Chapter 104 - Chapter 102 - Pencuri

"…Mengapa aku melakukan itu?"

Tanpa sadar aku menolak tawaran Ha-Yul untuk membantu. Mengapa aku menolaknya? Tentu saja tidak ada yang salah dengan tawarannya untuk membantu. Semua itu akan berakhir dengan cepat jika aku menerima bantuannya dengan rasa terima kasih, meski aku merasa sedikit menyesal.

Aku memasang ekspresi gelisah melihat pakaian-pakaian yang berserakan di lantai. Aku sudah menolak kebaikannya. Melihat jumlah pakaian yang berserakan, ternyata lebih banyak dari yang aku kira.

Aku kira itu karena Siwoo sering mengganti pakaiannya, karena dia berkeringat setiap hari.

"Hmm, ini aneh…"

Aku menghela napas dan mulai memasukkan pakaian-pakaian yang berserakan ke dalam keranjang satu per satu. Sambil merenungkan mengapa aku bertindak seperti itu. Aku melakukannya secara refleks, tetapi aku benar-benar tidak mengerti mengapa.

Setelah berpikir sambil mengambil pakaian, aku akhirnya menyadari mengapa aku tidak membiarkan Ha-yul membantu.

"…Itu berbahaya."

Apakah secara refleks aku melindungi Siwoo dari bahaya sampai sejauh ini? Bahuku terangkat karena rasa bangga yang tidak beralasan.

"Meskipun Ha-Yul adalah anggota Arachne, tidak ada jaminan dia benar-benar ada di pihakku. Itu keputusan yang bagus."

Ha-Yul adalah sekutu. Jabatan yang terkait erat dengan Asosiasi sebagai mantan penyelidik. Seorang veteran yang telah melalui berbagai pertempuran sungguhan. Selain itu, kemampuannya terbilang tak terkalahkan, meskipun tidak dapat dipertahankan lama.

Tidak diragukan lagi dia adalah yang terkuat di antara anggota Arachne. Ya, yang terbaik di Arachne. Termasuk aku juga.

"Jika dia diberi pengaturan pengkhianat dalam cerita dan melakukan sesuatu pada pakaian Siwoo… Aku tak bias membayangkan yang terjadi."

[Omong kosong macam apa itu… Huppp!]

"Apa?"

Apa itu tadi?

Aku pikir aku baru saja mendengar sesuatu. Itu mungkin hanya imajinasiku.

***

 

Gadis suci itu buru-buru menutup mulutnya dan menahan napas. Suaranya sudah terhalang, jadi Reader mungkin tidak bisa mendengarnya, dia sungguh tak bias menahan komentarnya.

Seseorang yang diamati oleh gadis suci itu menoleh sebentar ke arah suara yang tiba-tiba terdengar, lalu mulai memunguti pakaian-pakaian itu lagi, satu per satu.

"Wah… Hampir saja…"

(Aku tidak percaya dia tidak menyadarinya.)

"A-Apa katamu?!"

(Kalau saja dia sadar, kita bisa melihatnya menangis… Sayang sekali…)

"Aku tidak akan menangis!"

Gadis itu berseru demikian, tetapi dia tidak yakin apakah dia tidak akan menangis. Gadis itu telah membuat keputusan. Ketika Sang Protagonis dan Reader mulai mengonfirmasi perasaan mereka satu sama lain, dia akan berbicara kepadanya lagi.

Namun kesabaran gadis itu yang pendek hancur oleh kejadian selama sebulan ini. Tentu saja, kesabaran gadis itu bisa dibilang sangat baik di kalangan para transenden. Terutama jika dibandingkan dengan transenden lain, yang pastinya yang akan langsung merubah cerita secara paksa, daripada menunggu kedua pasangan bodoh itu menyadari perasaannya masing-masing.

Sejujurnya, gadis suci itu mulai ingin berbicara dengan Reader. Dia ingin mengobrol tentang berbagai hal. Tidak bisa berbicara cukup menyakitkan. Namun, alasan gadis itu tidak berbicara padanya sederhana.

Dia tidak ingin menyia-nyiakan kedekatan antara Protagonis dan Reader selama sebulan ke belakang. Kalau dia berbicara pada Reader sekarang, semua yang dibangun sampai sekarang akan hancur.

Namun, sulit untuk bertahan. Kalau terus seperti ini, sepertinya dia akan menyerah dan berbicara lebih dulu. Dia mencoba berkomentar seperti biasanya, tetapi suaranya secara tidak sengaja keluar saat monolog Reader. Dia hampir menghancurkan penantian selama sebulan yang sia-sia.

