Chereads / Battle of The Seven Dragons / Chapter 4 - Control

Chapter 4 - Control

"Kita akan sedikit belajar tentang sejarah. Menurut kalian, siapakah Exceed terkuat dalam sejarah?"

Oltear melirik ke muridnya. Itu terdengar pertanyaan yang mudah, tapi itu pertanyaan yang sulit.

Jika bertanya tentang siapa Paladin terkuat sekarang, semua tahu jawabannya. Tapi Exceed terkuat dalam sejarah?

Melihat reaksi para muridnya yang bingung, Oltear tersenyum. Dia lalu menunjuk ke arah Layla.

"Layla, siapa menurutmu?"

"Bukankah sudah jelas kalau Exceed terkuat dalam sejarah adalah White Demon?"

Banyak murid yang terkejut dengan jawaban Layla, sedangkan Oltear hanya tersenyum.

"Kenapa kau menyebut dia?"

"Apakah itu salah?"

"Aku tak mengatakan itu salah. Aku hanya ingin tahu kenapa kau menyebut White Demon adalah Exceed terkuat dalam sejarah?"

"400 tahun yang lalu, seluruh dunia dalam keadaan peperangan besar. Peperangan itu melibatkan seluruh Paladin di masa itu. Dan dari semua Paladin yang ada, hanya White Demon yang paling dikenal kekuatannya."

Layla berhenti sesaat, lalu melanjutkan.

"Memanggil iblis dari Underworld, menggunakan sihir yang sanggup membelah benua. Membunuh hampir setengah dari seluruh Paladin di masa itu. Memiliki binatang sihir tingkat ilahi sebagai hewan peliharaan. Dan yang paling tak masuk akal, dia sanggup men-"

"Menggunakan seluruh elemen sihir." Potong Oltear tiba tiba.

Tindakan Oltear membuat Layla sedikit merasa aneh seolah Oltear tak ingin melanjutkan jawabannya.

Dan akhirnya Layla sadar saat melirik ke berbagai sudut, suasana begitu canggung dan sepi.

"Ehem... Mendengar jawaban Layla, aku yakin banyak yang berpikir kalau White Demon adalah Exceed terkuat dalam sejarah. Tapi jangan lupa, White Demon juga Exceed paling kejam dan berbahaya dalam sejarah Orladia."

Dalam perang 400 tahun yang lalu, White Demon tak pernah mengampuni musuhnya. Anak anak, wanita, orang tua, semua dia habisi. Tanah yang dia rebut juga menjadi tanah gersang yang tak bisa dihuni oleh kehidupan. Sampai sekarang, masih terlihat jelas jejak perang di masa itu, yaitu berupa Death Desert. Salah satu dari tujuh tempat yang dikenal sebagai Wilayah Terlarang.

"Beruntung, muncul seorang Paladin yang sanggup melawan kekuatan White Demon. Dipimpin oleh Paladin itu, Paladin yang tersisa menyatukan kekuatan mereka untuk menghentikan White Demon. Setelah mengorbankan hampir setengah Paladin, mereka akhirnya bisa mengalahkan White Demon. Para Paladin itu lalu mendirikan negara dengan menjadikan Paladin terkuat sebagai Permaisuri. Permaisuri itulah yang kita kenal sebagai Holy Empress, pendiri negeri kita, kekaisaran Phoenix."

Sejarah yang disebutkan Oltear sebenarnya cukup dikenal. Tapi tak sedetail yang dijelaskan olehnya.

Sementara itu, Layla berpikir suatu yang lain. Dia bisa dibilang satu satunya orang yang tahu betul kekuatan White Demon. Dan yang membuatnya merasa aneh, dia tahu karakter dan sifat White Demon yang tak peduli dengan perang di masa itu.

Jadi saat White Demon disebut sebagai Paladin paling kejam dalam sejarah, dia tak percaya.

Tapi apa daya. Sejarah ditulis oleh pemenang. Benar atau tidak, Layla sendiri tak bisa mengubah isi sejarah.

