Chapter 94 - Chapter 92 - Telat

Aku memeluk bantal di kasur dengan erat dan menarik selimut hingga menutupi tubuhku.

Ini hangat. Aku bohong kalau bilang tidak.

Selimut yang nyaman, bantal yang empuk, dan tempat tidur selembut awan. Hal-hal kecil ini adalah bagian yang baik dari reinkarnasi ke dunia ini. Biasanya aku tidak berani menginginkan barang-barang mahal ini.

Perlengkapan tempat tidur kelas atas memang nyaman dan hangat, sesuai dengan harganya.

Tapi, entah mengapa…

"Ada yang kurang."

Ini memang hangat, namun secara bersamaan tidak hangat. Aku tahu lebih dari siapa pun bahwa pernyataan itu jelas kontradiktif. Tidak masuk akal jika sesuatu dikatakan hangat tetapi tidak hangat, kan?

Tapi aku bisa merasakannya dengan jelas. Selimut ini memang menghangatkan tubuhku, tapi tidak dengan hatiku.

Selimut yang biasa membuatku hangat sampai kemarin… Kini terasa hambar.

Tiba-tiba aku menarik selimut hingga ke telinga dan memejamkan mata karena takut akan mendengar suara Sang Author. Aku tahu itu dengan baik. Melakukan hal ini tidak akan menghentikanku dari suara Author. Tetapi jika aku tidak melakukan sesuatu seperti ini, aku merasa takkan sanggup menanggungnya.

Kenapa dia tidak mengatakan apa pun?

Mengapa? Apa alasannya?

Dia pasti mendengarnya, kan? Benar?

Mendengarkan ucapan Siwoo hari sebelumnya. Tidak mungkin tidak. Karena aku mendengar langsung suara kaget sang Author. Dia pasti mendengarnya. Aku yakin seratus persen.

Tapi kenapa kamu tidak mengatakan apa pun?

Aku memeluk bantal dengan lenganku lebih erat lagi. Cuacanya masih belum hangat.

"… Author. Apakah kamu sedang tertidur?"

Tak ada jawaban.

Sejak saat itu, tak ada lagi suara Author yang terdengan.

Mengapa begitu?

Apakah karena dia marah? Atau karena dia kecewa padaku?

Aku sungguh tidak tahu.

Aku menjadi cemas, karena Author tidak pernah bersikap seperti ini.

"Tolong jawab aku… Author."

Sebenarnya ada banyak saat di mana aku berharap Author tidak ada. Kalau memang begitu, aku akan bisa menerima dunia ini sebagai kenyataan. Aku dapat menikmati dunia ini dan menjalani petualangan seperti tokoh utama novel web yang pernah kulihat sebelumnya. Tetapi sekarang setelah Sang Author benar-benar menghilang, aku malah merasa cemas.

Mengapa tidak ada respons darinya? Sepatah kata pun tidak ada? Apakah aku telah ditelantarkan?

Aku menjadi takut.

Author, satu-satunya faktor yang kumiliki untuk menilai bahwa aku adalah manusia, telah menghilang. Melihat orang berubah, melihat lingkungan masyarakat berganti, aku pikir aku berbeda dari boneka-boneka itu. Jika Author diam-diam mengubah pengaturan cerita padaku, aku tidak dapat mengetahuinya.

Aku akan menganggapnya sebagai kenyataan saja.

Author adalah dasar bagiku. Tempat di mana informasi berasal. Fakta bahwa Lyla telah berubah sifatnya. Fakta bahwa Investigator Lee Ha-Yul berubah. Juga fakta bahwa masa lalu Amelia sedikit berubah karenanya.

Di samping itu, tentang ruang rahasia. Jumlah anggota Arachne. Dan masih banyak informasi lainnya. Itu semua informasi yang aku temukan melalui Author.

Lalu apa artinya aku kalau dia tidak ada di sini?

Apakah aku tidak berbeda dengan orang-orang yang kuanggap boneka?

…Haha. Aku tidak tahu.

Aku memeluk bantal dengan lenganku sekali lagi.

Aku masih tidak bisa merasakan kehangatan apa pun.

Aku merindukan kehangatan yang dapat mengisi hatiku sebelumnya.

Aku seharusnya tidak melarikan diri dari Siwoo kemarin.

***

"Aneh sekali…"

"Apa?"

"Eh, tidak. Hanya saja Arte tidak muncul di rumahku tadi malam."

"…?"

