"…Lalu?"
"Hah? Ada apa denganmu?"
"Bagaimana reaksi Arte?"
Amelia bertanya pada Siwoo sambil melirik Arte.
Bagaimana apanya?
Setelah berpikir keras tentang niat di balik pertanyaan itu, dia akhirnya menyadarinya.
Tidak heran Amelia memegang tangan Dorothy saat masuk ke mobil; dia mencoba untuk mendekatkan Siwoo dan Arte.
Dia tidak bisa mengatakannya di dalam mobil kalau-kalau Arte mendengarnya, jadi Amelia sengaja membicarakannya segera setelah mereka memasuki department store itu.
"… Jangan bilang tujuanmu mendekatkan aku dan Arte?"
"Apa lagi memangnya?"
"Hahh…"
Tidak heran dia terus merasakan tatapannya.
Amelia nampaknya mulai bersemangat lagi, putus asa untuk menjodohkannya dengan Arte.
"Tidak banyak yang terjadi."
"I-Itu tidak mungkin…?"
"Memang begitu, kok. Kamu juga memperhatikannya sepanjang waktu, kan?"
"Itu benar sih, tapi…"
Amelia pikir mereka berdua melakukan percakapan rahasia di mobil.
Sebaliknya, Siwoo heran melihat Amelia menajamkan telinganya di setiap saat.
Kalau dia berkonsentrasi sebanyak itu, tidak mungkin dia tidak mendengarnya.
Bukan hanya satu atau dua hari Amelia terus berusaha mendekatkannya dan Arte bersama, tetapi jauh di lubuk hatinya, Siwoo berharap dia segera berhenti.
…Karena sepertinya jauh dari kata jatuh cinta, Arte tak pernah menunjukkan apa pun jika gadis itu memang cinta pada Siwoo.
Siwoo yakin Arte tidak terlalu memikirkan tentang hal seperti itu sebelumnya, meski mereka sedekat itu.
Ketika Arte duduk di sampingnya, Siwoo hanya bisa gelisah dan cemas.
"Tidak ada cara lain. Kalau begitu, kita harus beralih ke rencana berikutnya."
"…Apakah aku benar-benar harus ikut rencanamu? Tidak bisakah aku tidak ikut dalam rencanamu?"
"Kau pikir aku dan Dorothy menghabiskan waktu mendandanimu tanpa hasil? Itu akan membuat apa yang kita lakukan hari ini menjadi sia-sia."
"Itu benar, tapi…"
Siwoo tidak bisa membantahnya.
Ya, dia dipaksa berdandan rapi, tapi itu benar adanya.
Jelaslah dia akan sedih jika Siwoo menyerah begitu saja.
Tidak peduli seberapa sering pria itu mengatakan tidak mau, Amelia akan kecewa setelah berjam-jam mendandaninya dengan semangat.
Terutama Dorothy yang dengan bersemangat mencurahkan segala macam ilmu sambil mendandaninya. Gadis itu tampak tertarik dengan dunia mode.
Kalau Siwoo tiba-tiba menyerah dan bilang nggak bisa, reaksi apa yang bakal Amelia berikan…?
Mereka mungkin sudah semakin dekat, tetapi dia sudah merasa bersalah melakukannya pada Amelia.
"Tapi bagaimana kamu meyakinkan Dorothy?"
"Hah?"
"Jangan bilang kau juga memberi tahu Dorothy? Tentang identitas Arte."
Tidak peduli bagaimana dia memikirkannya, itu aneh.
Dorothy tidak akan tahu apa pun tentang identitas Arte.
Dia bersemangat dan cerewet, sambil berkata dia mau membantu.
Tetapi Amelia tampaknya bukan tipe orang yang mengatakan hal seperti itu dengan mudah.
"Ah, itu… Saat aku mengelak pertanyaan itu, dia menerimanya dengan mudah?"
"Hah?"
"Aku bilang kamu dan Arte tidak berpacaran, tapi sepertinya kalian punya perasaan satu sama lain, dan hubungan kalian tidak ada kemajuan."
"… Itu hanya khayalanmu saja, bukan?"
"Saat itu aku langsung mengatakannya begitu saja. Namun anehnya, dia langsung menerimanya."
Jadi itu yang terjadi… Tidak mengherankan.
Siwoo mengira Amelia telah menyeret Dorothy ke dalamnya tanpa ampun dan merasa sedikit takut, tetapi ternyata ada cerita di baliknya…
…Dia tidak bisa memahaminya.
