Dengan semangat baru, Aidan dan Liora meninggalkan kuil yang penuh misteri. Saat mereka melangkah keluar, cahaya matahari menyapa mereka dengan hangat, seolah menyambut kembali ke dunia luar. Aidan menghela nafas dalam-dalam, merasa beban di dadanya sedikit terangkat. Mereka telah melewati banyak rintangan, tetapi perjalanan mereka masih jauh dari selesai.
"Apakah kamu merasakan sesuatu yang berbeda setelah menyentuh bola kristal itu?" tanya Liora, sambil melirik ke arah Aidan.
Aidan merenungkan pertanyaannya. "Ya, aku merasa… seolah-olah ada sesuatu yang baru terbangun di dalam diriku. Sebuah kekuatan atau pemahaman yang lebih dalam," jawabnya, matanya berkilau penuh semangat. "Aku rasa ini adalah awal dari sesuatu yang besar."
Mereka kembali berjalan menyusuri hutan, mengikuti jalan setapak yang kini tampak lebih jelas. Rasa petualangan dan ketegangan masih menyelimuti mereka, tetapi mereka juga merasakan keinginan untuk menemukan lebih banyak tentang Jejak Takdir dan kekuatan yang baru mereka temui.
"Jadi, apa rencana kita selanjutnya?" tanya Liora, mengamati sekeliling. Hutan tropis ini masih menawarkan banyak misteri untuk dipecahkan.
"Peta itu menunjukkan bahwa kita harus mencari tempat yang disebut 'Gerbang Kekuatan'. Mungkin di sana kita bisa menemukan petunjuk lebih lanjut tentang apa yang harus kita lakukan dengan bola kristal itu," jelas Aidan, menatap peta yang terlipat di tangannya.
"Baiklah, kita harus bergerak cepat sebelum gelap tiba," jawab Liora. "Aku tidak ingin terjebak di hutan ini saat malam."
Mereka mempercepat langkah, menyusuri jalur yang semakin sempit dan tertutup oleh pepohonan rimbun. Dalam perjalanan, Aidan merenungkan semua yang telah mereka alami. Kuil, bola kristal, dan suara yang memanggil mereka—semua itu terasa seperti bagian dari takdir yang lebih besar.
Setelah beberapa saat berjalan, mereka tiba di sebuah area terbuka. Di hadapan mereka terhampar sebuah lembah yang dikelilingi oleh tebing-tebing tinggi. Di tengah lembah itu, Aidan melihat sesuatu yang berkilau. "Lihat! Apa itu?" serunya, menunjuk ke arah benda yang bersinar.
Mereka mendekat, dan saat semakin dekat, mereka menyadari bahwa itu adalah sebuah portal berbentuk lingkaran. Cahaya berwarna-warni bersinar dari dalamnya, seolah-olah mengundang mereka untuk melangkah lebih dekat.
"Aku rasa ini adalah Gerbang Kekuatan yang disebutkan di peta," kata Liora, takjub melihat keindahan portal itu. "Tapi bagaimana cara kita memasukinya?"
Aidan mengeluarkan bola kristal dari tasnya, dan seketika cahaya dari portal itu semakin terang. "Mungkin kita harus menggunakan bola ini untuk membuka gerbang," ujarnya, merasakan dorongan kuat dari dalam dirinya.
Liora mengangguk. "Cobalah, Aidan. Aku akan berada di sampingmu."
Dengan hati-hati, Aidan mendekati portal dan mengangkat bola kristal di depannya. Begitu ia melakukannya, cahaya dari bola kristal bersinar lebih terang, seolah-olah menjawab panggilan portal itu. Ketika cahaya menyatu dengan portal, suara gemuruh terdengar lagi, tetapi kali ini bukan suara ketakutan—melainkan suara yang memanggil.
"Temukan kekuatanmu, petualang. Masuklah ke dalam gerbang dan sambut takdirmu!" suara itu bergetar di udara, membangkitkan semangat di dalam diri Aidan.
Mereka saling berpandangan, merasakan ketegangan dan ekspektasi. "Ini saatnya, Liora," kata Aidan, meneguhkan hatinya. "Kita harus melangkah masuk."
