Chereads / Romantika Gadis Kontrak / Chapter 64 - Chapter 64 Tempat

Chapter 64 - Chapter 64 Tempat

Tak lama kemudian, Hikari berjalan mengikuti Esten, yang dengan tenang memandu dia menjelajahi kediaman yang begitu luas dan megah itu. Setiap langkah Hikari semakin merasakan betapa besar dan mewahnya tempat tinggal ini, dengan setiap sudutnya dihiasi dengan barang-barang berkelas. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan lukisan-lukisan besar yang menggambarkan pemandangan eksotis dan simbol-simbol kebesaran, sementara lampu kristal yang menggantung di langit-langit memberikan cahaya lembut, membuat suasana semakin anggun dan misterius. Mereka melewati beberapa ruangan dengan pintu-pintu yang tertutup rapat, seakan menyembunyikan banyak rahasia. Esten menjelaskan dengan cepat, seolah sudah terbiasa dengan setiap langkah dan sudut tempat itu.

"Dan ini adalah ruangan belajar tuan muda..." kata Esten sambil menunjukkan sebuah pintu besar yang tertutup. Sebelum ia sempat membuka pintu tersebut, Hikari secara perlahan menepuk punggung atas Esten, membuatnya menoleh dengan ekspresi terkejut. Hikari menunjuk ke arah gendongan yang ia bawa, menandakan sesuatu yang penting.

"Shhh...." Hikari mengisyaratkan untuk diam, matanya menatap ke gendongan di tubuhnya. Rupanya, Nian sudah tertidur pulas di dalam gendongan Hikari. Suasana hening seketika, hanya terdengar desahan napas Nian yang tenang.

"Ba... Bagaimana mungkin?!" Esten menatap tidak percaya, matanya lebar, menunjukkan keterkejutan yang mendalam. Wajahnya begitu polos, karena sebelumnya Nian tidak pernah tertidur dengan cepat, bahkan di tengah-tengah aktivitas yang ramai sekalipun.

Setelah beberapa saat, terlihat Hikari menyelimuti Nian yang tertidur dengan pulas di ruangan yang tampak cukup besar dan nyaman itu. Hikari menatap sekeliling kamar, yang terasa sangat berbeda dari kamar-kamar yang pernah ia lihat sebelumnya. "(Kasur dan kamar sebesar ini, hanya untuk lelaki kecil seperti Nian? Bahkan kamarnya dihias sangat cantik, sepertinya pria Yakuza itu memiliki kuasa yang tinggi, aku tak berani melawan deh...)" Hikari berpikir dalam hati, dengan hati yang sedikit cemas namun penuh rasa ingin tahu.

Sementara itu, di luar kamar, Esten berdiri tegak menunggu, pikirannya penuh dengan tanda tanya. "(Hm... mencurigakan, bagaimana bisa tuan muda tertidur hanya karena dibawa olehnya? Ini sangat aneh.....)" pikirnya, wajahnya terlihat serius, seolah menganalisa setiap detail kejadian yang baru saja terjadi. Ia merasa ada sesuatu yang tak beres, namun ia berusaha untuk tetap tenang, menunggu dengan sabar hingga Hikari keluar dari kamar.

"Ah, anu, bisa aku bertanya sesuatu?" Hikari akhirnya memecah keheningan dengan sebuah pertanyaan. Ia menatap Esten dengan penuh harap, sedikit ragu namun tetap berusaha untuk terdengar wajar. Esten yang awalnya terdiam, kini menatap Hikari dengan penuh perhatian.

"Apakah di sini ada ibu Nian?" tanya Hikari dengan hati-hati, suaranya sedikit bergetar, meskipun ia berusaha menjaga ketenangannya.

Esten yang mendengar itu kemudian menjawab dengan nada yang agak datar, "Istri dari Tuan Akamura sudah meninggal sejak menghilangnya tuan muda. Sejak saat itu, Tuan Akamura selalu berganti-ganti wanita tanpa menikahinya hingga dia bertemu dengan Nian dan selalu mencarikan wanita untuk menjadi ibu yang baik untuk Nian. Tapi itu sama sekali tak membuahkan hasil, tak ada yang sesuai, dan bahkan tuan muda selalu saja memberontak dan menolak." Esten menjelaskan panjang lebar, wajahnya tampak sedikit terbebani oleh kenyataan yang ia ungkapkan.

