Setelah melangkah ke dalam kuil, Aidan dan Liora merasakan kegelapan menyelimuti mereka. Meskipun ada beberapa celah yang membiarkan cahaya dari luar masuk, suasana di dalam kuil terasa misterius dan penuh tantangan. Suara langkah kaki mereka teredam oleh lapisan debu yang menutupi lantai batu. Aroma lembab dan tanah yang basah menyambut mereka, menambah suasana mencekam.
"Apakah kamu melihat apa-apa?" tanya Aidan, berusaha membiasakan diri dengan kegelapan. Ia meraih senter kecil yang ia bawa dari rumah, menyalakannya untuk menerangi jalan.
Cahaya itu menyoroti dinding kuil yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang rumit. Aidan dapat melihat gambaran-gambaran makhluk-makhluk mitos dan pemandangan alam yang menggambarkan keindahan dan keharmonisan. Namun, di antara semua itu, ia juga melihat gambaran-gambaran gelap—seperti perang, kesedihan, dan pengorbanan.
"Lihat ini," kata Liora, menunjuk ke salah satu ukiran yang menggambarkan seorang pejuang yang berdiri di depan kuil. "Sepertinya ini adalah penjaga kuil."
Aidan mendekat, meneliti ukiran tersebut. "Dia tampak kuat dan penuh keberanian. Mungkin dia adalah orang yang menemukan Jejak Takdir," gumamnya, membayangkan sosok itu sebagai inspirasi bagi mereka.
"Mungkin kita harus mengikuti jejaknya," Liora menambahkan, semangatnya mulai bangkit. "Kita harus mencari tahu apa yang dia lakukan."
Dengan hati-hati, mereka melanjutkan langkah, menjelajahi lebih dalam ke dalam kuil. Suasana di dalam semakin sunyi, hanya suara detak jantung mereka yang terdengar. Aidan merasa seperti mereka sedang memasuki dunia lain, tempat di mana waktu dan ruang seolah tidak berlaku.
Setelah berjalan beberapa menit, mereka menemukan sebuah ruangan yang lebih besar. Di tengahnya terdapat altar batu yang besar, dikelilingi oleh lilin-lilin tua yang sudah padam. Di atas altar itu terdapat sebuah bola kristal yang berkilau lembut, seolah menyimpan cahaya dari seluruh penjuru kuil.
"Apakah ini Jejak Takdir?" tanya Aidan, tatapannya terpaku pada bola kristal tersebut. "Ini mungkin kunci untuk memahami apa yang terjadi di sini."
Liora melangkah lebih dekat, tetapi Aidan menahan tangannya. "Tunggu, kita harus hati-hati. Kita tidak tahu apa yang bisa terjadi jika kita menyentuhnya."
Mereka berdua mengamati bola kristal itu dari jarak yang aman. Aidan merasa ada sesuatu yang menyedot energinya, seolah bola kristal itu sedang memanggilnya. "Kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang bola ini dan bagaimana cara menggunakannya," kata Aidan, merasakan dorongan untuk mendekat.
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari jauh, membuat Aidan dan Liora terloncat. Dinding kuil bergetar, dan debu berjatuhan dari langit-langit. "Kita harus pergi!" teriak Liora, panik. Mereka segera berbalik dan berlari keluar dari ruangan itu.
Saat mereka berlari, Aidan merasakan ketakutan menyelimuti dirinya. Kegelapan di dalam kuil tampak semakin mengancam, dan suara gemuruh itu semakin mendekat. "Ke mana kita harus pergi?" tanya Aidan, berusaha tetap tenang.
"Kembali ke pintu masuk!" jawab Liora, berusaha mengingat jalan yang mereka lalui. Mereka berlari dengan cepat, melompati batu-batu dan menghindari puing-puing yang jatuh dari atas.
Setibanya di pintu keluar, mereka menemukan jalan mereka terhalang oleh beberapa serpihan batu yang runtuh. "Tidak!" seru Aidan, merasa putus asa. Mereka tidak bisa kembali ke luar.
Dengan cepat, Aidan dan Liora mencari jalan lain. "Ada jalan lain di sebelah kiri!" teriak Liora, menunjuk ke arah lorong yang gelap. Tanpa berpikir panjang, mereka berbelok dan berlari ke dalam lorong itu.
Lorong ini lebih sempit dan lebih gelap daripada ruangan sebelumnya. Aidan bisa merasakan suasana yang semakin tegang. Mereka berlari, mendengarkan suara gemuruh yang semakin mendekat. Jantung Aidan berdebar kencang, dan ia merasakan keringat dingin mengalir di dahinya.
