Arga berdiri di ambang pintu, menggosok matanya yang masih lelah. Matahari Etherion yang baru terbit menciptakan bayangan panjang di lantai kamar, memberikan kesan tenang namun tetap misterius. Lira menatapnya dengan serius, ekspresinya jauh dari ramah meski ada ketenangan dalam tatapannya. Arga tidak bisa lagi mengabaikan kenyataan bahwa dunia ini, Etherion, penuh dengan rahasia yang menantinya. Sementara pikirannya dipenuhi dengan kebingungan dan rasa tak percaya, dia tahu bahwa ia harus mulai mencari jawaban.
"Ikuti aku," kata Lira singkat, lalu berbalik menuju pintu keluar penginapan.
Arga hanya bisa mengikuti. Setelah semalam penuh ketegangan dan misteri yang belum terjawab, ia berharap hari ini akan memberikan sedikit lebih banyak kepastian. Mereka berjalan melintasi desa yang kini mulai hidup dengan aktivitas pagi. Penduduk desa tampak sibuk, meski sesekali mereka melemparkan tatapan penuh rasa ingin tahu dan kecurigaan ke arah Arga. Namun, tak seorang pun yang mendekat atau menyapanya. Lira tampaknya sudah menjadi sosok yang cukup dihormati di sini, karena kehadirannya membuat para penduduk tak berani mengganggu.
Mereka berdua akhirnya tiba di sebuah bangunan besar di tengah desa, jauh lebih megah dibanding rumah-rumah kecil di sekitarnya. Batu-batu hitam yang membentuk dinding bangunan itu terasa kuno, tetapi memiliki aura kekuatan yang tidak dapat disangkal. Pintu kayu besar dengan ukiran rumit menjulang di hadapan mereka, dan tanpa ragu, Lira mendorong pintu itu terbuka.
Di dalam, Arga menemukan ruangan yang luas, dinding-dindingnya dipenuhi dengan rak-rak penuh buku tebal dan gulungan perkamen. Cahaya dari jendela besar di sisi ruangan memantulkan debu-debu kecil yang berterbangan di udara. Di tengah ruangan, sebuah meja batu besar berdiri, dan di sana, pria tua yang mereka temui semalam duduk, sedang membolak-balik sebuah gulungan perkamen.
"Ah, kau datang," kata pria tua itu ketika melihat Lira dan Arga memasuki ruangan. "Duduklah, Arga. Kita harus bicara."
Arga menurut, duduk di salah satu kursi kayu di depan meja batu itu, meski pikirannya penuh dengan kecemasan. Lira berdiri di sampingnya, tetap menjaga sikapnya yang tenang dan waspada.
"Namaku Elrik," kata pria tua itu memperkenalkan diri. "Aku adalah penjaga pengetahuan di desa ini, dan tugasku adalah membantu para pendatang baru seperti dirimu memahami apa yang sedang terjadi."
Arga menarik napas dalam-dalam. "Aku harap kau bisa memberiku penjelasan, karena sampai sekarang, aku masih bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku ada di sini? Dan apa itu Etherion?"
Elrik tersenyum tipis, tetapi ada ketegangan di balik senyumannya. "Etherion adalah dunia yang sangat berbeda dari duniamu, Arga. Di sini, waktu dan ruang tidak berjalan sebagaimana di tempat asalmu. Etherion ada di antara banyak realitas, sebuah tempat yang menghubungkan berbagai dunia. Dan kau, secara khusus, telah dipanggil ke sini untuk sebuah tujuan besar."
"Tujuan besar?" Arga mengerutkan kening. "Tapi kenapa aku? Aku hanya orang biasa. Tidak ada yang spesial dariku."
Lira menimpali, "Tak ada yang datang ke Etherion tanpa alasan. Dunia ini memilih siapa yang datang, dan jarang sekali ia salah."
Elrik mengangguk. "Itu benar. Ada keseimbangan di sini, keseimbangan yang dijaga oleh para penjaga waktu. Dan kau, Arga, adalah salah satu yang telah ditakdirkan untuk memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan itu."
Arga terdiam, merasa sulit mencerna apa yang baru saja didengarnya. "Penjaga waktu? Maksudmu, aku harus menjaga waktu di dunia ini? Bagaimana mungkin aku melakukan itu? Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan di sini."
Elrik meletakkan gulungan perkamen yang dipegangnya, menatap Arga dengan mata yang penuh kebijaksanaan. "Kau tidak sendirian dalam tugas ini, dan tidak ada yang mengharapkanmu tahu segalanya sejak awal. Itulah kenapa Lira di sini untuk membimbingmu. Tapi ada satu hal yang harus kau pahami, Arga. Etherion adalah dunia yang hidup, dan waktu di sini tidak berjalan lurus. Kadang ia melompat, kadang ia berhenti, dan kadang ia mundur. Penjaga waktu bertugas untuk memastikan bahwa aliran waktu tidak terganggu."