Hikari yang mendengar itu menjadi terdiam, hatinya terasa sesak mendengar kisah yang cukup memilukan. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. "(Kasihan sekali Nian... Ini berita besar untukku, harusnya aku memberitahukan pada Mas Kage, tapi aku sedang dikekang di sini...)" pikirnya, merasakan kecemasan yang semakin menekan dada.

"Oh, benar, apakah aku bisa mengambil kembali ponselku?" tanya Hikari dengan lembut, mencoba mencari kesempatan untuk berkomunikasi dengan Kage, meskipun ia tahu bahwa setiap langkahnya diawasi dengan ketat.

Namun, Esten langsung meliriknya dengan curiga. "Untuk apa? Apa kau berencana mencari bantuan? Melarikan diri?" tanyanya dengan nada yang agak menggertak, seolah mencurigai setiap niat Hikari.

"Ti... tidak, aku hanya, hanya ingin memberitahu seseorang agar dia tidak khawatir. Jangan khawatir, aku tidak akan mengatakan apapun soal aku di sini..." Hikari berusaha meyakinkan Esten, meskipun hatinya sedikit ragu. Ia tahu bahwa kesempatan ini sangat berharga, dan ia harus memanfaatkannya sebaik mungkin.

Esten akhirnya memberikan ponsel Hikari, yang rupanya ia bawa bersama dirinya. Dengan senang hati, Hikari mengambil ponselnya dan berjalan menuju kamar mandi, meninggalkan Esten yang masih berdiri di depan pintu kamar Nian. Esten menatapnya dengan penuh curiga, namun ia mencoba untuk tidak terlalu peduli dan kembali melanjutkan tugasnya.

Sementara di kamar mandi, Hikari segera menghubungi Kage yang kebetulan mengangkatnya. "Hikari, kenapa? Kau butuh sesuatu?" tanya Kage dengan suara yang hangat, membuat Hikari merasa sedikit lega.

Mendengar suara Kage, Hikari menghela napas lega. "(Syukurlah Mas Kage belum di rumah...) Ah, Mas Kage, apakah pekerjaanmu jadi menghantarmu ke luar kota?" tanya Hikari, mencoba terdengar normal meskipun di dalam hatinya penuh kecemasan.

"Hm, tidak, tidak jadi, aku menolak kontrak itu, hanya menguntungkan kecil saja, jadi aku akan pulang besok, tunggu aku ya..." jawab Kage, suaranya akrab seperti biasanya, membuat Hikari merasa sedikit tenang.

Hikari terdiam sejenak, namun dalam pikirannya, ia merasa khawatir. "(Bagaimanapun juga, aku harus mencari cara untuk pulang besok...) Ya, aku akan menunggu, kalau begitu sampai jumpa..." kata Hikari, berusaha mengakhiri percakapan dengan harapan bisa segera menemukan jalan keluar dari situasi yang semakin menegangkan.

Setelah menutup telepon, Hikari kembali ke Esten dengan ponsel yang sudah disita lagi. Esten mengulurkan tangannya, meminta ponsel itu kembali, dan dengan berat hati, Hikari memberikannya. Namun, ia ingin bertanya sesuatu lagi.

"Um, bisa aku bertanya sesuatu? Apa Nian tidak bersekolah? Bukankah umurnya sudah bisa masuk di bawah taman kanak-kanak?" tanya Hikari dengan rasa ingin tahu.

Esten menjawab dengan santai, "Tuan muda memiliki guru pribadi sendiri, dia akan datang hari ini. Ngomong-ngomong, apa kau ingin makan terlebih dahulu?" tanyanya, menambahkan sedikit perhatian yang membuat Hikari terkejut.

"(Oh, baik sekali menawariku makan...) Boleh..." Hikari mengangguk dengan senang, merasa sedikit lebih nyaman meskipun suasana di sekitarnya masih terasa menegangkan.

Hikari duduk di salah satu kursi di meja besar yang panjang, dengan hanya makanan mewah yang ada di atas meja. Makanan-makanan itu tersusun rapi, dengan aroma yang menggugah selera. Hikari merasa sedikit canggung, terutama dengan Esten yang berdiri di belakangnya, seolah mengawasi setiap gerak-geriknya. Penasaran, Hikari akhirnya bertanya.

"Tuan Esten, kenapa meja di sini panjang sekali? Apakah keluarga ini sangat besar?" tanya Hikari dengan nada yang cukup santai, berusaha mengurangi kecanggungan yang dirasakannya.

