Di Sore menjelang malam yang tenang dan hangat, Lily dan Selene diam-diam mengikuti Raka dari kejauhan, langkah mereka tersembunyi di balik bayangan gedung akademi. Mereka penasaran, ingin tahu siapa yang begitu penting sampai Raka menolak ajakan mereka untuk pergi ke bazar malam. Dari balik sebuah sudut, mereka mengintip saat Raka tiba di kedai kecil dan bertemu dengan Alya, yang tak lain adalah penerus Saintess dari Kuil Holy Star.
Lily: (berbisik pada Selene, dengan nada penasaran) "Alya Celestia... Jadi dia yang ditemui Raka. Dia bahkan tidak bilang apa-apa pada kita."
Selene: (mengangguk setuju) "Ya, dan tampaknya dia ingin menjaga pertemuan ini rahasia."
Mereka berdua terus mengawasi dari jauh. Di dalam kedai, Alya menatap kakaknya dengan raut wajah sedikit curiga.
Alya: (nada penasaran dan sedikit cemburu) "Kak... aku ingin tahu soal gadis-gadis yang sering kau temui di waktu istirahat. Siapa mereka?"
Raka: (tersenyum tenang, mencoba mengabaikan kecurigaan) "Mereka? Ah, hanya teman sekelas saja."
Alya: (melipat tangan, merasa jawaban itu tidak memuaskannya) "Teman sekelas, ya? Bagaimana dengan wanita dewasa berkulit pucat yang sering bersamamu? Sepertinya dia bukan murid baru."
Raka berpikir sejenak dan mengingat siapa yang dimaksud oleh Alya.
Raka: (tertawa kecil, agak malu) "Ah, maksudmu Luna? Dia memang siswa tahun kedua. Sebenarnya dia teman dari Lily, partnerku waktu ujian. Mereka sering makan bersama karena Luna itu penyendiri."
Alya: (berbicara dengan nada sedikit ketus) "Oh, jadi cuma teman dari teman ya..."
Raka: (tertawa canggung) "I-iya, hanya teman dari teman saja. Tidak ada yang spesial, kok."
Raka berpikir dalam hati, merasa agak was-was.
Raka: (inner monolog, sedikit cemas)
'Gawat. Sepertinya Alya memperhatikanku lebih dari yang kuduga. Aku harus lebih berhati-hati... Kalau tidak, identitas para inkarnasi Chaos God dan hubungan mereka denganku bisa ketahuan.'
Alya menatap Raka lagi, seakan membaca pikirannya. Lalu, ia berbicara dengan nada menyindir.
Alya: (sedikit ketus) "Sebagai teman, mereka tidak terlalu menghargai privasi, ya?"
Raka: (kebingungan, mengerutkan kening) "Apa maksudmu?"
Alya hanya menunjuk ke arah belakang Raka. Ketika ia berbalik, Raka melihat Lily dan Selene berdiri di belakang mereka, mengenakan pakaian yang mencurigakan dan mencoba tampak tidak mencolok.
Lily: (tersenyum canggung) "Ah, kebetulan sekali kita bertemu di sini, ya. Ehehe..."
Raka: (menepuk jidat, tak percaya) "Kalian... membuntutiku dari tadi?"
Lily dan Selene tertawa canggung, lalu duduk di samping mereka. Suasana di dalam kedai menjadi lebih ramai dengan percakapan mereka. Raka memperkenalkan Alya sebagai adiknya kepada Lily dan Selene, sementara Alya mulai menunjukkan perasaan kurang nyaman terhadap kedekatan mereka dengan kakaknya.
Raka: (tersenyum sambil memperkenalkan) "Ini adikku, Alya. Dan ini teman-temanku, Lily dan Selene."
Lily: (terkejut, berbisik ke Selene) "Alya Celestia... penerus Saintess dari Kuil Holy Star?"
Selene: (terlihat kagum, bicara lirih) "Aku tidak menyangka adik Raka adalah sosok sepenting ini..."
Alya: (tampak khawatir) "Kak, ini... mereka tahu aku..."
Raka: (membalas dengan lembut, menenangkan) "Jangan khawatir, Alya. Mereka bisa menjaga rahasia dengan sangat baik."