Setelah berlari beberapa saat, mereka menemukan ruangan lain. Ini adalah ruangan yang lebih kecil dengan dinding-dinding yang dipenuhi dengan simbol-simbol kuno. Di tengah ruangan terdapat sebuah kolam kecil dengan air jernih. "Apa ini?" tanya Aidan, menghampiri kolam.
"Sepertinya ini adalah sumber air," jawab Liora, melihat ke dalam kolam. "Kita bisa beristirahat sejenak di sini."
Mereka duduk di tepi kolam, mencoba menenangkan diri. Suara gemuruh di luar mulai mereda, tetapi Aidan masih merasa cemas. "Apa yang terjadi dengan bola kristal itu?" tanyanya, berharap menemukan jawaban.
"Aku rasa kita harus kembali dan menyelidikinya setelah kita beristirahat," saran Liora. "Kita mungkin bisa menemukan cara untuk mengaktifkannya atau setidaknya mencari tahu lebih banyak tentang kekuatan yang ada di dalam kuil ini."
Aidan mengangguk, merasa lega bisa beristirahat sejenak. Mereka meneguk air dari kolam, yang terasa segar dan menyejukkan. Sementara mereka beristirahat, Aidan mulai merenungkan semua yang terjadi. Dia merasakan ketertarikan yang mendalam terhadap kuil ini dan misteri di dalamnya.
Setelah beberapa saat, mereka kembali berdiri dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan. "Kita tidak boleh membuang waktu. Kita harus menemukan cara untuk mengakses bola kristal itu," kata Aidan, merasa bersemangat kembali.
Mereka melangkah keluar dari ruangan kecil itu, kembali ke lorong gelap. Aidan bisa merasakan ketegangan yang ada di udara. Setiap langkah yang mereka ambil mengingatkan mereka pada bahaya yang masih mengintai.
Dengan hati-hati, mereka melangkah kembali ke ruangan utama. Namun, saat mereka tiba, suasana di ruangan itu tampak berbeda. Bola kristal itu bersinar lebih terang dari sebelumnya, seolah merespons kehadiran mereka.
"Lihat!" seru Liora, menunjuk ke arah bola kristal. "Sepertinya dia tahu kita ada di sini!"
Aidan merasa energi bola kristal itu mengalir ke arahnya. Tanpa sadar, ia mendekat, merasakan panggilan yang kuat. "Kita harus menyentuhnya," katanya, meskipun dalam hatinya ada rasa takut.
"Apakah kamu yakin?" tanya Liora, khawatir. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi."
"Kita tidak punya pilihan lain. Ini mungkin satu-satunya cara untuk memahami apa yang ada di sini," jawab Aidan dengan keyakinan.
Dengan hati-hati, Aidan meraih bola kristal itu. Begitu ia menyentuhnya, sebuah gelombang cahaya memancar keluar, menyelimuti seluruh ruangan. Aidan merasa seolah dikelilingi oleh energi yang kuat, dan seluruh tubuhnya bergetar. Dalam sekejap, gambaran-gambaran berputar di dalam pikirannya—gambar-gambar tentang perjuangan, keajaiban, dan kebenaran yang mengubah hidup.
Aidan terhanyut dalam visi itu, sementara suara-suara kuno mulai terdengar di telinganya. "Temukan dirimu. Temukan takdirmu. Jejakmu telah dimulai…" suara itu berbisik, menggema di dalam benaknya.
Ketika cahaya itu mulai mereda, Aidan dan Liora terjatuh ke tanah. Mereka saling memandang, terkejut dengan apa yang baru saja mereka alami. "Apa yang baru saja terjadi?" tanya Liora, napasnya terengah-engah.
"Aku tidak tahu, tetapi sepertinya kita telah mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekadar pengetahuan," jawab Aidan, merasakan perubahan dalam dirinya. "Kita harus pergi dari sini dan menemukan apa yang sebenarnya dimaksud dengan Jejak Takdir ini."
Mereka berdiri dan melihat ke arah bola kristal yang sekarang tampak tenang. Aidan merasakan ketegangan di udara, tetapi juga harapan yang baru. Mereka tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan mereka akan menghadapi tantangan yang lebih besar di depan.
Dengan semangat baru, Aidan dan Liora melangkah keluar dari kuil, siap untuk menjelajahi dunia yang lebih luas dan menemukan takdir mereka yang sebenarnya.