"Dia biasanya datang mengawasiku setiap malam, tapi dia tidak datang kemarin… Aku jadi agak khawatir."

Amelia bingung harus mulai dari mana.

Apakah masalahnya adalah Siwoo, yang khawatir Arte tidak mengawasi rumahnya?

Atau apakah ini salah Arte, yang terus-terusan menguntit Siwoo setiap hari hingga menjadi kebiasaan, dan membuat Siwoo khawatir saat Arte tidak datang sehari saja?

Amelia merenung sejenak dan mencapai satu kesimpulan. Tak seorang pun dari keduanya yang waras.

"Apakah kamu yakin kepalamu baik-baik saja? Kau baru saja terbentur?"

"…? Ya, aku tidak terluka di mana pun."

Hebat, Siwoo tidak mengerti.

Amelia memutuskan untuk tidak peduli lagi dengan penguntitan itu. Sepertinya berbicara dengannya tidak akan berhasil. Kalau mereka berdua tidak masalah dengan hal itu, maka itu bagus.

Amelia menyesal bahwa mungkin dia seharusnya menegur mereka dengan tegas terakhir kali.

"Apakah terlalu terburu-buru bagiku untuk berbicara tentang si Author?"

"Ya, itu benar. Menurut apa yang kau katakan, dia kan selalu mengawasi."

"…"

Apa yang dikatakan Siwoo kemarin sungguh mengejutkan. Mendengar semua fakta objektif yang diketahui dan semua spekulasinya, dia tidak dapat menahan rasa takjubnya.

Author. Masalah mental Arte. Boneka. Manusia. Dan semua hal yang telah ditunjukkan Arte selama ini. Jika semua itu benar, maka tindakan Siwoo terbilang terlalu tergesa-gesa.

Tidak, itu lebih dari tergesa-gesa. Itu sangat berbahaya.

"Kau harus lebih berhati-hati, Siwoo. Jika kau ingin membantu Arte, itu saja."

"…Aku tahu."

"Aku mengatakan ini karena sepertinya kau tidak tahu. Arte mungkin saja tidak akan datang lagi."

"…"

Tak seorang pun selain Arte yang mengetahui sifat asli sang Author.

Author itu selalu mengawasinya. Kalau Arte ketakutan sampai gemetaran di tempat tanpa memperdulikan kehadiran Siwoo, maka sang Author telah memegang nyawa Arte di tangannya atau bahkan lebih dari itu.

"Sejak awal kita tidak tahu bagaimana pengawasan itu dilakukan atau bahkan bagaimana mereka berkomunikasi. Dan kau dengan bodohnya mengatakan sesuatu seperti itu kemarin?"

Itu berbahaya, tahu?

"…Yah, mau bagaimana lagi karena kau sudah mengatakannya. Yang lalu biarlah berlalu. Ngomong-ngomong, Arte belum datang?"

"Benar juga. Dia belum datang."

"Seharusnya sudah waktunya dia tiba… Mari kita tunggu sepuluh menit lagi."

Tiga puluh menit telah berlalu sejak itu.

Arte masih belum datang.

"…Hei, Siwoo. Bukankah Arte datang terlambat dibandingkan biasanya?"

Amelia bertanya, tetapi tidak ada jawaban.

Bertanya-tanya apa yang dilakukannya hingga tidak menjawab, dia menoleh ke arah Siwoo, hanya untuk melihat lelaki itu menggigit kukunya dengan ekspresi khawatir.

Apakah dia terganggu dengan perkataan Amelia tadi?

Siapa pun bisa melihat Siwoo tampak cemas.

"Hei, Siwoo!"

"Hah?… Uh, maaf. Aku hanya memikirkan hal lain sebentar. Apa itu?"

"Jangan khawatir. Arte akan baik-baik saja."

"…"

"Arte bukan orang biasa, kan? Pasti ada sesuatu yang terjadi sehingga dia terlambat."

"B-benar…"

"Ya. Jadi jangan khawatir."

'Astaga, keduanya benar-benar membutuhkan banyak perhatian.'

Arte dan Siwoo.

Amelia memaksa dirinya untuk menepis kecemasannya dan tersenyum cerah. Dia harus melakukan hal itu agar si tolol di sampingnya merasa tenang. Untungnya, Siwoo tampaknya sudah sadar dan tersenyum kecil padanya.

"Terima kasih, Amelia."

"Sebelum mengkhawatirkan orang lain, uruslah dirimu sendiri terlebih dahulu."

Tapi, mengapa Arte terlambat?