Esten menjawab dengan tenang, "Di sini sudah seperti keluarga, kami adalah bagian keluarga tidak sedarah. Itulah yang dinamakan Yakuza, kami selalu makan di sini dan terhormat bersama Tuan Akamura..." jawab Esten dengan keyakinan yang tinggi, seolah hal tersebut adalah sesuatu yang sudah biasa bagi mereka.

"(Ah, begitu ya, jadi itu yang disebut Yakuza, mereka adalah budak yang mendapat bayaran, tapi mereka juga adalah keluarga yang tidak sedarah, itu keren sekali...)" pikir Hikari, sambil memakan makanan yang disajikan. Meskipun ada banyak hal yang belum ia pahami, Hikari merasa bahwa ada banyak misteri yang menunggu untuk diungkap.

Tak lama setelah makan, Hikari keluar dari ruang makan dengan langkah ringan. Perutnya terasa kenyang, namun suasana di sekitar tetap terasa mencekam. Esten yang sudah menunggunya di luar langsung tersenyum tipis, seolah menunjukkan tanda persetujuan atas makanan yang baru saja dinikmati Hikari.

"Kau sudah selesai makan?" tanya Esten dengan suara yang agak datar, tapi tetap ramah.

"Ya, terima kasih makanannya," jawab Hikari dengan senang, sambil menatap Esten dengan penuh rasa terima kasih. Suasana jadi sedikit lebih ringan setelah makan, meskipun Hikari masih merasa cemas dengan keadaan di sekitarnya.

Namun, tiba-tiba terdengar suara yang begitu akrab dan tidak asing. "Halo...!" Suara seorang wanita datang dari arah yang tak jauh dari mereka, membuat Hikari dan Esten menoleh dengan cepat.

"Hai Esten..." suara itu terdengar riang dan ramah, meskipun ada sedikit rasa canggung dalam ucapannya. Namun, saat Hikari melihat wajah wanita tersebut, ia terkejut seketika, hampir tak percaya dengan siapa yang baru saja muncul di depan matanya.

Wanita itu, dengan senyum yang nampak sedikit dipaksakan, juga terkejut saat melihat Hikari. "Mbak Deana?!" seru Hikari dengan takjub, mulutnya hampir tidak bisa menahan rasa heran yang mendalam.

"Eh... Hikari?!" jawab Deana, tampak sedikit terkejut, bahkan tampak kebingungan sejenak. Hikari tidak pernah menduga bahwa mereka akan bertemu di tempat seperti ini. Deana, wanita yang dulu sempat menjadi senior di kampus Hikari, wanita yang sempat mencoba merayu Kage dengan segala cara, kini berdiri di depannya, seolah tak ada yang berubah.

Hikari menatapnya dengan rasa ingin tahu yang tinggi. "Ba... bagaimana bisa, wah, apakah Mbak Deana bekerja di sini?" tanya Hikari, hampir tidak percaya. Deana yang dulu hanya seorang wanita biasa yang dikenalnya, kini tampak begitu berbeda dalam lingkungan ini. Hikari merasa seperti ada yang aneh, tapi ia tidak bisa langsung menyimpulkan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Tanpa Hikari tahu, Deana pernah mencoba merayu Kage, bahkan menceritakan rencananya pada Kage di sebuah malam yang penuh kekacauan, ketika Hikari sendiri dalam keadaan mabuk. Namun, saat itu, Hikari tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sekarang, ia hanya bisa menatap dengan rasa penasaran.

Deana tersenyum, meskipun senyumnya terasa agak terpaksa. "Ah, Hikari, lama tidak bertemu... Bagaimana hubunganmu dengan Tuan Kage?" tanyanya dengan nada yang terkesan ramah, namun Hikari bisa merasakan sedikit kepura-puraan dalam suaranya.

Hikari menanggapi dengan santai, "Ah, kami sudah menjalin hubungan sangat baik hehe, bagaimana denganmu, apa kehidupan mu baik baik saja?" jawabnya, berusaha untuk mengobrol tanpa menaruh curiga.

Namun, saat Esten mendengar pertanyaan Deana tentang Tuan Kage, ia langsung terdiam. Dalam pikirannya, banyak pertanyaan muncul, "(Dia bilang Tuan Kage? Gadis ini menjalin hubungan dengan Tuan Kage? Apa jangan-jangan Tuan Kage yang berkuasa itu!!! Jika iya, ini adalah bahaya untuk Tuan Akamura.... Tapi tetap saja aku harus memastikan nya,)" Sepertinya, Esten mulai menyadari siapa Hikari sebenarnya, dan ini membuatnya semakin waspada.