Chapter 3 - Permainan?

Setelah melihat sosok raksasa yang melayang di langit dengan gerakan lambat dan misterius, Valis merasakan sensasi yang aneh menyelimuti dirinya—sebuah ketegangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa kecil, tak berarti, di hadapan dunia yang tampak jauh lebih luas dan kompleks daripada apa yang pernah ia bayangkan.

Namun, sebelum ia sempat memproses apa yang baru saja dilihatnya, langkah kaki yang pelan namun tegas terdengar mendekat dari belakang. Valis berbalik dengan cepat, mengerutkan alisnya, terkejut melihat seseorang yang aneh berdiri di depannya. Orang itu mengenakan pakaian yang sepertinya berasal dari abad modern awal: jas panjang hitam dengan potongan elegan, topi lebar, dan sebuah tongkat kayu yang ujungnya berkilau samar di bawah cahaya langit ungu. Wajahnya sedikit tertutup oleh bayangan topi, namun sepasang mata tajam dan penuh rahasia menatap lurus ke arah Valis.

"Aku memanggilmu," kata pria itu dengan suara yang dalam, tetapi lembut. "Valis, kan? Atau lebih tepatnya... 'Valid.'"

Valis mengerutkan kening, bingung dengan cara pria itu menyebut namanya. "Valid? Maksudmu Valis? Itu nama asliku."

Pria itu tersenyum tipis, memiringkan topinya dengan sedikit anggukan. "Kamu mungkin mengenal dirimu sebagai Valis, tapi di tempat ini, di dunia yang dikenal sebagai Emer'yah, namamu adalah 'Valid.' Sebuah penanda, bukan hanya nama. Nama yang memberi makna dalam permainan ini."

"Permainan?" Valis semakin bingung. "Apa maksudmu? Siapa kau sebenarnya?"

Pria itu memperkenalkan dirinya dengan anggun, seolah-olah sedang berada di ruang tamu bangsawan. "Namaku Arel. Aku telah memanggilmu ke sini karena kamu akan menjadi perwakilanku dalam konflik yang telah berlangsung selama berabad-abad, melawan makhluk-makhluk mythos yang kau lihat tadi. Dan alat yang akan kita gunakan untuk menentukan nasib realitas di bawah Emer'yah... adalah permainan catur."

Valis menatap Arel dengan ekspresi penuh kebingungan dan ketidakpercayaan. "Catur? Aku... aku tidak bisa bermain catur."

Arel tertawa pelan, seolah-olah ia mendengar sesuatu yang lucu. "Ini bukan catur biasa, Valid. Dan permainan ini sama sekali tidak seperti catur yang kau ketahui dari dunia asalmu."

Valis mencoba memproses apa yang baru saja ia dengar, tapi pikirannya berputar. Catur? Melawan makhluk mythos? Ini semua terdengar tidak masuk akal. "Aku... aku tidak mengerti. Mengapa aku? Mengapa harus aku yang dipanggil? Apa hubungannya dengan makhluk-makhluk itu?"

Arel melangkah mendekat, menatap Valis dengan serius. "Permainan ini, Valid, bukan sekadar permainan papan biasa. Catur di dunia ini adalah pertempuran strategi yang menentukan aturan realitas di bawah Emer'yah. Setiap langkah yang kita buat, setiap gerakan di papan catur ini, menentukan nasib dunia. Dan bukan hanya duniamu, tapi realitas-realitas lain yang terhubung."

Valis melangkah mundur sedikit, mencoba memahami skala dari apa yang sedang terjadi. "Tunggu... kau bilang ini menentukan realitas? Maksudmu... kalau kita kalah, dunia—"

"Ya," potong Arel, suaranya serius. "Jika kita kalah, dunia asalmu, dan mungkin realitas di bawahnya, akan diubah oleh aturan yang dibuat oleh makhluk-makhluk mythos. Mereka akan menguasai segalanya. Dunia asalmu akan berubah menjadi sesuatu yang tak bisa kau kenali lagi."

Valis menatap Arel dengan tatapan terkejut dan ketakutan. Semua ini terasa seperti mimpi buruk yang tidak masuk akal. "Jadi... apa yang kau minta dariku adalah... menyelamatkan dunia kita dengan bermain catur melawan makhluk-makhluk ini?"

