Chereads / Blackthorn Academy / Chapter 10 - Bab 14: Bangkit dari Reruntuhan

Chapter 10 - Bab 14: Bangkit dari Reruntuhan

Malam itu dingin dan sunyi. Hanya suara angin yang berdesir melewati reruntuhan laboratorium bawah tanah yang baru saja mereka tinggalkan. Aveline dan anggota *Iron Roses* berdiri di luar, memandang ke arah bangunan yang hancur dan berasap. Ledakan terakhir tadi telah menandai akhir dari mesin pengendali pikiran yang hampir selesai, namun ada rasa ketidakpastian yang masih membebani pikiran mereka.

Sera, yang biasanya penuh semangat, kini duduk terengah-engah di atas batu puing. Wajahnya memancarkan kelelahan yang sangat. Elena berdiri tak jauh darinya, menatap lurus ke reruntuhan dengan ekspresi kosong, sementara Kai membersihkan darah dari lengannya yang terluka.

"Aku tidak percaya kita benar-benar menghancurkannya," kata Kai akhirnya, memecah keheningan.

"Ya," jawab Sera, masih terduduk, "tapi ada sesuatu yang menggangguku. Rasanya... terlalu mudah?"

Aveline, yang berdiri di tengah mereka, tidak langsung merespons. Tatapannya tertuju pada asap yang masih mengepul dari reruntuhan, hatinya berdebar tak menentu. Meskipun mereka telah menghentikan mesin, Damian—sosok yang telah mereka lawan begitu lama—terkubur dalam ledakan itu. Apakah ini benar-benar akhir? Sesuatu di dalam dirinya mengatakan belum.

"Aku tidak yakin Damian benar-benar mati," kata Aveline akhirnya, suara dinginnya memecah udara malam. "Aku melihatnya di sana, di tengah ledakan, tapi... dia bukan tipe orang yang menyerah begitu saja."

Sera mengerutkan kening. "Kau pikir dia masih hidup? Bagaimana mungkin? Bangunan itu hampir runtuh sepenuhnya."

"Damian adalah orang yang licik," jawab Aveline dengan tegas. "Aku tidak akan meremehkannya. Jika ada kesempatan baginya untuk selamat, dia pasti menemukannya."

Kai, yang biasanya pendiam, kali ini ikut angkat bicara. "Kalau dia masih hidup, kita harus siap. Mungkin ini hanya bagian dari rencana yang lebih besar."

Aveline mengangguk. "Itu yang aku takutkan."

Sebelum mereka bisa melanjutkan diskusi, Rook datang mendekat dengan langkah tergesa. Wajahnya tampak pucat, seakan ada sesuatu yang penting yang perlu dia sampaikan.

"Ada masalah," kata Rook tanpa basa-basi.

Semua orang menoleh ke arahnya. "Apa yang terjadi?" tanya Elena.

"Aku baru saja memeriksa data di sistem server pusat mereka," lanjut Rook. "Memang benar kita menghancurkan mesin utama di laboratorium, tapi... ada cadangan data yang sudah dipindahkan."

Aveline segera mengerutkan kening. "Cadangan data? Maksudmu, mereka masih memiliki teknologi itu?"

Rook mengangguk, wajahnya semakin tegang. "Ya. Aku tidak tahu seberapa banyak data yang berhasil mereka selamatkan, tapi ada jejak yang menunjukkan bahwa file-file terpenting sudah diunggah ke lokasi lain sebelum ledakan terjadi."

"Lokasi lain?" Kai mendekat, mencoba memahami situasinya lebih jelas.

"Ya, server jauh," jawab Rook. "Aku bisa melacaknya sampai batas tertentu, tapi untuk mengetahui dengan pasti di mana mereka menyimpannya, kita perlu lebih banyak waktu. Mereka memiliki banyak lapisan enkripsi."

Aveline mengepalkan tangannya. "Jadi, meskipun mesin itu hancur, teknologi ini belum sepenuhnya musnah."

"Betul," jawab Rook dengan cemas. "Dan jika Damian atau siapa pun di balik ini masih memiliki akses ke data tersebut, mereka bisa membangun mesin yang baru kapan saja."

Suasana menjadi semakin berat. Mereka baru saja melewati pertarungan sengit, menghancurkan mesin yang nyaris selesai, namun ancaman itu belum sepenuhnya hilang. Semua orang tampak terdiam, memikirkan apa langkah berikutnya.

"Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi lagi," kata Aveline akhirnya, memutuskan dengan tegas. "Kita harus menemukan lokasi di mana data itu disimpan, dan kita harus menghentikannya. Kali ini, kita tidak bisa gagal."

Elena melangkah maju, wajahnya penuh keyakinan. "Aku setuju. Kita harus segera melacak server jauh itu. Mungkin butuh waktu, tapi kita tidak bisa memberi mereka kesempatan untuk membangun ulang teknologi itu."

"Rook, seberapa cepat kau bisa mulai melacak?" tanya Aveline sambil menatapnya tajam.

Rook mengangguk. "Aku akan mulai sekarang. Tapi aku butuh perlindungan. Jika mereka tahu aku berusaha melacak mereka, mereka pasti akan mencoba menghalangi."

