"Amelia, aku di sini."
Siwoo memanggil Amelia ketika dia mendengar suara mencarinya.
Terdengar langkah kaki tergesa-gesa, dan seseorang yang dikenalnya muncul dari gang.
"Ke mana kau pergi meninggalkanku?!"
"Maaf sekali. Aku tiba-tiba mendapat hal buruk tentang sesuatu…"
"…Ah. Tidak, aku bisa dimengerti."
Amelia yang tadinya marah, berubah lembut saat melihatnya.
Untuk sesaat, Siwoo bertanya-tanya mengapa gadis pirang itu bersikap seperti itu, tetapi dia dapat dengan cepat menemukan alasannya.
Itu karena Arte yang ada dalam dekapannya mulai menggeliat berusaha melepaskan diri.
"L-Lepas… Lepaskan aku…! Aku baik-baik saja…"
"Ah. Maaf."
Hanya ada satu alasan mengapa Amelia tiba-tiba menjadi luluh terhadapnya.
Karena dia tengah memeluk Arte, melihatnya bersama Arte dengan kondisi seperti itu, sudah jelas membuat imajinasinya menjadi liar.
Itu adalah sesuatu yang selalu terjadi, tetapi reaksi Arte malah tersipu malu.
Biasanya, Arte akan tersenyum ringan dan meminta Siwoo menjauh seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Ah, haha… Kamu melihat sesuatu yang tidak sedap dipandang."
"Ya-Ya…"
"A-aku pergi dulu kalau begitu!"
Dalam pelarian Arte yang tergesa-gesa dari tempat kejadian, tidak ada sikap percaya diri yang biasa ditunjukkannya.
Yang ada hanyalah seorang gadis manis, tersipu malu dan kikuk.
Seolah-olah topeng yang dikenakannya telah robek dan memperlihatkan dirinya sesungguhnya.
"Lihatlah dirimu~. Kau sungguh gercep, Siwoo?"
"Tidak seperti itu."
"Oh, ayolah. Kau memeluknya begitu erat sembari berbisik manis."
"Berisik."
"…Apakah terjadi sesuatu?"
Siwoo sudah menduga akan terjadi pembicaraan seperti ini berdasarkan perilaku Amelia yang biasa, tetapi tidak berminat untuk menanggapi.
Ia pun menjawab singkat, dan Amelia terus saja bertanya kepadanya dengan mimik serius.
Amelia pasti menyadari bahwa ada sesuatu yang penting. Seperti yang diduga, dia cerdas.
"Aku sudah memberitahunya."
"…Hah? Memberitahunya apa?"
"Aku katakan padanya bahwa aku tahu kalau dia Arachne."
"Apa?! A-Apa kau gila?!"
Suara Amelia yang hampir menjerit membuat telinganya sakit.
Yah, dapat dimengerti jika dia bereaksi seperti itu.
Siwoo merasa salah berbicara secara gamblang.
Dia melakukannya tidak sengaja karena dia sebal pada sikap Arte yang merendahkan dirinya sendiri.
"Dengar, Amelia. Aku akan menjelaskan semuanya nanti, jadi jawab saja pertanyaanku. Aku butuh pendapatmu tentang apakah tebakanku benar."
"… Kamu harus menjelaskan semuanya dari awal nanti, ya"
"Ya. Jadi tunggu saja. Aku ingin menata pikiranku."
Amelia mendesah namun tetap diam.
Dia biasanya terlihat gila, tetapi dia dapat diandalkan di saat-saat seperti ini.
"…Dengar, Amelia. Apakah kamu ingat 'Author?'"
"Tentu saja aku ingat. Kita kan menduganya dia mungkin seorang informan. Kenapa?"
"Saat aku mengungkapkan pada Arte bahwa aku tahu identitas aslinya, dia tiba-tiba menangis dan gemetar."
"Apa?"
"Dan dia berkata, 'Author-nim. Maaf. Aku akan berusaha lebih baik. Aku sudah melakukannya dengan baik sejauh ini, bukan?'"
"Tunggu… mungkinkah…?"
Amelia juga tampaknya telah mencapai kesimpulan yang sama dengannya, dan wajahnya menjadi serius.
Ya, spekulasi mereka salah sejak awal.
Mereka berspekulasi bahwa Arte dan 'Author' memiliki hubungan horizontal.
Namun mereka salah. Ternyata tidak seperti itu.
Arte dan Author memiliki hubungan paling vertikal dibandingkan siapa pun.
"Dugaanku begini… Semua yang dilakukan oleh Arte diperintahkan oleh 'Author' itu."
"…"
"Arte membunuh orang, melepaskan monster ke akademi, menyusup ke sana… Semuanya."
Sebelum Siwoo menyadarinya, dia telah yakin dengan pikirannya, meskipun dia mengatakan itu hanya tebakan.