Arel mengangguk pelan. "Tepat sekali. Tapi jangan salah paham. Ini bukan permainan catur yang sederhana. Papan ini bukanlah sekadar kotak hitam putih, dan pion di sini bukan sekadar bidak. Setiap pion, setiap langkah yang kau ambil, memiliki kekuatan untuk mengubah realitas. Dan lawanmu... bukanlah manusia biasa. Mereka adalah entitas yang telah ada selama ribuan tahun, makhluk mythos yang tak terikat oleh waktu atau ruang. Mereka kuat, cerdas, dan sangat berbahaya."

Valis menggelengkan kepala, merasa pusing dengan semua ini. "Aku bahkan tidak bisa bermain catur. Bagaimana aku bisa menang dalam permainan seperti ini?"

Arel menepuk bahu Valis dengan lembut. "Kau tak perlu tahu cara bermain catur yang biasa. Aturan di sini berbeda. Aku akan mengajarkanmu apa yang perlu kau ketahui. Tapi kau harus tahu ini, Valid—dalam permainan ini, kau tak hanya mengandalkan strategi. Keberanian, intuisi, dan keyakinan pada dirimu sendiri akan menentukan hasilnya. Dan kau harus melawan bukan hanya dengan akal, tapi dengan hati."

Valis terdiam, pikirannya melayang ke semua hal yang telah ia tinggalkan. Kehidupan kantoran yang monoton, harapan yang terbuang, dan malam-malam panjang tanpa makna. Sekarang, ia dihadapkan dengan sesuatu yang jauh di luar nalar, jauh di luar pemahaman.

Namun, ada sesuatu dalam kata-kata Arel yang membangkitkan rasa keingintahuan dan tekad yang tak pernah ia sadari ada di dalam dirinya. Dunia ini—Emer'yah—adalah tempat di mana segala sesuatu mungkin terjadi. Dan ia merasa, untuk pertama kalinya, bahwa dirinya memiliki peran yang lebih besar dari sekadar manusia biasa.

Arel menatapnya sekali lagi, matanya penuh misteri namun juga harapan. "Ini adalah kesempatanmu, Valid. Kesempatan untuk mengubah dunia, untuk menentukan realitas. Kau bisa lari, kembali ke duniamu yang lama, atau kau bisa tetap di sini dan berjuang bersamaku."

Valis menarik napas dalam-dalam, memikirkan semua pilihan yang ada di depannya. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar di sini. Sesuatu yang tidak bisa ia abaikan begitu saja.

Valis masih terdiam, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Mata tajamnya menatap Arel, pria misterius dengan topi dan tongkatnya, yang tampak tenang di tengah semua kekacauan ini. Setelah mendengar tentang permainan catur yang bisa menentukan nasib realitas dan entitas mythos yang bisa mengubah dunia, Valis merasa semakin bingung dan curiga.

"Aku masih tidak mengerti... siapa kamu sebenarnya?" Valis akhirnya bertanya, memecah keheningan yang berat di antara mereka. "Kenapa kamu memilihku untuk hal sebesar ini? Dan apa maksudmu dengan menjadi perwakilanmu? Siapa kamu sebenarnya, Arel?"

Arel tersenyum tipis, lalu menatap Valis dengan ekspresi yang sulit diartikan, seolah-olah ia sedang menyembunyikan sesuatu di balik ketenangannya. Ia melonggarkan sedikit ikatan dasinya, melipat tangan di belakang tubuhnya, lalu dengan suara tenang ia berkata, "Aku? Aku hanya seorang tukang penjual buku biasa."

"Tukang penjual buku?" Valis menatapnya dengan tatapan tak percaya. "Penjual buku macam apa yang terlibat dalam permainan aneh ini? Dan... bagaimana bisa penjual buku mengundangku ke dunia yang seperti ini?"

Arel terkekeh pelan. "Kamu terlalu serius, Valid. Dunia ini, Emer'yah, lebih kompleks dari yang kamu kira. Aku memang hanya penjual buku di duniamu. Namun, di dunia ini, hal-hal tidak selalu seperti yang terlihat. Peran yang aku jalani di duniamu hanyalah bagian kecil dari gambaran yang lebih besar."

Arel tersenyum tipis. "Pertama, kita belajar cara bermain."

Dan dengan itu, permainan yang menentukan nasib realitas dimulai.