Chapter 2 - bab 2

Setelah mengadakan acara piknik untuk mengenang Luna, Aira merasa lebih baik. Dia menyadari bahwa berbagi kenangan dengan teman-teman dan keluarga bisa mengurangi rasa sakitnya. Namun, setiap kali dia melihat tempat Luna biasa bermain, rasa rindu itu kembali lagi.

Suatu pagi, Aira duduk di bawah pohon mangga, memegang buku catatan kecilnya. Dia menulis, "Hari ini aku merindukan Luna. Rasanya sepi tanpa dia di sisiku." Saat dia menulis, Rina muncul dengan senyum lebar.

"Aira! Ayo kita pergi ke taman!" ajaknya. "Aku baru saja menemukan tempat bermain baru di ujung desa."

Aira menatap Rina. "Taman? Tapi… bagaimana kalau aku merasa kesepian di sana?"

Rina duduk di sampingnya. "Kita bisa bersama-sama! Dan aku akan berada di sampingmu. Ingat, kamu tidak sendirian. Ayo, kita bisa bermain ayunan dan menghabiskan waktu!"

Aira menarik napas dalam-dalam dan akhirnya mengangguk. "Baiklah, aku akan ikut."

Mereka berlari ke taman. Saat tiba, Aira terkejut melihat betapa ramai taman itu. Anak-anak bermain di sana, tawa mereka mengisi udara. Aira merasakan sedikit kebahagiaan saat melihat teman-teman lain bersenang-senang.

"Lihat, ada ayunan!" Rina menunjuk. "Ayo, kita main!"

Aira tersenyum dan mengikuti Rina ke ayunan. Saat mereka bermain, Aira merasa semua beban di pundaknya sedikit terangkat. "Ini menyenangkan, Rina! Terima kasih sudah mengajakku," ucap Aira, tertawa lepas.

"Selalu! Kita harus membuat lebih banyak kenangan baru bersama," jawab Rina. "Jangan biarkan kenangan lama menghalangi kita untuk bersenang-senang."

Setelah bermain selama beberapa jam, Aira dan Rina duduk di tepi kolam kecil di taman. Mereka melihat ikan-ikan kecil melompat-lompat di permukaan air.

"Aira, apa kamu pernah berpikir untuk mengadopsi kucing baru?" tanya Rina tiba-tiba.

Aira terdiam. "Aku tidak tahu. Rasanya masih terlalu cepat. Luna sangat spesial bagiku. Aku merasa tidak bisa menggantikan dia."

Rina mengangguk. "Aku mengerti. Tapi, mungkin kucing baru bisa membantumu merasa lebih baik. Dia bisa menjadi teman baru dan mengisi kekosongan yang ada."

"Aku akan memikirkannya," Aira menjawab, sambil memandang ke arah kolam. "Tapi aku masih ingin menghormati Luna."

Hari-hari berlalu, dan Aira berusaha menjalani hidupnya. Dia mulai lebih aktif di sekolah dan berusaha menjalin hubungan baik dengan teman-temannya. Suatu sore, saat pulang sekolah, Rina datang ke rumah Aira.

"Aira, ada yang ingin kutunjukkan padamu!" seru Rina, menarik Aira keluar.

"Apakah itu?" tanya Aira, merasa penasaran.

Rina membawanya ke sebuah peternakan kecil di pinggir desa. "Lihat! Mereka punya anak kucing yang baru lahir! Kita bisa bermain dengan mereka!"

Aira merasa berdebar. "Kucing baru?" Dia menatap Rina, tidak yakin.

Rina mendorongnya sedikit. "Ayo, kita lihat saja. Siapa tahu kamu bisa menemukan kucing yang cocok untukmu."

Saat mereka tiba di peternakan, Aira melihat sekumpulan anak kucing yang lucu, berlari-lari dan bermain. Dia merasa sedikit tergerak, tetapi kenangan tentang Luna masih menghantui pikirannya.

"Salah satu dari mereka mungkin bisa menjadi temanmu," Rina menggoda.

Aira mengamati mereka. Salah satu kucing, dengan bulu putih dan mata biru, terlihat sangat aktif. Kucing itu berlari-lari dan mencoba mengejar ekornya sendiri.

"Aku rasa dia sangat lucu," ucap Aira, tersenyum. Namun, rasa ragu masih ada di hatinya.

Rina mendekat dan berkata, "Bagaimana kalau kamu memeluknya? Cobalah!"

Dengan hati-hati, Aira mengulurkan tangannya dan mengangkat kucing itu. Kucing tersebut merengek lembut, dan Aira merasakan kehangatan di hatinya. "Kamu lucu sekali," Aira berbisik.

"Lihat? Dia menyukaimu!" Rina bersorak. "Apa kamu akan memberinya nama?"