Dengan satu tarikan nafas dalam, mereka melangkah ke arah portal. Ketika mereka melintasi batas cahaya, tubuh mereka terasa ringan, seolah-olah mereka terbang. Dalam sekejap, semuanya menjadi gelap.
Ketika cahaya kembali, Aidan dan Liora mendapati diri mereka berada di dalam sebuah ruangan yang luas, dikelilingi oleh dinding batu yang diukir dengan simbol-simbol kuno. Di tengah ruangan, ada altar besar yang mirip dengan yang mereka lihat di kuil. Namun kali ini, altar itu dikelilingi oleh lingkaran cahaya yang berkilau.
"Di mana kita?" tanya Liora, kebingungan. "Apa ini?"
"Sepertinya kita berada di tempat lain, mungkin dimensi yang berbeda," jawab Aidan, terpesona oleh keindahan dan keangkeran ruangan itu. "Kita harus mencari tahu apa yang ada di sini."
Mereka melangkah lebih dekat ke altar, merasakan energi yang mengalir di sekitar mereka. Di atas altar, terdapat beberapa objek misterius—sebuah pedang, perisai, dan sebuah buku tua. "Lihat! Apa yang mereka lakukan di sini?" tanya Aidan, menunjuk ke objek-objek tersebut.
"Pedang dan perisai itu terlihat kuno, tetapi sepertinya sangat kuat," kata Liora, mendekat untuk memeriksa. "Dan buku ini… mungkin berisi pengetahuan yang kita butuhkan."
Aidan mengambil buku tua itu dan membukanya dengan hati-hati. Halaman-halamannya dipenuhi dengan tulisan-tulisan kuno yang tidak ia mengerti, tetapi di salah satu halaman, terdapat gambar bola kristal yang sama dengan yang mereka temukan di kuil.
"Apa ini?" gumam Aidan, berusaha memahami gambar tersebut. "Sepertinya ada petunjuk di sini."
Liora menjulurkan lehernya untuk melihat lebih dekat. "Mungkin ada cara untuk mengendalikan kekuatan bola kristal itu. Kita harus mencoba menemukan cara untuk membacanya," ujarnya dengan antusias.
Saat mereka berusaha memahami buku tersebut, suara dari arah belakang mereka tiba-tiba memecah keheningan. "Siapa yang berani masuk ke dalam Gerbang Kekuatan?" suara berat bergema, menggetarkan ruangan.
Aidan dan Liora menoleh, terkejut melihat sosok tinggi dan gelap berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan jubah panjang yang menutupi seluruh tubuhnya, dan mata merah menyala menatap tajam ke arah mereka.
"Siapa kau?" tanya Aidan, suaranya bergetar. "Apa yang kau inginkan?"
"Aku adalah Penjaga Kekuatan," jawab sosok itu, suaranya dalam dan menggema. "Hanya yang terpilih yang bisa memanfaatkan kekuatan ini. Apa yang kau cari?"
Aidan merasakan ketegangan meningkat. Ia tahu bahwa ini adalah momen penting yang akan menentukan nasib mereka. "Kami mencari Jejak Takdir kami," katanya dengan suara tegas. "Kami ingin memahami kekuatan ini dan apa yang harus kami lakukan dengannya."
Penjaga Kekuatan mengamati mereka dengan seksama. "Hanya mereka yang memiliki keberanian dan tekad yang bisa mengendalikan kekuatan ini. Uji kemampuanmu, dan tunjukkan bahwa kau pantas untuk meneruskan takdirmu."
Aidan dan Liora saling berpandangan, saling memberikan dukungan. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa mundur. Ini adalah kesempatan mereka untuk menemukan apa yang sebenarnya mereka cari.
"Baiklah," jawab Aidan, menguatkan tekadnya. "Kami siap untuk menghadapi ujian ini."
Sosok itu tersenyum samar, dan tiba-tiba ruangan itu dipenuhi cahaya. "Maka buktikanlah keberanianmu, dan buktikanlah bahwa kalian layak. Jejak kalian baru saja dimulai."
Dengan itu, cahaya menyilaukan mereka, dan Aidan dan Liora bersiap untuk menghadapi tantangan berikutnya yang menunggu mereka.