Matanya lalu melirik ke arah Kuro.

Seorang sosok yang memiliki kekuatan dan wajah yang sama dengan White Demon.

Ya.

Orang di mimpinya itu adalah sosok yang dikenal sebagai White Demon. Tapi Layla memiliki nama panggilan lain pada sosok itu.

Shiro.

***

Di Academy, kelas terbagi menjadi beberapa bagian. Kelas Umum, kelas Khusus, dan kelas Pemburu.

Kelas Umum mengajarkan tentang pengetahuan umum mengenai sihir, sejarah, perhitungan dan lainnya. Oltear adalah salah guru yang mengajar di kelas ini.

Kelas Khusus terbagi menjadi beberapa bagian lagi. Kelas Pertarungan Jarak Dekat, kelas Pertarungan Jarak Jauh, kelas Elementalis, kelas Meramu Potion dan lainnya. Mudahnya, kelas khusus mengajarkan para Exceed untuk menggunakan kemampuan sesuai dengan tipe dan kecocokan mereka.

Sedangkan kelas Pemburu, seperti namanya, kelas ini mengajarkan bagaimana Exceed menjadi seorang Pemburu.

Setelah pelajaran Oltear selesai, Layla dan dua orang gadis dengan wajah yang sama pergi menuju kelas Pertarungan Jarak Dekat.

"Aku masih tak percaya dengan apa yang aku dengar. Layla, kau bilang tak pernah diajari teknik pedang dan teknik bertarung lainnya, tapi kau masih bisa mengalahkan senior dengan mudahnya. Apa kau sungguh manusia?"

"Aku setuju dengan pendapat kak Alva."

"Hey, kalian berdua sungguh tak sopan."

Layla mendesah kecil.

Apa yang dirasakan Alva akan dirasakan oleh orang lain jika mengetahui tentang kebenaran duel yang dilakukan Layla dan tiga pembuat onar.

"Jika kalian melihat dengan mata seorang ahli, kalian akan sadar kalau apa yang aku lakukan hanyalah sebatas menghindar, lalu menyerang dengan serangan kejutan. Tak ada yang spesial mengingat mereka bertiga tak mengetahui keahlianku."

Si kembar menatap satu sama lain dan akhirnya membuat kesimpulan kalau Layla berkata jujur.

"Karena itulah aku mengikuti kelas Berpedang, Teknik Pertarungan Jarak Dekat, Pertarungan Jarak Menengah dan Elementalis. Untuk kelas lainnya, aku masih memikirkannya."

Setiap murid bisa mengikuti kelas yang mereka inginkan, tapi disarankan untuk membatasi jumlah kelas karena kemungkinan akan berbentrokan dengan jadwal pelajaran. Hal ini tentu saja membuat pelajaran jadi kurang efektif.

"Jika kita seorang Trainer, ini akan lebih mudah." Keluh Alva.

Meskipun seorang Trainer memiliki perwujudan sihir yang banyak seperti seorang User, tapi hal yang paling penting bagi seorang Trainer adalah belajar menguatkan pondasi dan koneksi dengan Beast.

Itu terdengar sederhana, sayang semua tahu kalau menguatkan hubungan dan koneksi dengan Beast tidaklah mudah. 

Untuk teknik bertarung sebagai seorang Trainer, mereka bisa juga bertarung seperti User. Kebanyakan hal ini dilakukan setelah koneksi dengan Beast sudah kuat atau serasi.

"User atau Trainer tak ada bedanya. Keduanya memiliki kelebihan dan kelemahan masing masing."

"Aku tahu. Sudahlah, kita sudah sampai di kelas."

Kelas Pertarungan Jarak Dekat dilaksanakan di ruang luas dengan beberapa arena sebagai tempat praktik. Ruangan semacam itu cukup banyak di sekolah.

"Selamat datang di Black Dragon Academy. Namaku adalah Toras Ahmea. Kalian bisa memanggilku dengan sebutan Pak Guru atau Pak Toras. Peringkatku adalah A tipe User. Salam kenal."