Arga merasa kepala berdenyut. Sulit baginya membayangkan dunia di mana waktu bisa diubah seenaknya. Namun, semakin ia memikirkannya, semakin ia merasa bahwa Etherion memang dunia yang tidak masuk akal, tapi anehnya terasa nyata.
Lira melanjutkan penjelasan Elrik. "Ada ancaman yang sedang mendekat, Arga. Sesuatu yang mengincar kekuatan waktu di Etherion. Jika mereka berhasil, seluruh dunia ini akan runtuh, dan mungkin duniamu juga akan terkena dampaknya. Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi."
Arga menggeleng, masih sulit memahami seberapa besar peran yang harus ia jalani. "Tapi aku tidak punya kemampuan khusus. Apa yang bisa kulakukan?"
Elrik tersenyum lembut. "Setiap penjaga waktu memiliki kekuatan yang tersembunyi di dalam diri mereka. Kau hanya belum menyadarinya. Tapi waktunya akan datang ketika kau bisa memanifestasikan kekuatan itu. Yang perlu kau lakukan sekarang adalah belajar, berlatih, dan memahami dunia ini."
"Bagaimana aku bisa belajar jika aku bahkan tidak tahu apa yang harus kupelajari?" Arga mulai merasa frustrasi. Dunia ini begitu asing, dan setiap penjelasan hanya membuatnya semakin bingung.
Lira menarik napas dalam-dalam, lalu mendekat ke Arga. "Etherion akan membimbingmu, Arga. Dunia ini berbicara melalui alamnya, melalui makhluk-makhluknya. Kau hanya perlu membuka dirimu untuk mendengarnya. Namun, kita tidak bisa menunda terlalu lama. Ancaman yang Elrik bicarakan sudah semakin dekat. Mereka adalah makhluk yang ingin mengambil kendali waktu, dan jika mereka berhasil, semuanya akan hancur."
"Siapa mereka?" tanya Arga, penasaran.
Elrik menatap Lira sejenak sebelum menjawab. "Mereka adalah pengikut Sang Pengubah Waktu. Dulu, Sang Pengubah Waktu adalah salah satu dari kami, seorang penjaga yang setia. Namun, dia terobsesi dengan kekuatan yang dimiliki Etherion. Dia ingin mengendalikan waktu sepenuhnya, menggunakannya untuk kepentingan pribadinya. Sekarang, dia dan pengikutnya berusaha untuk menghancurkan keseimbangan dunia ini."
Arga merasa beban yang baru saja diletakkan di pundaknya semakin berat. "Jadi, kalian ingin aku menghadapi mereka? Tapi bagaimana mungkin? Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara bertahan hidup di sini."
Lira menatap Arga dengan tajam. "Kau akan belajar. Kau akan mendapatkan kekuatanmu, dan kau akan tahu kapan saatnya tiba. Tapi pertama-tama, kau harus mulai memahami alam ini. Kita harus menuju Kuil Waktu, tempat di mana para penjaga dilatih."
"Kapan kita pergi?" tanya Arga, masih meragukan kesiapannya.
"Sekarang," jawab Lira tanpa ragu. "Tak ada waktu untuk menunggu. Semakin lama kita menunda, semakin besar kekuatan musuh."
Elrik bangkit dari kursinya dan membuka sebuah laci di meja batu, mengeluarkan sebuah benda kecil yang berkilau. Itu adalah sebuah medali perak dengan simbol matahari dan bulan yang saling berputar.
"Ambil ini, Arga," kata Elrik, menyerahkan medali itu padanya. "Ini adalah lambang para penjaga waktu. Hanya mereka yang terpilih yang bisa memegangnya. Ketika waktunya tiba, medali ini akan membantumu mengakses kekuatanmu."
Arga menerima medali itu dengan tangan gemetar, merasakan berat tanggung jawab yang menyertainya. Benda itu terasa dingin di tangannya, tetapi ada sesuatu yang aneh, seolah-olah medali itu hidup dan merespons sentuhannya. Arga bisa merasakan getaran halus di dalamnya, hampir seperti denyut nadi.
"Terima kasih," kata Arga pelan, meski ia masih belum yakin sepenuhnya dengan apa yang harus ia lakukan.
Elrik tersenyum hangat. "Kau akan baik-baik saja, Arga. Percayalah pada dirimu sendiri dan pada dunia ini."
Lira melangkah ke arah pintu, memberi isyarat agar Arga mengikutinya. "Ayo, kita harus segera pergi."
Dengan medali perak di tangan, Arga mengangguk dan mengikuti Lira keluar dari ruangan. Di luar, cahaya matahari pagi menyelimuti desa Ethelmoor, memberikan kehangatan yang kontras dengan kedinginan dan ketidakpastian yang menyelimuti hati Arga. Jalan di depannya panjang dan penuh tantangan, tetapi sekarang, untuk pertama kalinya,
dia merasa bahwa dia mungkin memiliki tujuan di dunia yang aneh ini.