"Ah, ini sangat menyebalkan! Bagaimana kita bisa membuat kemajuan hubungan mereka terjadi lebih cepat?!"

(Kupikir kamu bilang kamu menyukai hal yang pelan tapi pasti seperti itu?)

"Tetap saja ada batasnya, tahu! Ini sudah satu bulan, loh? Bukankah seharusnya mereka sudah sangat dekat sekarang?!"

Rencananya tentu saja sempurna. Tepat setelah menyadari bahwa Reader ketakutan namun tetap bergantung padanya di saat yang bersamaan. Gadis suci itu pun menutup mulutnya, yang telah dia tutup karena takut dimarahi.

Karena hubungan antara Protagonis dan Reader tiba-tiba menjadi lebih dekat dari sebelumnya. Mau tidak mau dia harus bersabar sedikit lagi. Dia bertahan seperti itu hingga sebulan, berpikir bahwa jika dia tetap diam sedikit lebih lama, pasangan bodoh itu akan membuat lebih banyak kemajuan.

Tentu saja, sebulan mungkin bukanlah waktu yang sebentar, dia pun berpikir perasaan mereka akan berkembang dengan cepat.

"Kenapa, jadi begini…"

Gadis suci itu yakin.

Bahwa tubuh Reader adalah ciptaannya yang terbaik. Ia sangat yakin, kalau tubuh itu berada di masyarakat modern yang normal, bukan di dunia seperti ini, tubuh ini akan langsung terkenal hanya karena kecantikan wajahnya saja.

Alasan mengapa tubuh itu dibuat secantik itu… Yah, tidak ada makna mendalam tertentu. Gadis itu berpikir tidak akan menyenangkan jika tubuh itu dibuat jelek. Ada pepatah yang mengatakan apa yang terlihat enak, rasanya juga enak, benar?

"Dengan tubuh indah seperti itu, menghabiskan waktu selama satu bulan tinggal bersama tubuh seperti itu…!"

Kenapa sang Protagonis tidak melakukan apa pun?!

"Mengapa dia tidak menerjang Reader yang memiliki tubuh indah seperti itu? Ya ampun, apa ia sungguh impoten atau penyuka sesama jenis!? Aku tidak ingat memberinya pengaturan cerita seperti itu."

(Ini mulai terlihat tidak bagus dipandang.)

"Diamlah! Apakah kau mengerti apa yang kurasakan?!"

(Aku tidak ingin memahami perasaanmu.)

Anehnya, tidak terjadi apa-apa di antara mereka selama sebulan. Mereka tentu saja menjadi lebih dekat, tidak seperti perasaan saat berteman sebelum tinggal bersama.

Tampak jelas bahwa Siwoo senantiasa menjaga jarak terhadap rayuan tak sengaja dari Arte. Sepertinya pria itu entah bagaimana mengatur pandangannya sehingga Arte tidak menyadarinya.

…Namun, kemajuannya masih terlalu lambat. Itu menyakiti harga diri si Gadis Suci. Rasanya seperti diberitahu bahwa tubuh yang diciptakannya tidak memiliki daya tarik.

"Baiklah, anggap saja Tokoh Utamanya memang seperti itu … jadi, Reader-lah yang terburuk!"

Baiklah kita akui saja dan katakan sang Protagonis memang seperti itu dan tidak bias berubah. Ya, yang paling menyebalkan adalah Reader.

"Reaksi itu sungguh keterlaluan!"

Dia tidak mengerti mengapa Reader begitu waspada terhadapnya sejak awal. Apakah dia pernah melakukan sesuatu yang buruk padanya? Dia mungkin pernah memarahi Reader, tetapi dia tidak pernah menyiksanya.

"Suatu latar di mana seorang mantan penyelidik yang berkeliling membunuh penjahat tiba-tiba menjadi pengkhianat! Apakah aku akan melakukan hal seperti itu…?"

Oh.

Kedengarannya itu menarik. Seorang penyelidik yang menyadari bahwa membunuh orang adalah salah dan kembali ke sisi keadilan. Melawan Asosiasi dan organisasi rahasia yang memanipulasi masyarakat manusia super sendirian…?

Haruskah dia mencobanya?

(Kau tidak memikirkan sesuatu yang aneh lagi, kan?)

"…Ha! T-Tidak, aku tidak memikirkan apa pun!"

(Gadis ini pasti akan membuat masalah lagi, bukan?)

Ehem, ehem.

Ini adalah suasana yang membuat mulutnya sedikit berair, tetapi dia mengesampingkannya untuk saat ini. Reader pasti juga punya perasaan pada Siwoo. Tidak mungkin nggak punya. Bukankah wajar jika cinta tumbuh ketika mereka saling menempel seperti itu?