Toras memiliki tubuh yang besar dan kekar. Tubuhnya penuh dengan otot dan sebuah kumis membuatnya terlihat garang.

"Seperti yang kalian ketahui, aku akan mengajarkan tentang teknik pertarungan jarak dekat. Teknik ini penting bagi seorang User maupun Trainer, jadi aku tak akan membedakan kalian."

Toras tersenyum lebar.

"Pelajaran langsung saja kita mulai. Pertama, kalian lari mengelilingi tempat ini sebanyak 50 putaran. Siapapun yang menggunakan sihir akan mendapatkan hukuman. Mulai!"

Para murid tentu langsung terlihat jengkel. Kenapa mereka harus melakukan latihan dasar seperti itu? Bagi yang mengerti tujuan latihan melaksanakan dengan tenang, sedangkan yang merasa tidak penting melaksanakan dengan berat hati.

Sekitar satu setengah jam, akhirnya para murid selesai.

"Aku akan menyuruh kalian melakukan pemanasan seperti ini setiap kali kita melaksanakan pelajaran. Jika ada yang bertanya kenapa, aku akan menendang orang itu dari pelajaran ini, mengerti?"

Para murid terdiam dan di antaranya ada yang memasang wajah kesal.

"Dalam pertarungan jarak dekat sesama Exceed, teknik dan pengendalian energi sihir adalah yang paling penting. Faktor lain yang tak kalah penting adalah kapasitas mana, tapi itu bukanlah topik dalam kelas ini. Jadi di kelas ini, aku hanya akan mengajarkan teknik dan pengendalian sihir."

Toras melihat reaksi para murid lalu melanjutkan.

"Untuk teknik, kalian akan belajar bagaimana menghindar, memukul, menendang, melempar dan tentu menahan. Aku bisa menebak di pikiran kalian, bagi tipe User, bukankah menyerang dengan senjata lebih efektif daripada menggunakan tangan kosong? Itu benar, tapi juga salah. Kau, maju! Seranglah aku dengan senjata sihirmu!"

"Pak Toras, aku tipe Trainer."

....

Suasana menjadi hening untuk sesaat.

"Ehem.. aku minta siapapun boleh maju, yang terpenting adalah tipe User. Ada yang berminat?"

"Aku mau melakukannya!"

Seluruh murid melebarkan matanya karena yang mengangkat tangan adalah Layla.

Sedangkan Toras matanya berkedut.

Dengan mata berbinar, Layla maju berhadapan dengan Toras dan memanggil nama sihirnya.

"Scarflare."

Pedang merah membara muncul di tangan Layla. Pedang dengan ukuran sekitar 1 meter dengan dua bilah mata yang tajam sesekali memercikkan api. Di tengah bagian gagang terdapat sebuah batu mirip permata merah. Lalu terdapat sebuah pola kuno di bilah pedangnya.

Jika dibandingkan dengan Arm milik Exceed lain, Scarflare bisa dibilang memiliki keindahan dan pesona yang unik. Tapi jangan tertipu dengan penampilannya karena Scarflare bisa membelah pohon besar bagaikan sebuah tahu.

"Baiklah, aku akan mendemonstrasikan bagaimana bertarung melawan pengguna Arm dengan tangan kosong. Layla, majulah!"

Layla mengangguk dan menyerang.

Para murid lain begitu senang karena bisa melihat Layla bertarung menunjukkan kekuatannya. Mereka berpikir Layla setidaknya bisa bertarung seimbang atau bahkan menang melawan Toras, tapi kejadian yang mereka lihat adalah kebalikannya.

Toras dengan pengendalian tubuh yang sempurna bisa menghindari setiap serangan dan tebasan Layla. Sesekali dia bahkan menyerang balik dengan memukul Scarflare dengan tangan yang dilapisi oleh energi sihir.

Pertarungan mereka berlangsung hanya sekitar 10 menit, Layla sudah terengah engah, sedangkan Toras masih terlihat bugar.

"Sudah cukup. Layla, kau bisa beristirahat."