"Bagaimanapun, Dorothy masih belum tahu identitasnya…"
"Apa yang kalian berdua bicarakan selama ini?"
"Ah, Dorothy. Ya, yah. Tidak apa-apa."
"Jika tidak apa-apa, cepatlah ke sini!"
"…Hah?"
"Cepat, cepat!"
Dorothy, yang berbicara dengan Arte sambil berjalan, berlari ke arah mereka dan menarik lengan Siwoo.
"A-apa sih?"
"Ah, cepatlah!"
Karena tidak punya pilihan lain, Siwoo membiarkan dirinya terseret.
Dorothy yang berlari menuju koridor kosong akhirnya melepaskan lengannya.
"Fiuh, tatapannya tajam sekali…"
Itu pasti mengacu pada tatapan Arte. Memang, dia menatap tajam.
Namun, dia menghilang setelah Amelia tergesa-gesa pergi mengalihkan perhatiannya.
"…Jadi, kenapa kamu memanggilku?"
"Untuk meminta bantuan."
"Bantuan?"
"Kamu akan membantu membeli baju renang kami sekarang."
"…Hahh."
"A-apa maksud helaan napas itu?"
Tidak, apa yang bisa dia katakan tentang ini?
Siwoo benar-benar bertekad untuk mengikuti kemauan mereka. Bahkan dengan mempertimbangkan ketulusan Dorothy, yang mendandaninya.
Tapi, tetap saja.
Meskipun dia sudah mengambil keputusan, masih ada rasa berat hati di dadanya…
'Aku tidak ingin pergi…'
"…Dengar, Dorothy. Apakah aku harus ikut?"
"Bagaimana mungkin kamu tidak ikut? Kita datang untuk membeli baju renang."
"Tentang itu… aku seorang pria, tahu? Bukankah itu agak…aneh?"
"…Apa, apa yang sedang kamu pikirkan?"
Dia menatap Siwoo dengan ekspresi jijik.
'Tentu saja aku harus memikirkannya, justru bahaya kalau tidak, kan?'
Jika tiga gadis memilih pakaian renang di sebuah toko pakaian dan seorang pria sendiri, orang lain akan berpikir hal-hal aneh terlebih dahulu.
Tipe cowok seperti apa yang ada di sana?
Apa hubungannya dengan gadis-gadis itu?
Bukankah orang normal akan berpikir seperti itu?
"Aku satu-satunya laki-laki, jadi bukankah aneh jika berada di bagian pakaian renang wanita?"
"… Tidak apa-apa. Amelia dan aku tidak menganggapmu sebagai seorang pria."
"Entah kenapa itu menyakitkan? Apakah kamu mengatakan itu dengan sengaja?"
"Aku tidak ingin menyentuh seseorang yang sudah memiliki pemilik."
Seorang pemilik, katanya.
'Hubungan macam apa sebenarnya yang ada antara Arte dan aku dalam pikiran Dorothy?'
Apa sebenarnya yang mengisi kepalanya?
Siwoo ingin bertanya tetapi tidak ingin tahu jawabannya.
Karena sepertinya dia akan mendengar cerita yang lebih aneh lagi.
"…Tidak, bukan itu. Kau hanya perlu memuji Arte saat dia mengenakan baju renang. Mengerti?"
"O-oke…"
"Kau harus melakukannya. Dan lihatlah ke arah Arte, bukan kami. Oke?"
Begitu dia selesai berbicara, Dorothy berlari kembali dengan tergesa-gesa.
Amelia telah melakukan sesuatu lagi.
Jumlah orang yang ingin ikut campur dalam hubungannya dengan Arte telah meningkat.
"Wah, cantik sekali. Bagaimana?"
"Tidak buruk. Tapi bukankah agak terlalu terbuka…?"
"Ehh, ini baju renang, siapa peduli. Lemak di tubuhmu tidak banyak. Coba kita lihat."
"Ke-kenapa kau tiba-tiba menyentuh perutku?!"
"Tidak, kupikir perutmu mungkin menonjol…"
"Itu tidak sopan, kau tahu?!"
Amelia dan Dorothy membuat keributan.
Karena tidak berani melihat ke depan, aku menutup mataku rapat-rapat. Karena tidak bisa melihat, celoteh mereka semakin keras.
"Arte, kamu tidak akan memilih satu?"
Mungkin karena aku hanya duduk diam sedari tadi.
Amelia bertanya dengan suara bingung.
