"Kenapa kau tidak bilang dari awal?" tatap Kage dengan sorot mata tajam, menggelap penuh kemarahan yang terkendali. Raut wajahnya memancarkan ketidakpuasan, bibirnya menekuk sedikit dalam ekspresi jengkel yang dalam. Ia berjalan mendekat dengan langkah yang berat dan penuh intimidasi, seperti seorang pemburu yang mengincar mangsanya. Setiap langkahnya seolah membawa hawa dingin yang membuat suasana semakin mencekam, cukup untuk membuat Chen merasa gemetar ketakutan.
"Mas Kage..." Suara Hikari terdengar pelan tapi penuh ketegasan. Ia segera meraih ujung baju Kage, mencoba menghentikan amarah yang tampak akan meledak kapan saja. Gerakannya lembut namun pasti, membuat Kage seketika terdiam, menghentikan langkahnya. Perlahan, Kage menyilangkan tangannya di dada, tatapan matanya tak beranjak dari Chen, yang kini terlihat pucat. Seolah-olah tatapan itu adalah ancaman yang diam-diam menuntut penjelasan darinya.
Chen menunduk sesaat sebelum akhirnya berani berbicara. "Maafkan aku, tapi dia memang sudah bangun. Aku mendapatkan informasi bahwa Chichi masih menjalani rehabilitasi," suaranya terdengar agak gemetar, dan tatapannya tidak berani langsung bertemu mata Kage. "Mungkin dia butuh waktu untuk menemuimu..."
Kage menghela napas, napas panjang yang terdengar lelah dan kecewa. "Katakan padaku, sekarang di mana dia dan Haku?" suaranya datar, namun ada nada kehampaan yang menyiratkan harapannya yang mulai pudar.
Chen mengalihkan pandangannya sesaat, tampak berpikir, sebelum akhirnya menjawab dengan suara pelan. "Mereka masih mengurusi bisnis, apalagi kondisi Chichi masih belum dinyatakan lebih baik oleh dokter..." Wajahnya berusaha tampak tenang, namun ada garis samar kekhawatiran yang tersirat. "Jadi, tenang saja... Mari kita lupakan itu dulu dan tandatangani kontrak ini..." katanya, sambil dengan hati-hati mengulurkan selembar kertas kontrak yang sudah siap di tangannya. Sebuah senyum tipis terselip di wajahnya, meskipun sorot matanya menunjukkan kepuasan yang licik.
Namun, tanpa ragu, Kage langsung meraih kertas itu dan, tanpa memperhatikannya sejenak pun, melemparkannya ke lantai dengan penuh penghinaan. "Chen!! Aku tak mau mengurusi bisnis yang ujung-ujungnya mereka yang diuntungkan...!!" Bentakan itu menggema di ruangan, suaranya penuh kemarahan dan ketegasan. "Bukankah aku sudah bilang padamu, kau tak perlu terlalu banyak mengundang beberapa pekerja sama!?"
"Tapi ini dari organisasi yakuza..." jawab Chen dengan tatapan yang mencoba meyakinkan, matanya menyiratkan suatu rencana yang hanya ia pahami.
Kage tiba-tiba terdiam. Ekspresinya berubah drastis; dari yang awalnya marah dan penuh amarah, kini terlihat lebih tenang dan dingin. Tatapan matanya tetap serius, namun ada ketertarikan yang mulai muncul di balik matanya yang tajam. Di sisi lain, Hikari terlihat jelas terkejut mendengar kata 'yakuza'. Wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan, namun ia tetap duduk diam, tak ingin menginterupsi. Di satu sisi, Kage terlihat tetap terkendali meskipun Hikari menyadari bahaya yang mungkin mengintai.
"Yakuza? Organisasi pesuruh? Apakah mereka memihakku?" Kage menyipitkan mata, tatapannya penuh analisis dan keraguan, seakan mencoba menilai apakah tawaran ini benar-benar menguntungkan atau hanya tipu muslihat belaka. Suaranya pelan, namun mengandung ketegasan yang menekan.
Hikari, yang duduk di dekatnya, hanya bisa mendengarkan dengan bingung. "(Apa yang mereka bicarakan? Kenapa bicara soal hal yang terdengar begitu berbahaya... Yakuza?)" pikirnya, perasaan resah terbayang di wajahnya. Ia mencoba untuk tetap tenang, namun dalam hatinya ada sejuta pertanyaan yang terus berkecamuk.