Ini sangat cocok untuk sekadar menjadi sebuah teori.
Jika tidak, tidak ada cara untuk menjelaskan tindakan Arte.
"Arte telah menormalisasikan pembunuhan terhadap orang-orang. Dia mengatakan bahwa mereka 'hanya boneka.'"
"A-Apa? Kapan dia bilang…?"
"Betapa pun aku memikirkannya, ini aneh. Sudah lebih dari setengah tahun sejak kita mengenal Arte, tetapi kita bahkan tidak tahu tentang 'Author' itu. Bagaimana mereka bisa berkomunikasi sejak awal?"
Dia malu untuk memikirkannya lagi, tetapi dia pernah bersembunyi di loker Arte.
Pada saat itu, tidak ada perangkat mekanis yang ditemukan di mana pun di dalamnya.
"Kami menduga bahwa mereka berkomunikasi melalui semacam kemampuan seperti telepati… Tapi kalau dipikir-pikir, bukankah itu aneh?"
Telepati adalah kemampuan berkomunikasi tanpa berbicara.
Mengapa mereka tidak menyadari hal ini?
Mereka mungkin menyadari keanehan itu kalau mereka berpikir sedikit lebih dalam.
Karena mereka tidak menganggap bahwa 'Author' adalah orang yang sangat penting.
Itulah sebabnya kita melewatkan fakta penting.
"Katakan saja dia bisa menyampaikan suaranya pada Arte. Lalu bagaimana Arte menyampaikan suara Author?"
"…Hah?"
"Satu kemampuan untuk setiap orang. Ini adalah fakta umum yang diketahui semua orang. Arte dapat mengendalikan benang, seharusnya dia tak memiliki kemampuan lainnya."
Benar.
Satu-satunya hal yang dapat disampaikan melalui telepati adalah suara satu orang.
Tidak ada cara untuk Arte menyampaikan suaranya pada Author.
"Arte tidak mungkin bertelepati. Namun, dia terus bergumam. Dia seakan berkomunikasi dengan Author secara langsung."
Jika Author menyampaikan suaranya melalui telepati,
Lalu bagaimana dia mendengar kata-kata Arte?
Telepati bukanlah sesuatu komunikasi dua arah.
Dia memverifikasi itu.
Itu juga bukan kemampuan Arte.
Tetapi Arte dan Author tetap bisa berkomunikasi melalui berbagai cara.
"L-Lalu bagaimana caranya…?"
"Aku juga tidak tahu. Tapi itu jelas bukan sesuatu seperti telepati."
Siwoo mulai mengejar Arte yang melarikan diri.
Dia tidak yakin ke mana dia pergi. Tapi dia yakin.
'Jika kita lewat jalan ini, kita akan bisa bertemu dengannya.'
Tidak ada dasar untuk itu. Tapi dia tahu.
"Di suatu tempat, Author bisa mendengar suara Arte, terus mengawasinya, dan memegang kendali hidup dan mati atas dirinya."
"… Maksudmu orang itu memerintahkan Arte untuk membunuh orang?"
"Itulah yang kupikirkan."
Mereka seharusnya menyadari sejak awal, bahwa ada sesuatu yang aneh.
Mengapa Arte, yang pikirannya cukup tidak stabil untuk menganggap orang lain sebagai boneka, mulai membunuh orang?
Ia menilai bahwa alasannya terletak pada orang yang disebut 'Author'.
"…Akhirnya."
Sebuah cara untuk membantu Arte mulai muncul.
'Namun, itu hanya garis besarnya untuk saat ini.'
Namun, ia yakin bahwa itu pun merupakan langkah besar. Hingga kini, itu pun belum terlihat.
"Tunggu aku, Arte. Aku akan membantumu."
Mengetahui bukti tindakan Arte dilakukan atas perintah seseorang merupakan suatu pencapaian besar.
Karena dia yakin bahwa segala sesuatu yang dilakukannya bukanlah atas keinginannya sendiri.
Dia bergerak menuju tempat yang menurutnya Arte akan berada.
"Hm, apa yang harus aku lakukan tentang ini…?"
Gadis suci itu bergumam sambil memperhatikan Reader yang tergesa-gesa mencoba keluar dari gang.
Dia bisa saja menggunakan benang seperti yang dilakukannya sebelumnya dan bergerak ke atap gedung tinggi.
Mungkin karena panik, dia bahkan tidak dapat memikirkan hal itu dan berlarian ke sana kemari.
"Kapan dia menyadarinya? Tidak kusangka tokoh utama tahu tentang insiden monster itu…"
Tampaknya dia tidak curiga padanya.
Gadis itu sangat putus asa.
Dia seharusnya tidak memberi Siwoo kemampuan intuisi, yang membuatnya memperhatikan hal-hal yang tidak perlu.
Dia seharusnya memberi Siwoo jendela status saja.
