Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Sobek

LALAT & BULAN PURNAMA

Sipoel. Lelaki tua berumur 65 tahun yang menyadari sisa waktunya tak lama lagi. Di mana hidup ia yakini hanyalah tentang bagaimana menertawakan kemudaan, mempekerjakan kenangan, dan mencari jawaban untuk beberapa hal yang telah menjadi pertanyaan. Dan malam ini, ia akan memastikan jawabannya di salah satu wisma kompleks pelacuran. Satu tempat yang tak pernah sekalipun ia kunjungi semasa hidupnya. Segala macam penolakan hadir dalam diri Sipoel saat seorang Mami memandu dari luar wisma hingga benar-benar masuk dan berada di dalam sebuah kamar bersama seorang perempuan yang bukan pilihannya sendiri. Penolakan yang sia-sia, tersisih oleh rasa penasaran dan kesadaran akan sisa umurnya yang tak lama lagi. Bisa jadi esok pagi waktunya telah habis--pikirnya. Dan malam ini, mau tidakmau, sebuah tanya harus terjawab; tentang kebenaran sebuah lukisan yang terpampang di dalam wisma, dan siapa yang telah membawanya. Sebelum benar-benar terlambat. Semua usaha dilakukan olehnya hanya untuk mengatasi kegagapan dalam menghadapi situasi yang tak pernah ia dapati sebelumnya; Mami dengan aroma pekat dan sangat tua sekali, dan perempuan muda di sampingnya yang dalam keadaan telanjang bulat berpasrah. Sebuah keadaan yang pada akhirnya memunculkan gagasan untuk sekaligus 'bermain-main' dengan perempuan tersebut. Tidak seperti kebanyakan laki-laki yang menggunakan jasa pelacur, Sipoel punya cara sendiri meski sebenarnya ia masih mampu memakai kelelakiannya. Ia bersetubuh sepanjang hari, tanpa kepentingan syahwat dan ejakulasinya. Seorang lelaki tua dan perempuan yang berlama-lama dalam keadaan telanjang dan berada pada satu kamar, seberapa hebat menahan hasrat? Keduanya luruh. Sipoel berhasrat padanya, perempuan itu juga. Dan jawaban atas rasa penasaran lelaki tua itu hadir saat keduanya dalam perjalanan mencapai puncak birahi. Lukisan di ruang depan wisma yang menjadi sabab musabab Sipoel pada akhirnya memberanikan diri datang ke sini, adalah benar lukisan miliknya. Yang telah ia sobek berpuluh tahun yang lalu, dan lantas ditinggalkan. Dan orang yang membawa lukisan tersebut adalah perempuan yang sedang ia gerut punggungnya malam ini. Perempuan yang ia cari selama ini--anaknya.
yusrizalhelmi_id · 4.8K Views

Pengasinan

Konon katanya setiap ada pendatang baru yang akan singgah di desa itu entah untuk tinggal, sekedar singgah atau hanya melewati desa harus membuang tiga genggam garam kasar di depan gerbang pintu masuk desa dan setelah itu mengucapkan salam. Tidak ada yang tahu apa alasannya melakukan hal itu, hanya saja jika para pendatang desa tidak melakukan maka akan ada hal buruk yang menimpanya. Setelah melewati gerbang desa, pendatang akan menemui sebuah jembatan yang warga setempat mengatakan tempat itu adalah tempat berdiamnya sosok makhluk penunggu gerbang desa berwujud perempuan dengan rambut panjang dan mulut yang sobek sampai telinga, matanya besar dan payudaranya menggelantung sampai menyentuh kemaluannya. Biasanya pendatang yang tidak mematuhi peraturan untuk masuk atau melewati desa akan disesatkan oleh makhluk itu dalam jangka waktu yang cukup lama sebelum akhirnya dikembalikan lagi ke dunia nyata, tak jarang juga mereka dibawa ke dunianya untuk dijadikan pengikutnya. Belum selesai di situ saja, pendatang yang tidak melakukan atau sengaja melanggar peraturan tersebut pasti akan mengalami berbagai gangguan setelahnya, dari yang hanya sebatas gangguan ringan sampai mereka tidak bisa pulang dari desa itu. Suatu hari lima orang remaja yang berasal dari kota besar di Jakarta sengaja datang untuk menghabiskan masa liburan mereka di desa itu sebab mereka tertarik dengan keindahan desa yang masih asri itu. Mereka sendiri mengetahui tentang desa itu dari salah satu teman mereka yang kebetulan keluarganya berada dan tinggal di sana, dia warga asli desa Pengasinan. Ya namanya juga anak kota, mereka tidak percaya dengan mitos yang beredar seputar desa itu, walau sudah berulang kali teman mereka mengingatkan agar tidak melupakan peraturan dan pantangan pantangan yang sudah dia katakan. Hanya saja memang dasarnya mereka berlima adalah remaja remaja yang bebal sehingga mereka tidak berniat melakukan atau menganggap segala pantangan itu benar adanya, bahkan mereka pun sengaja tidak menyiapkan garam kasar yang harus dibuang di depan pintu gerbang desa. Keras kepala mereka pada akhirnya membawa mereka pada sebuah petaka dimana mereka terus terusan diganggu oleh makhluk penguasa desa, tidak bisa keluar meski sudah mencobanya berkali kali. Setelah seorang tetua desa melakukan ritual untuk menemukan jalan keluar agar bisa menyelamatkan kelima remaja kota itu, dia menemukan fakta jika penguasa desa menginginkan nyawa pemuda pemudi itu dan ingin menjadikan mereka penghuni tetap di sana sebab mereka sudah banyak berbuat hal yang tidak baik dan melanggar semua pantangan di desa. Berbagai upaya dilakukan warga desa untuk menyelamatkan kelima remaja itu, namun sayangnya dari lima remaja yang masuk ke dalam desa hanya tiga yang bisa diselamatkan. Meskipun beberapa dari mereka selamat nyatanya mereka membawa trauma yang tidak bisa disembuhkan seumur hidup mereka.
Ammy_1854 · 1.3K Views
Related Topics
More