Layla memasang wajah kesal seolah dia masih belum puas.

Toras mendesah dalam hati. Dia mengerti Layla tidak serius melawannya. Dan itu membuatnya merasa takut. Peringkat S atau seorang putri Paladin memang bisa disebut sebagai monster.

"Kalian sendiri sudah bisa melihat. Teknik dan kendali yang tepat bisa membuat jalan pertarungan menjadi berbeda. Hal ini akan bisa dilihat lebih jelas ketika dua orang Exceed dengan peringkat dan tipe yang sama bertarung. Akhir pertarungan tak ditentukan oleh kekuatan, tapi oleh kendali dan teknik. Sampai sejauh ini apakah ada pertanyaan?"

"Bagaimana kami melatih kedua hal tersebut?"

"Untuk teknik, aku akan mengajarkan dasarnya saja. Sisanya kembangkan dan latih sendiri. Maklum, kalian memiliki gaya bertarung sendiri sendiri. Untuk kontrol, kalian bisa menyerang jumlah energi sihir yang sama terus menerus sehingga tubuh kalian terbiasa. Kalian bisa mengganti jumlah energi sihir tersebut sampai kalian bebas mengeluarkan jumlah sihir yang kalian inginkan."

Toras lalu memberikan tanda pada asistennya untuk mengambil sesuatu. Tak berapa lama kemudian, asistennya membawa beberapa boneka kayu. Boneka kayu itu lalu ditata dalam jarak yang teratur.

"Aku akan tunjukkan contohnya."

Energi sihir mengalir di kepalan tangan Toras. Dia lalu memukul boneka kayu.

Angka 10 muncul di atas kepala boneka kayu. Kemudian Toras kembali memukul 9 kali lagi. Angka yang muncul juga ikut bertambah, 20, 30, ..hingga menjadi 100. Toras lalu mengulangi pukulan beberapa kali lagi dan menunjukkan angka yang sama.

"Bagaimana menurut kalian?"

....

Para murid dibuat bungkam. Mereka berpikir kalau Toras hanya memiliki otot di kepalanya, tapi apa yang mereka lihat membuktikan kalau pikiran mereka salah besar.

Kendali yang Toras tunjukkan bukanlah suatu yang Exceed biasa mudah dilakukan.

"Kalian bisa mencobanya jika mau."

Layla kembali mengangkat tangan mengajukan diri.

Seperti Toras, Layla mengumpulkan energi sihir di kepalan tangannya dan memukul boneka kayu.

Boom!! Boneka kayu itu meledak menjadi kepingan kecil.

Toras akhirnya sadar dia mendapatkan murid paling menyusahkan di sekolah.

---

Sementara itu, Kuro berada di tengah hutan yang tak jauh dari kota. Di tangannya pedang katana putih berada dalam posisi untuk menebas.

Selembar daun jatuh dari pohon tepat di depan Kuro. Kuro memejamkan mata untuk sesaat, di dalam pikirannya begitu tenang. Meskipun tak melihat, tapi dia bisa merasakan bagaimana daun jatuh dengan secara perlahan.

"!"

Mata Kuro terbuka. Dia melakukan tebasan dengan cepat hingga hampir tak terlihat oleh mata telanjang.

Kuro dengan tenang memasukkan katana pada sarungnya. Beberapa saat kemudian, pohon di sekitar Kuro dengan radius 5 meter terpotong menjadi potongan kecil seolah ditebas ratusan kali.

Satu satunya yang tak tertebas adalah daun yang jatuh ke tanah dengan perlahan.

Kuro melihat itu mendesah kecil.

"Masih belum sempurna kah... "

Kuro melihat ke arah daun yang tertebas di bagian ujung walau hanya beberapa milimeter.

Tujuan latihan yang dia lakukan adalah menebas apa yang ingin dia tebas dan tak menebas yang tak ingin dia tebas. Beberapa milimeter mungkin bukan masalah besar, tapi bagi Kuro, beberapa milimeter bisa mengubah segalanya.

"Aku masih terlalu lemah.."