Chen tampak tersenyum licik, merasa percaya diri dengan jawabannya. "Ya, mereka memihakmu... Bukankah kau bisa memanfaatkan mereka, dengan menjadikan mereka tamengmu? Dan kekuasaan?" Suaranya rendah, namun penuh bujuk rayu. Ia menatap Kage dengan penuh keyakinan, seolah sudah yakin bahwa Kage akan setuju dengan rencana ini.
Kage menyeringai tipis, sorot matanya menunjukkan kepuasan terselubung. "Yah, itu yang kupikirkan..." katanya, suara tenangnya kembali muncul, seolah menandakan bahwa ia mulai tertarik dengan ide tersebut. Sementara itu, Hikari dan Nian menatap Kage dan Chen bergantian, tak sepenuhnya memahami pembicaraan yang mereka bicarakan namun jelas merasakan ketegangan yang mengisi udara di sekitar mereka.
"Baiklah, kalau begitu, kamu mau, kan?" Chen dengan cepat mengambil kertas itu lagi dan memberikannya pada Kage, wajahnya tampak berharap. Kage menerima kertas itu dengan anggukan kecil dan menyetujuinya.
"Baiklah..." Dengan gerakan mantap, ia menandatangani kertas itu dan mengembalikannya pada Chen. "Lakukan pertemuan..." perintahnya dengan nada serius, namun ia tiba-tiba terhenti, pikirannya melayang pada sesuatu. "(Tunggu, jika aku salah mengatur waktu, aku tak akan bisa bersama Hikari?)" Ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya tatapannya beralih kepada Hikari yang masih duduk diam.
"Kapan kau luang hari ini?" tanyanya, suaranya lebih lembut, hampir penuh perhatian.
"Eh...? Em... Sekarang?" Hikari menjawab dengan nada ragu, tatapannya bingung namun tidak menolak perhatian yang tiba-tiba datang dari Kage.
"Oh, baiklah, lakukan pertemuan nanti malam..." Kage berkata pada Chen, yang segera mengangguk patuh dan melangkah keluar dari ruangan dengan cepat, meninggalkan mereka.
Namun, Hikari masih terlihat bingung. "Ada apa sebenarnya?" tanyanya sambil menatap Kage yang kini duduk kembali di sampingnya, sementara Nian ikut menatap Kage dengan polos, merasa penasaran namun tak sepenuhnya mengerti.
"Hanya pertemuan kecil, tidak perlu dipikirkan..." jawab Kage dengan tenang, nada suaranya kembali stabil. Lalu pandangannya beralih ke Nian, yang tampak duduk dengan wajah polos dan ekspresi penasaran. "Hikari, aku selalu penasaran... Siapa orang tua dari Nian?" tatapnya, kali ini lebih lembut dan penuh keingintahuan.
Hikari terdiam, dan perlahan menghela napas panjang, seolah pertanyaan itu membangkitkan kenangan lama. "Sudah berapa kali kamu bertanya soal ini, Nian aku adopsi karena..." Ia menghentikan kata-katanya ketika melihat Nian menatapnya dengan wajah polos yang tak memahami. Suara Hikari berubah lembut, hampir seperti bisikan. "Dia adalah bayi yang ditinggalkan di depan rumahku, dan aku tak tahu dia milik siapa..." Kalimatnya terdengar pelan, hanya cukup untuk didengar oleh Kage, yang tampaknya paham dan mengerti.
Hikari mengelus lembut kepala Nian, dan melanjutkan dengan nada yang lebih hangat. "Tapi, meskipun begitu, aku tetap menyayanginya..." Ia memeluk Nian dengan kasih sayang, dan anak kecil itu tertawa bahagia, suaranya riang. "Hehe... Ibu..." Nian memandang Hikari dengan senyum lebar, wajahnya berseri-seri. Melihat momen itu, Kage hanya bisa tersenyum kecil, seolah ikut merasakan kehangatan yang mengisi ruangan tersebut.
"(Tak peduli pekerjaan ku seperti apa, tapi aku tetap akan menyetujui takdir yang ini, aku tidak akan melihat ke arah lain, aku tak peduli pada sesuatu...)" pikir Kage, lalu dia perlahan merangkul Hikari membuat Hikari bersandar di dadanya.
"Mas Kage... Apa yang sedang kamu pikirkan?" tatap Hikari. Lalu Nian menambah. "Gege... Hehe..." tatapnya.
Kage menjadi menatapnya dan menyentuh pipinya. "Tapi jika di lihat lihat, dia seperti bayi milik seseorang yang begitu penting bukan? Wajahnya simetris, dan dia tampak sehat..." tatap Kage.