"Kau akan mendapatkannya," jawab Aveline. "Kami semua akan memastikan kau aman selama proses ini."

Rook menghela napas, lega mendengar komitmen dari Aveline. "Baik, aku akan segera mulai."

---

**Beberapa hari kemudian...**

Markas *Iron Roses* yang tersembunyi di balik gedung tua kini dipenuhi kesibukan. Para anggota sibuk mempersiapkan perlengkapan, merancang strategi, dan berjaga-jaga jika ada serangan balasan dari *Shadow Ravens*. Rook bekerja tanpa henti di ruang operasional, mencoba menembus lapisan enkripsi yang mengamankan lokasi server cadangan yang telah dia temukan.

Aveline, yang biasanya terlihat tegar, tampak sedikit lebih tegang dari biasanya. Meski dia tidak menunjukkannya di depan yang lain, dia tahu bahwa ancaman ini belum selesai. Mereka mungkin telah menghancurkan mesin itu, namun teknologi pengendalian pikiran masih ada di luar sana, dan dengan Damian yang belum pasti mati, mereka harus selalu waspada.

Sera mendekatinya suatu sore, membawa secangkir kopi panas. "Kau sudah tidur?"

Aveline hanya tersenyum tipis. "Belum. Terlalu banyak yang harus dipikirkan."

"Bukan berarti kau harus melupakan istirahat," kata Sera sambil menyerahkan cangkir itu. "Kita semua butuh kepalamu yang jernih."

Aveline menerima cangkir itu, namun tidak segera meminumnya. Tatapannya masih terpaku pada peta dan laporan yang ada di hadapannya.

"Aku merasa seperti kita sedang dikejar waktu," gumam Aveline. "Damian selalu selangkah lebih maju. Jika dia masih hidup, dia pasti sudah merencanakan sesuatu yang lain."

Sera duduk di sampingnya. "Kita telah mengalahkan mereka sekali, dan kita bisa melakukannya lagi. Kali ini, kita lebih siap."

Aveline tersenyum kecil, namun kegelisahan di dalam dirinya tak kunjung hilang. Selama beberapa tahun terakhir, Damian selalu menjadi bayangan gelap yang menghantui setiap langkah mereka. Dan meskipun mereka telah menghancurkan salah satu rencana besarnya, insting Aveline mengatakan bahwa ini belumlah akhir. Selalu ada rencana cadangan.

---

**Di sisi lain kota…**

Di sebuah ruang bawah tanah yang gelap dan tersembunyi, Damian membuka matanya dengan perlahan. Seluruh tubuhnya terasa nyeri, namun dia masih hidup. Puing-puing dari laboratorium yang meledak telah menghancurkan banyak hal, namun dengan kecerdikannya, dia berhasil melarikan diri ke salah satu terowongan rahasia sebelum ledakan terbesar terjadi.

Sebuah sosok bayangan mendekat, membawa obor kecil yang menyalakan ruangan. Damian tersenyum tipis ketika dia melihat siapa yang datang. "Aku tahu kau akan datang."

Sosok itu tidak menjawab, hanya meletakkan obor di dinding dan mulai membalut luka-luka Damian dengan cepat namun terampil.

"Kau melakukannya dengan baik," kata Damian, meski suaranya masih lemah. "Mereka berpikir aku sudah mati."

Sosok itu akhirnya berbicara, suaranya datar dan penuh wibawa. "Rencana kita belum selesai. Masih banyak yang harus dikerjakan."

Damian mengangguk perlahan. "Aku tahu. Dan kali ini, aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkannya."

Sosok itu menatap Damian dengan tajam, lalu berbicara dengan suara dingin. "Kita akan butuh lebih banyak waktu, tapi begitu kita siap, tidak ada yang akan bisa menghentikan kita."

Damian tertawa kecil, meski dengan sedikit kesakitan. "Mereka mungkin menang kali ini, tapi kemenangan sesungguhnya akan menjadi milikku."

---

**Di markas *Iron Roses*…**

Rook berlari memasuki ruang pertemuan dengan wajah penuh kegembiraan dan kekhawatiran. "Aku menemukannya!"

Aveline segera berdiri dari kursinya, menatap Rook dengan intens. "Di mana?"

"Ada lokasi server cadangan yang tersembunyi di luar kota. Mereka menyembunyikan data di sana, dan itu dilindungi oleh lapisan keamanan yang sangat ketat. Tapi, kita bisa menyerang mereka sebelum mereka memindahkan data ke tempat lain."

Semua orang berkumpul mendengar kabar itu. Kai mengencangkan sarung tangannya, siap untuk bertindak. "Kapan kita bisa bergerak?"

"Secepatnya," jawab Aveline dengan tegas. "Kita harus menghentikan mereka sebelum data itu dipindahkan lagi."

Rencana mulai dirancang dengan cepat. Mereka tidak punya banyak waktu. Ancaman Damian masih ada di luar sana, dan jika data itu jatuh ke tangan yang salah, dunia mungkin menghadapi kekacauan yang lebih besar daripada yang pernah mereka bayangkan. Pertarungan ini belum berakhir.