Aira terdiam sejenak. "Aku… aku tidak tahu. Mungkin aku bisa memikirkannya dulu."

Mereka menghabiskan waktu di peternakan itu, bermain dengan anak-anak kucing lainnya. Aira merasakan kehangatan baru di dalam hatinya. Meskipun tidak bisa menggantikan Luna, kucing baru ini bisa menjadi teman yang menyenangkan.

Akhirnya, saat mereka hendak pulang, Aira berkata, "Rina, aku ingin mengadopsi kucing itu."

"Bagus! Kamu pasti akan menyukainya!" Rina menjawab dengan ceria.

Malam itu, Aira menceritakan keputusannya kepada ayahnya. "Papa, aku ingin mengadopsi anak kucing. Dia lucu dan sangat aktif."

Ayahnya tersenyum. "Itu keputusan yang baik, Aira. Namun, ingatlah bahwa kucing baru ini akan membutuhkan perhatian dan kasih sayangmu."

"Aku akan melakukannya, Papa! Aku berjanji akan mencintainya seperti aku mencintai Luna," Aira menjawab, merasa bersemangat.

Keesokan harinya, Aira kembali ke peternakan dan membawa pulang kucing putih itu. Dia memberinya nama Salju karena bulunya yang cerah. Salju tampak sangat bersemangat dan mulai menjelajahi rumah baru.

Aira merasa senang melihat Salju berlari-lari di sekeliling. "Kamu akan menjadi teman baikku, Salju. Aku akan menjagamu," katanya sambil tersenyum.

Hari-hari berlalu, dan Aira dan Salju semakin dekat. Meskipun kadang-kadang Aira masih merindukan Luna, dia menemukan kebahagiaan baru dalam persahabatan dengan Salju. Mereka bermain, berlari di halaman, dan Salju selalu tidur di pangkuan Aira.

Suatu malam, saat Aira sedang mengelus Salju, dia teringat akan Luna. "Salju, kamu tahu? Luna sangat spesial bagiku. Aku masih merindukannya," ucap Aira sambil menahan air mata.

Salju mengeluarkan suara lembut dan menatap Aira dengan mata cerah. Aira tersenyum. "Tapi aku juga senang bisa punya teman baru sepertimu."

Aira belajar untuk menerima kenyataan bahwa kehilangan adalah bagian dari hidup. Dia menyadari bahwa meskipun Luna tidak ada lagi, cinta dan kenangan akan Luna akan selalu ada di hatinya. Salju tidak menggantikan Luna, tetapi memberikan kebahagiaan baru yang tidak kalah berharga.

Suatu hari, Rina mengunjungi Aira. "Bagaimana Salju? Apakah dia sudah beradaptasi?" tanya Rina dengan antusias.

"Dia luar biasa! Sangat aktif dan lucu," Aira menjawab dengan ceria. "Tapi aku masih merindukan Luna setiap hari."

Rina mengangguk. "Itu wajar. Mungkin kita bisa merayakan kedua kucingmu. Kita bisa membuat acara kecil untuk Luna dan Salju!"

Itu adalah ide yang bagus. Mereka merencanakan acara di taman, mengundang teman-teman, dan keluarga. Aira merasa senang, mengingat kenangan indah tentang Luna dan bersemangat untuk membuat kenangan baru bersama Salju.

Hari acara tiba, dan Aira sudah menyiapkan kue berbentuk ikan untuk merayakan Luna dan Salju. Semua teman-temannya datang, dan mereka menghabiskan waktu bersama, bercerita, bermain, dan menikmati makanan.

"Sekarang kita punya dua kucing yang spesial!" Rina bersorak. "Satu untuk kenangan dan satu untuk masa depan!"

Aira tersenyum lebar. "Iya! Terima kasih, Rina, sudah selalu mendukungku."

Ketika acara berakhir, Aira merasa sangat bahagia. Dia menyadari bahwa cinta untuk Luna tidak akan pernah hilang, tetapi dia juga bisa mencintai Salju dengan cara yang sama. Hidup akan terus berjalan, dan setiap kenangan akan membentuk bagian dari perjalanan hidupnya.

Saat malam tiba, Aira duduk di kamar dengan Salju di pangkuannya. Dia membuka buku catatan kecilnya dan mulai menulis:

"Hari ini adalah hari yang luar biasa. Kami merayakan cinta untuk Luna dan menyambut Salju. Meski satu pergi, yang lain datang. Kehidupan penuh dengan perubahan, dan aku siap menjalaninya."

Dia menutup bukunya dengan senyuman, merasakan kedamaian dalam hati. Aira tahu bahwa meskipun kehilangan itu menyakitkan, cinta akan selalu menemukan jalannya.