"Haha, tentu saja, aku yang merawatnya... Dia jelas sangat sehat... Benar kan Nian?" tatap Hikari membuat Nian kembali tertawa.
Hingga malam harinya, Kage berjalan dengan rapi setelah keluar dari mobil. Chen mengikutinya, berjalan di bawah cahaya redup di sebuah gedung tinggi.
"Oh, benar-benar besar... Yakuza pebisnis benar-benar memiliki pekerjaan bisnis besar..." ujar Chen.
"Apa mereka fokus pada hal ini? Jika memang mereka fokus, mereka juga akan berhasil membangun sebuah bisnis karena kekuatan mereka paling ditakuti..." kata Kage.
"Lalu, untuk apa kau menggunakan mereka sebagai tameng nantinya?"
"Jika Haku bisa memerintah preman sesuka hati untuk membunuhku, aku bisa memerintah beberapa Yakuza yang mau bekerja sama denganku untuk membunuhnya..." ucap Kage dengan tatapan licik, meski wajahnya terlihat serius.
"Haha... Eh... Haha..." Chen hanya tertawa canggung. "(Padahal kau sendiri juga bisa membunuh orang dengan tanganmu. Bilang saja kau tidak mau dilihat Hikari...)"
"Sudahlah, cepat masuk..." Kage berjalan lebih dulu. Setelah masuk ke dalam, kebetulan mereka bertemu dengan sepasang kekasih, di mana prianya memiliki postur tubuh yang sama seperti Kage. Wanita di sampingnya juga cantik dengan wajah lembut.
Mereka saling memandang, lalu Chen langsung menyadari. "Tuan Akamura, ini adalah Tuan Kage Hachimiya yang akan menjalin bisnis denganmu..." ujarnya.
Dengan cepat, Kage dan pria yang dipanggil Akamura itu menyadari. "Oh, Tuan Kage?" pria itu menatap lalu Kage mengulurkan tangan. "Senang bertemu denganmu..."
Kemudian wanita tadi mengatakan sesuatu. "Tapi bukankah Tuan Kage dari keluarga Monoyaki? Kenapa marga mu Hachimiya?" tanyanya. Sepertinya wanita itu tahu banyak.
"Aku memang dari keluarga itu, tapi aku telah membuat nama lain. Aku sudah tidak termasuk dalam keluarga itu... Tolong, jangan sebut hal itu..." ucapnya dengan tatapan serius, lalu wanita itu tersenyum dan mengangguk.
"Aku memang seseorang yang bekerja sama denganmu, panggil saja aku Akamura. Umur kita juga hampir sama... Bisnis ini sudah diturunkan dari kakek buyutku, dan dia menyarankan untuk bekerja sama dengan seseorang seperti Tuan Kage... Oh, dan ini kekasihku... Dia putri dari keluarga kediaman..." dia memperkenalkan wanitanya yang juga tersenyum manis. "Salam kenal..."
"Tapi, bukankah yang aku dengar, Anda sudah menikah dengan seorang wanita lain?" Chen bertanya. Suaranya agak lantang, tapi itu dianggap biasa saja oleh Akamura. "Dia bercerai denganku karena aku tak bisa menjaga bayinya... Kami kehilangan bayi yang masih kecil, lalu dia bercerai, dan kudengar dia meninggal..." ujarnya.
"Kita memang memiliki perceraian yang sama... Jadi, bisa mulai kerja samanya?" tanya Kage. Lalu Akamura mengangguk setuju, dan mereka berjalan ke sebuah ruangan.
Di sana terdengar Akamura mengatakan sesuatu. "Aku membutuhkan beberapa dana, juga ide pasar yang besar. Soal tenaga kerja, serahkan saja padaku. Sebenarnya banyak orang yang sudah menolak tawaranku karena aku tidak banyak menyarankan, tapi aku harap kau bisa mengerti... Setelah aku kehilangan putra kecilku, rasanya aku tak tahu lagi harus apa dengan kehidupan ini. Mau bagaimana lagi, zaman sekarang, dapat bayi itu susah..." kata Akamura.
"Aku setuju dengan itu. Aku mungkin bisa menerima tawaranmu, tapi dengan satu syarat..." ucap Kage. "Jangan bekerja sama dengan yang lainnya... Kita akan menjalin kerja sama hanya antara kedua belah pihak, karena ini memiliki jangka panjang yang besar..."
"Apa kau bermaksud agar aku tidak bekerja sama dengan bisnis Monoyaki? Tepat di mana keluarga yang kau benci?" tanya Akamura sambil tersenyum kecil. Kage mengangguk dengan wajah licik.