Saat tangan Valis menyentuh permukaan gerbang yang berkilauan itu, ia merasa seperti jatuh tanpa kendali. Dunia di sekitarnya memutar cepat—ruangan apartemen, lorong, semuanya memudar menjadi bayang-bayang yang tak berbentuk. Sensasi yang ia rasakan seperti terhisap ke dalam arus yang deras, tapi bukan air—melainkan waktu dan ruang yang berubah, melintir, dan menyatu.
Detik berikutnya, semuanya berhenti.
Valis terjatuh dengan keras ke tanah yang dingin dan padat. Napasnya tersengal-sengal, matanya perlahan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Tanah di bawahnya terasa kasar, dingin seperti logam, namun tidak licin. Ia mencoba bangkit, tubuhnya terasa berat seolah baru saja menempuh perjalanan panjang yang tak bisa ia jelaskan.
Ia mendongak dan tertegun.
Di hadapannya terbentang pemandangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Langit di atasnya bukan biru atau kelabu, melainkan bercahaya dengan warna ungu gelap yang dalam, dipenuhi oleh garis-garis berkilauan seperti arus listrik yang bergerak tanpa henti. Tidak ada matahari, tetapi ada sesuatu di kejauhan yang bersinar terang, seakan menjadi pusat segala sesuatu di dunia ini.
Di sekitar Valis, tanah tampak kosong dan datar, namun setiap langkahnya bergema seperti di dalam gua besar yang tak terbatas. Suara-suara aneh memenuhi udara—seperti bisikan yang datang dari tempat jauh, tak dapat ia pahami, tapi jelas bukan suara manusia.
"Apa... di mana aku?" Valis berbisik pada dirinya sendiri. Jantungnya berdebar kencang, bukan hanya karena kebingungan, tapi juga rasa takut yang perlahan menjalar.
Tanpa peringatan, suara keras menggelegar di langit, seperti suara gemuruh besar. Valis menengadah, dan untuk pertama kalinya, ia melihat gerakan di atas. Sesuatu yang besar, bayangan raksasa, bergerak di antara kilatan cahaya ungu di langit. Ia tidak bisa melihatnya dengan jelas, tapi makhluk itu bergerak perlahan, melayang di kejauhan, menimbulkan riak di langit, seolah-olah keberadaannya mampu mengubah struktur dunia ini.
Valis tersentak. Rasa takutnya semakin kuat, namun ada juga dorongan aneh dalam dirinya—keingintahuan yang tak bisa ia abaikan.
Sebelum ia bisa memutuskan apa yang harus dilakukan, suara lain muncul, kali ini lebih dekat. Bisikan yang sebelumnya jauh kini terasa dekat, bahkan seolah-olah membisikkan sesuatu langsung ke telinganya.
"Valis..." suara itu terdengar. Bukan suara manusia, tapi jelas memanggil namanya.
Ia berbalik cepat, mencari asal suara, tapi tak ada siapa pun di sekitarnya. Hanya tanah kosong yang luas, dan langit tak berbatas di atasnya. Tapi suara itu tetap ada, memanggilnya lagi, lebih keras kali ini.
"Valis... datanglah..."
Meskipun tubuhnya kaku karena ketakutan, kakinya bergerak maju. Ia tidak bisa menahan diri. Sesuatu dalam dirinya memaksa untuk mengikuti suara itu. Setiap langkahnya terasa lebih ringan, seolah-olah tanah di bawahnya tidak lagi sepenuhnya nyata. Semakin ia mendekati sumber suara, semakin kuat perasaan bahwa tempat ini bukan sekadar ruang kosong. Ada sesuatu yang bersembunyi di balik setiap riak di udara, di balik setiap kilatan di langit yang aneh itu.
Akhirnya, di depannya muncul sesuatu—sebuah bentuk yang tak jelas, terbuat dari bayangan dan cahaya, seperti kabut tebal yang mengembun menjadi sosok besar. Bentuk itu tak berwajah, tapi ia bisa merasakan tatapannya yang intens. Ia merasakan jantungnya berdegup lebih cepat.
Sosok itu melayang di hadapannya, tidak berbicara lagi, tapi ada sesuatu yang disampaikan. Valis merasakan aliran informasi masuk ke dalam pikirannya, begitu cepat dan padat hingga ia merasa pusing. Seolah-olah ia diberi pengetahuan tentang tempat ini, tentang dunia yang tersembunyi di balik gerbang yang ia masuki.
Tempat ini, dunia yang ia injak sekarang, bukanlah dunia biasa. Ini adalah dunia di luar pemahaman manusia, di luar batasan ruang dan waktu yang Valis ketahui. Dunia ini tidak terikat oleh hukum alam dan semua konsep yang ia kenal. Ini adalah tempat di mana entitas yang lebih besar dari semesta tinggal, di mana makhluk-makhluk mitos yang kekuatannya melampaui logika manusia bergerak bebas.
"Ini... dunia mereka," pikir Valis, ketika ia menyadari bahwa tempat ini adalah rumah bagi entitas-entitas yang melampaui batas eksistensi manusia. Dunia dengan struktur yang lebih besar dari sekadar ruang dan waktu.
Valis mundur beberapa langkah, bingung, takut, tapi juga terpesona. Dunia ini begitu luas, begitu asing, dan ia hanya manusia kecil yang tanpa sengaja terseret masuk. Tetapi, di dalam hatinya, ia tahu bahwa ini bukan kebetulan. Ada alasan mengapa ia dipanggil ke sini. Dan ia harus menemukan jawaban atas apa yang sedang terjadi—bahkan jika itu berarti menghadapi hal-hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Dengan napas yang memburu dan pikiran yang tak henti berputar, Valis menatap kembali gerbang yang kini tampak semakin jauh, dan ia sadar bahwa jalan kembali mungkin tak semudah yang ia pikirkan.