"I-iya…? Ah, aku tidak begitu tahu banyak tentang hal ini…"
"Benarkah? Kalau begitu, haruskah kami memilihkannya untukmu?"
"Silakan."
"Baiklah, serahkan pada kami!"
Untungnya, Amelia dan Dorothy tidak menyadari kalau mataku sedang tertutup.
Kadang-kadang, memiliki mata sipit ada gunanya, aku kira.
Karena sulit mengetahui apakah mataku terbuka atau tidak.
Aku sudah bertanya kepada Author sebelumnya.
Mengapa dia menempatkanku di tubuh seperti ini?
Jawabannya sangat sederhana… Karena itu keren.
Kalau dia bilang begitu, ya mau bagaimana lagi?
"…Ini, Arte! Bagaimana dengan yang ini? Kamu suka?"
"Ah, ya. Terima kasih. Aku suka itu."
"Cobalah segera! Cepat!"
Aku bergegas ke ruang ganti atas desakan Amelia.
Fiuh, hampir saja.
Mungkin karena aku belum pernah ke toko pakaian renang wanita sebelumnya, aku tidak tahu apa yang harus dipilih.
Untungnya, sepertinya Amelia memutuskan untuk memilih baju renang untukku.
"Aku akan membencimu, Author…"
[Tetapi peragaan busana pakaian renang sering muncul, bukan?]
"Diam."
Aku tahu ada beberapa novel di antara novel web yang sangat dipengaruhi oleh novel ringan yang memiliki kejadian seperti ini.
Dan aku tahu Author ingin menggunakan materi semacam itu.
Itulah sebabnya aku menyarankan agar kita pergi memilih pakaian renang.
Bagus juga kalau aku mengarahkan semuanya dengan cara itu karena dia ingin menggunakan materi itu. Bagus juga, tapi…
Jika ada satu hal yang aku abaikan, itu adalah aku harus membeli baju renang juga.
"Tidak ada cara lain. Aku akan segera memakainya dan… Hah?"
[…Wah. Bikini.]
"…"
Apa ini?
Aku ingin mencoba memakainya dan keluar secepat mungkin, tetapi ukuran kain di tanganku terlalu kecil.
Benar, orang-orang menyebutnya bikini.
Ketika aku menerima dan memegangnya, aku yakin ada banyak kain yang menyentuh tanganku, jadi aku pikir itu adalah model rashguard atau high-leg style, tetapi aku tertipu…!
Ini bukan sekedar bikini.
Seolah memberitahuku kain apa yang kurasakan, ini adalah kain pareo yang biasa diikat di pinggang. Kain ini memang dikenakan melapisi bikini bawah.
Akan lebih baik jika ini menutupi bagian bawah dada saja dan tidak memperlihatkan pusar.
Atasan bikini berwarna putih, dan pareonya juga terbuat dari bahan yang tembus pandang, seakan tidak menutupi apa pun.
…Lalu apa gunanya punya pareo?
"Arte, sudah selesai?"
"… A-Aku akan segera keluar."
Ah, sial.
Apakah aku benar-benar harus memakai ini? Serius?
Amelia pasti penuh perhatian dengan caranya sendiri.
Aku satu-satunya yang mengenakan pakaian renang sekolah selama kelas renang ketika semua orang mengenakan bikini.
Dilihat dari sudut pandang mana pun, pakaian itu tampak tidak ada fungsinya untuk dikenakan.
"Sudah?"
"…Tu-tunggu sebentar. Tunggu sebentar."
"Bagaimana rasanya?"
"Aku ingin pergi."
Siwoo menjawab pertanyaan Amelia dengan jujur.
Dia ingin pergi.
'Mengapa aku ada di tempat seperti ini?'
Hanya dikelilingi oleh pakaian renang wanita saja sudah memalukan hingga tak terlukiskan.
"Baiklah, aku akan membiarkanmu pergi."
"Sungguh?!"
"Ya. Jika kau sudah melihat Arte dalam pakaian renang dan memberikan kesanmu."
"Hah?"
"Dia akan segera keluar. Tunggu saja."
Saat itulah Siwoo menyadari.
Dia bisa mendengar suara Amelia dan Dorothy, tetapi tidak suara Arte.
Swish, swish.
Indra tertutupnya berkembang dalam sekejap.
…Apakah mereka mengatakan Arte ada di dalam ruang ganti?
Pendengarannya yang sangat baik dan intuisinya dengan jelas menyampaikan suara Arte saat berganti pakaian.