Mendengarkan cerita Egil, Selen diam. Dia menunduk ke lantai dan merenung dalam kesunyian.
"Setelah itu, ayahku pergi dan hanya aku dan ibuku yang tinggal. Selama beberapa waktu, aku masih menyimpan kebencian tetapi pada suatu titik, ego ku lah yang menghalangi. Aku masih bersikap kasar padanya meskipun tahu segala yang telah dilakukannya untukku.
"Lalu pandemi datang dan dia terbaring sakit. Aku sadar betapa bodohnya aku selama ini." Egil menghela nafas, menyelesaikan minumannya.
Melihat orang-orang yang berjalan bergandengan tangan dengan orang tua mereka, senyuman kecil muncul di wajahnya.
"Ketika kamu bertanya apakah pernah terpikir olehku tentang kesia-siaan tindakanku, aku hanya bisa mengatakan ya. Aku bertanya mengapa aku meminum botol darah itu, mengapa aku tidak lebih baik pada ibuku dan mengapa aku tidak bisa menjadi anak yang lebih baik untuknya sampai dia terbaring sakit.