yang sangat cepat mengelak ke samping, tangannya langsung meluncur ke arah perut Andre dan menghantamnya dengan keras. Andre terkejut, tubuhnya terlipat seketika akibat pukulan itu, terjatuh di lantai dengan satu tangan memegang perutnya, berusaha menahan rasa sakit yang menjalar.
Sisa siswa di kelas tertegun melihat betapa cepat dan mudahnya Dito menjatuhkan Andre. Tapi mereka tidak menyerah begitu saja. Seolah-olah sudah menjadi kode tidak tertulis, beberapa siswa lain yang dikenal sebagai "berandalan kelas" segera berdiri dari bangku mereka, mengepung Dito dari segala arah. Mereka adalah kelompok yang biasanya mendominasi kelas dengan intimidasi dan kekuatan fisik, dan melihat pemimpin mereka dijatuhkan begitu mudah membuat mereka marah.