Raka melirik Lily dan Selene dengan tatapan mengancam, seakan memberi peringatan terselubung.
Lily dan Selene: (serempak, mengangguk cepat) "Ya, kami sangat bisa menjaga rahasia! Tidak perlu khawatir!"
Alya menghela napas lega. Percakapan berlanjut dengan suasana lebih santai. Lily mulai bercerita tentang bagaimana ia dan Raka menjadi partner saat ujian.
Lily: (tersenyum bangga, melirik ke arah Raka) "Kakakmu hebat, Alya. Saat ujian, dia berulang kali melindungiku dari berbagai serangan. Aku merasa beruntung punya partner seperti dia."
Alya: (menatap Lily dengan dingin, cemburu) "Begitu ya... Jadi karena itu kalian jadi sangat dekat?"
Raka: (tertawa canggung, mencoba mengurangi ketegangan) "Haha, ya... Lily memang hebat juga. Aku hanya membantu dari belakang."
Selene ikut dalam percakapan, menceritakan pengalamannya sebagai lawan Raka dalam ujian.
Selene: (tersipu malu, kagum) "Sebenarnya, aku dan Thalassius dikalahkan oleh senjata aneh Raka. Itu kali pertama aku kalah dari orang seumuranku."
Alya: (menatap Raka dengan curiga, bergumam) "Sepertinya kakakku sudah banyak melakukan 'hal-hal penting' untuk gadis-gadis ini..."
Raka: (menjawab cepat, dengan wajah datar) "Apa pun yang kau pikirkan, itu tidak pernah terjadi."
Mereka semua tertawa, dan percakapan berlanjut ke topik ringan. Mereka membicarakan tentang kehidupan di akademi—dari pelajaran seperti Aura Mastery yang melelahkan, hingga pelatihan senjata yang intens. Lily dan Selene bahkan marah mendengar aturan Kuil Holy Star yang memaksa Raka dan Alya berpisah kecuali di malam Jumat.
Lily: (menyentuh tangan Alya dengan prihatin) "Malam Jumat saja? Itu tidak adil untuk kalian. Kakak dan adik tidak seharusnya dipisahkan begitu saja."
Selene: (mengangguk setuju) "Setuju. Kuil Holy Star terlalu kaku soal ini."
Alya tersenyum tipis, merasa mendapat dukungan dari teman-teman kakaknya.
Percakapan berlanjut ketika Lily memperlihatkan cincin subspace yang ia berikan pada Raka sebagai ucapan terima kasih karena telah menolongnya dalam ujian.
Lily: (tersenyum bangga, menunjukkan cincin) "Itu hadiah kecilku untuk Raka. Supaya dia bisa menyimpan barang-barang penting dengan aman."
Alya: (mengerutkan kening, menatap cincin itu dengan perasaan campur aduk) "Oh, hadiah, ya? Betapa perhatian sekali..."
Raka yang menyadari nada cemburu Alya hanya bisa tertawa kecil, sementara Lily tetap tidak menyadari perasaan Alya yang sebenarnya.
Akhirnya, setelah beberapa waktu, Lily dan Selene memutuskan untuk berpamitan karena merasa tidak enak sudah terlalu lama mengganggu Raka dan Alya.
Lily: (berdiri dan tersenyum) "Sepertinya kami sudah cukup mengganggu kalian. Terima kasih sudah mengizinkan kami bergabung, Alya."
Selene: (mengangguk, dengan nada sopan) "Ya, kami senang bisa mengobrol denganmu, Alya."
Setelah Lily dan Selene pergi, Raka dan Alya duduk berdua dalam keheningan sejenak. Mereka saling memandang, lalu Raka tersenyum.
Raka: (lembut, menatap Alya) "Sudah malam, Alya. Bagaimana kalau kita pulang sekarang?"
Alya: (wajah memerah, bicara malu-malu) "Sebenarnya... ada satu tempat yang ingin kukunjungi bersamamu, Kak."
Raka sedikit terkejut namun tersenyum lembut, merasa senang karena bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan adiknya. Mereka pun berdiri, bersiap menuju tempat yang dimaksud Alya.
---