"Dan masih saja, reaksinya seperti itu…"

Dia mencoba untuk tidak ikut campur sama sekali. Tetapi dia merasa bahwa pada tingkat ini, mungkin butuh waktu tahunan bagi mereka untuk menyadari perasaan masing-masing

 ondisi mental Reader telah membaik sedikit akhir-akhir ini, tetapi…

"Hehehe, kurasa aku tidak punya pilihan lain saat ini."

Dia harus membuat suatu kejadian secara paksa. Lagi pula, sebuah kejadian diperlukan untuk menumbuhkan emosi. Reader masih mengambil pakaian, Tidak mengetahui apa yang akan terjadi.

***

"… Fiuh. Kurasa aku hampir selesai."

Aku mendesah sambil memunguti pakaian-pakaian itu. Akhirnya, semuanya berakhir. Melihat jam, hampir sepuluh menit telah berlalu. Aku harus bergegas kembali sebelum masalah lain terjadi. Sambil berpikir demikian, aku bergegas menuju mesin cuci.

Pada saat itu, bunyi dentuman. Saat merasakan ada sesuatu yang menangkap kakiku, tubuhku mulai condong ke depan.

"Aw, aw?!"

Isi keranjang yang kupegang dengan kedua tangan berhamburan keluar, dan tubuhku yang tak mampu menopang bobot badan, terjatuh menimpa isinya.

Ah, sial.

Aku harus mengambilnya lagi. Suasana hatiku memburuk. Segalanya tidak berjalan baik hari ini.

"Aneh. Aku yakin tidak ada apa-apa di sini…"

Seharusnya tidak ada apa pun di area ini yang dapat menahan kakiku. Aku memandang sekeliling untuk melihat apa yang telah menjerat kakiku, tetapi aku tidak dapat melihat apa pun.

…Apakah itu hanya imajinasiku?

"Huh, aku harus mengambilnya lagi…"

Bagaimana aku akan menjelaskannya? Aku merasa bersalah melihat pakaian putihku yang kotor dan terkena noda. Noda jenis itu tidak mudah hilang, jadi aku harus mencari cara untuk memperbaikinya.

Aku mengambil kembali pakaian-pakaian itu, berusaha menenangkan suasana hatiku yang amat terpuruk. Setelah memasukkan pakaian yang diambil ke dalam mesin cuci, Baru saat itulah aku menyadari ada sesuatu yang aneh.

"Hah?"

Merasa aneh, aku melihat jam. Jam masih bergerak sibuk, menunjukkan waktu. Waktu yang sudah berlalu 15 menit sejak aku berpisah dari Siwoo.

"Hmm…?"

Ketika aku terpisah dari Siwoo, nafasku secara alami akan mulai menjadi tidak stabil setelah sepuluh menit. Kalau waktunya tiba-tiba meningkat lebih dari setengahnya itu tidak masuk akal. Aku tidak berpikir tubuhku tiba-tiba menjadi lebih baik. Kemarin saja tanganku gemetar sekali.

Lalu apa yang berbeda sekarang?

Di antara hal-hal yang berhubungan dengan Siwoo, alasan mengapa aku bisa bertahan lebih lama dari sebelumnya adalah…

Tiba-tiba, keranjang di tanganku menarik perhatianku. Kalau dipikir-pikir, saat aku terjatuh, ada sesuatu yang terasa hangat.

"…"

Glek.

Haruskah aku melakukan ini? Apakah benar-benar boleh melakukan hal ini?

Aku bahkan tidak tahu apakah ini benar atau tidak. Tidak, tapi terus bergantung padanya sampai sekarang mungkin lebih merepotkan. Dibandingkan dengan itu, ini banyak sekali…

"Arte! Arte, ke mana kau pergi?! Kau baik-baik saja?!"

"Hiii?!"

"Itu dia! Arte, kamu baik-baik saja?!"

"Y-Ya… aku baik-baik saja."

"Syukurlah… Baiklah, kita kembali ke kamar sekarang."

"Ah, tidak. Sebelum itu, aku harus…"

"Oh, itu. Aku bermaksud memberitahumu tapi lupa. Itu pakaianku."

"Tidak, itu hanya…"

"Ayo kita ke kamar dulu."

Tunggu sebentar…

Meski aku berusaha mengatakan sesuatu, Siwoo sibuk mengantarku ke kamar. Jadi, akhirnya aku memegangi sesuatu. Salah satu pakaian Siwoo.