'Apa mungkin sesuatu terjadi padanya karena orang bernama Author ini?'

Amelia mengatakan kepadanya untuk tidak cemas, tetapi tepat setelah sesuatu seperti itu terjadi kemarin. Arte datang jauh lebih lambat dari biasanya, jadi Siwoo tidak bisa menahan rasa khawatir.

'Haruskah aku meneleponnya?'

Saat dia hendak menghubungi Arte, suara pintu kelas yang tiba-tiba terbuka bergema.

"…Halo."

"Ah, Arte. Kenapa wajahmu terlihat seperti itu…?"

Ucapan sopan yang sudah dikenal.

Itu suara Arte.

Kelegaan karena kekhawatiran Siwoo yang tidak berdasar ternyata hanya berlangsung sebentar. Dia terkejut melihat wajah gadis itu yang kelelahan. Arte tampak seperti seseorang yang tidak tidur selama sepuluh hari.

Bisakah seseorang berubah sebanyak ini dalam satu hari?

"Arte, kamu… begadang semalaman?"

"Wah… Ya, ya… Tidak, aku tidur, kok…"

"Jam berapa kamu tidur?"

"Umm, jam 2 pagi…? Tidak, jam 3 pagi… jam 4 pagi… jam 5 pagi, mungkin…? Atau, jam 8 pagi?"

Amelia terkejut setiap kali gadis itu berbicara. Arte tidak tidur sama sekali. Tampaknya dia begadang sepanjang malam.

"Arte, kamu tidak tidur?!"

"Aku tidak bisa tidur."

"…"

Siwoo dan Amelia merasa cemas tentang apa yang mungkin terjadi tadi malam pada Arte.

Apa yang membuatnya sampai tidak bisa tidur seperti itu?

Amelia tidak dapat dengan mudah membayangkan apa yang sedang dipikirkan oleh gadis misterius itu.

"Hoaaam…"

Pemandangan Arte yang menguap keras memasuki pandangannya. Hari itu mungkin tampak damai seperti hari-hari lainnya, tetapi kenyataannya tidak demikian. Hubungan mereka telah banyak berubah.

Sejak mengetahui rahasia Arte.

"Ah. Halo."

"…Hai, Arte."

Mungkin karena rasa bersalah dan membuat Arte cemas karena berbicara tanpa alasan. Siwoo tak dapat leluasa menatap matanya, meskipun tengah ditatap tajam oleh Arte.

Apa?

"…Ah. Benar."

Kebingungan Siwoo hanya berlangsung sebentar. Kebingungan itu telah berubah menjadi keheranan. Karena Arte melakukan tindakan yang tidak terbayangkan bagi siapa pun.

"H-Hei, Arte?!"

"Mmm… Hangatnya…"

"Wooow…"

"Apanya yang wow?! Tolong aku, Amelia!"

Itu adalah kejadian yang tiba-tiba. Arte melemparkan dirinya ke arah Siwoo.

Siwoo memang merasakannya dengan kemampuannya dan mencoba menghindarinya, tetapi ia berpikir Arte akan terluka jika dia melakukannya, jadi dia menangkap gadis itu dalam dekapannya.

"Kamu hangat…"

"Arte? Ada apa ini tiba-tiba… Arte? Arte?"

"Loh, dia tertidur?"

*Tarik napas *hembuskan.

Sambil bernapas teratur, Arte tertidur lelap seolah semua beban hidupnya lenyap. Siwoo berusaha melepaskan diri dari pelukannya dengan canggung, tetapi melihat Arte mengernyitkan dahinya setiap kali mencoba, Siwoo pun menyerah dan membiarkannya.

"…Hei, kenapa dia seperti itu? Apa yang kau lakukan, Siwoo?"

"Aku tidak melakukan apa pun!"

"Mencurigakan…"

"Memangnya apa yang kau pikir telah aku lakukan!?"

'Peluang!'

Kesempatan untuk menggoda Siwoo.

Amelia memutuskan untuk menunggu Arte bangun sambil menyiksanya.

"Halo. Hah? Kenapa Arte tidur seperti itu…"

"Oh, kamu datang di waktu yang tepat, Dorothy. Dengarkan apa yang ingin kukatakan…"

"Ya ampun, ya ampun, ya ampun…"

Arte bilang dia begadang semalaman, ya kan?

Dia akan tidur setidaknya empat jam.

'Kalau begitu, sebagai balasan karena membuatku khawatir, aku akan menggodamu habis-habisan, Siwoo.'