Sebelum dia menyadarinya, bahkan kemampuannya tidak bekerja pada tokoh utama, dan dia bahkan tidak dapat menebak apa kemampuan sang tokoh utama.
'Karena itu, orang lain pun mengejekku.'
(Aku tahu kau akan melakukan ini, dasar bajingan bodoh. Kau melakukan segala macam hal, dan sekarang insiden besar telah terjadi.)
"Aargh, diamlah! Orang juga bisa melakukan kesalahan!"
(…Lebih dari itu, ada sesuatu yang membuatku penasaran. Apa yang akan kamu lakukan?)
"Hah? Apa maksudmu?"
(Mainanmu setengah gila, dan tokoh utama itu menunjukkan permusuhan terhadapmu sebagai Pengarang yang tidak ada di dunia itu.)
"…Ah, itu? Gampang."
(Gampang, katamu?)
Kelemahan orang-orang ini adalah kurangnya imajinasi.
'Kamu hanya menikmati cerita tentang akhir dunia dan semacamnya, jadi kurasa itu sebabnya kamu agak kurang?'
Kau harus tahu cara menikmati cerita romantis sesekali.
"Kita hanya perlu mengubah rutenya sedikit. Lagipula, sudah lama sejak terakhir kali aku mengubahnya."
(…Apakah itu berubah? Kapan?)
"Sudah lama sekali? Kapan? Aku tidak tahu. Aku tidak peduli."
Tidak, dia tidak peduli kapan itu berubah.
Saat ini, gadis suci itu hanya dengan gembira menyaksikan cerita yang tercipta secara kebetulan.
Reader tampaknya mengira gadis suci itu akan meninggalkannya karena tokoh utama menemukan bahwa dialah yang menciptakan insiden tersebut.
Siwoo berhasil menenangkannya, tetapi seiring berjalannya waktu, dia mungkin akan mulai berpikir seperti itu lagi.
'Padahal aku tidak punya niat untuk melakukan hal itu.'
"Hei, hei. Bukankah Reader itu imut? Dia memohon meskipun aku tidak berniat membunuhnya."
(…Kamu punya selera yang aneh…)
(Aku setuju. Aku tidak akan pernah mengerti pilihanmu.)
"Lihat siapa yang bicara."
"Orang-orang yang gembira saat kiamat tiba, dan mengatakannya seperti kembang api."
Lagi pula, mereka tidak mengerti seni.
Dia lucu sekali, tahu?
"Bagaimana aku bisa membawa jiwa seperti itu? Apakah aku seorang jenius atau apa?!"
Dia hanya membawa jiwa yang tampaknya cocok untuk peran seorang pengamat.
Tetapi ternyata gadis suci itu lebih menyukainya daripada yang diharapkan.
Dia bisa saja meramalkan perkembangan cerita dengan meninggalkan Reader dan mengatur ulang latar sekitarnya kecuali Siwoo, tapi…
"Aku tidak menginginkan itu. Aku tidak mau kehilangan Reader!"
"Kandidat bos terakhir adalah Arachne, tapi… Hmm, itu mungkin terlalu klise!"
'Kadang-kadang, bos terakhir yang mengejutkan akan menyenangkan, bukan begitu?'
Gadis itu tersenyum cerah.
"Sepertinya akan menyenangkan untuk berpartisipasi secara langsung!"
Tentu saja, jika dia turun tangan dengan serius, dunia akan hancur, jadi dia tidak akan bisa memberikan segalanya.
Yah, itu akan menjadi persiapan yang bagus jika sang tokoh utama menang dengan benar!
Demi cinta, bukankah dia harus mengatasi rintangan?
'…Kalau dipikir-pikir, aku yang menciptakan tubuh Reader.'
'Bukankah itu menjadikanku seperti orang tuanya?'
"Hehe, demi cinta, dia harus meyakinkanku! Orang tua yang luar biasa kuat. Pasti seru!"
Gadis itu tersenyum cerah.
(Bukankah kamu terlalu sombong? Kamu bahkan tidak tahu apa kemampuan sang tokoh utama.)
(Benar sekali. Melihat bahwa bahkan kemampuanmu tidak bekerja padanya, itu mungkin kemampuan yang harus diwaspadai. Kamu harus berhati-hati…)
"Tidak apa-apa! Kau pikir aku akan kalah?"
Tidak ada kasus di mana gadis suci itu akan kalah dari protagonis jika dia berhadapan dengan serius.
Sekalipun dia tidak dapat turun ke dunia, kekuatannya yang sangat besar dapat menghancurkan sang tokoh utama.
'Lagipula, tidak seperti orang lain, aku bisa turun dengan mudah.'
Author yang dapat mengubah pengaturan.
Gadis suci itu tersenyum seolah memberi tahu mereka agar tidak khawatir.
(TN: cinta terhalang restu mertua. Wkwk.)